Sebelum benar-benar sampai lokasi masjid, bolehlah kamu membeli jajanan seperti minuman dingin untuk dibawa ke masjid sebagai tambahan teman berbuka. Disebut tambahan karena nantinya kamu juga akan mendapat sepaket takjil dari mulai makanan berat, minum, buah dan camilan seperti kurma.
Momen-momen yang Membuat Candu di Jogokariyan
Sekitar pukul 5 lebih sedikit saya mencapai lokasi masjid. Waktu yang sebentar lagi mendekati berbuka membuat banyak masyarakat sudah nampak duduk rapi dengan takjil dihadapannya. Menunggu berbuka sambil mendengarkan kajian yang sedari awal saya datang memang sudah dimulai.
Ribuan takjil itu diletakan di atas meja panjang. Hari itu menu yang disajikan adalah nasi dengan galantin dan beberapa iris sayur wortel, kentang dan buncis. Juga tak lupa kerupuk di atasnya. Buah yang disediakan waktu itu adalah buah jeruk dan tiga buah kurma. saya tidak mengambil minuman yang disediakan masjid, karena saya sudah membawa minuman lidah buaya yang dibeli saat berjalan kaki.
Setelah mendapat takjil, saya memutuskan untuk menuju lantai atas saja. Sebab di bawah sudah banyak orang duduk dan rasanya sulit mendapat celah meski saya datang hanya berdua. Ya, tidak usah khawatir tidak kebagian tempat, ya. Sampai menuju buka, lantai atas lama-lama jadi penuh juga. Membuat suasana makin terasa kebersamaannya.
Waktu buka tiba. Kami berdoa bersama-sama lalu menyantap takjil yang sama bersama-sama pula. Momen yang membuat rindu berbuka disini. Candu, yakin.
Takjil Ribuan dan Jumlah Infak yang Puluhan Juta
Sudah membatalkan puasa, saya melanjutkan untuk salat maghrib. Tidak perlu takut ketinggalan, sebab ada dua gelombang salat maghrib yang ditawarkan. Jangan lupa ambil wudu.
Mumpung di masjid Jogokariyan dan jadwal sanggar yang masih dua jam lagi, akhirnya saya memutuskan untuk salat tarawih sekalian saja. Meski harus jadi sendirian, karena sahabat saya sedang berhalangan. Tidak benar-benar sendiri sih, kan ada jamaah lainnya juga. Hehe.
Saya menuju lantai bawah saja. Menjelang isya, jamaah sudah berjejer rapi. Saya mulai mencari posisi, di barisan nomor dua dari belakang. Hari itu saya tidak membawa sajadah. Untunglah ibu di sebelah kanan saya tiba-tiba mengelar sajadahnya menjadi horizontal, saya jadi ikut kebagian. Terima kasih,Ibu.
Sambil menyapu pandangan, ternyata tidak jauh dari saya duduk ada yang membuat saja jadi takjub. Laporan infak yang di tempel di sebuah tiang yang hanya berjarak tak sampai dua meter itu membuat saya merinding. Baru hari ke-5 ternyata nominalnya sudah mencapai puluhan juta, sekitar 25 jutaan! Masya Allah.
Di tengah ketakjuban saja, tiba-tiba seorang ibu-ibu mengajak saya mengobrol. Ibu di sebelah kiri saya, dengan motif mukena bunga-bunga merah. Selanjutnya akan saya sebut dengan 'si Ibu',ya.
"Mbak, rumahnya dimana?"
"Saya ngekos, Bu. Dekat galeria"