Sebelum saya hidup di dunia menulis dan membuat orang-orang mengenal saya sebagai blogger, menari adalah dunia yang lebih dahulu saya tekuni dan masih berlanjut sampai hari ini.
Rencana Tuhan memang paling indah, seperti ketika Tuhan mengizinkan saya untuk menjalani dua hal yang saya cintai secara bersamaan, tanpa perlu ada yang diselingkuhi. Keduanya berjalan akur tanpa ada yang ingin menang sendiri.
Ah iya, saya mengerti bahwa mereka (baca: menari dan menulis) bukanlah perumpamaan kekasih yang bisa membuat patah hati, namun bagi saya mereka adalah layaknya kakak-adik yang sama-sama saling mengisi, yang meski ada pertengkaran (soal membagi waktunya yang bentrok, misalnya) tidak lalu menghilangkan rasa sayangnya.
Ya, tidak pernah saya mengira, bahwa sekarang saya bisa menjadi penulis yang menari dan penari yang menulis. Meski dua-duanya tingkatannya masih sebatas hobi, sih.
Mengapa Menjadi Penari?
Di tanggal 29 April yang bertepatan dengan Hari Tari Dunia/World Dance Day barangkali adalah momen yang tepat untuk menjelaskan soal hobi yang lebih dahulu saya kenali, menari.
Ketika orang baru tahu saya suka menari, rata-rata pertanyaan selanjutnya adalah, "sejak kapan?"
Jika sedang ingin banyak bercerita, saya akan mulai menarik ingatan ke masa lalu, sebab jawabannya ada di sana. Namun, memberi jawaban "sudah lama" juga sering kali sudah memuaskan, bukan? HAHA.
Ya, saya tidak akan bercerita panjang soal sejarah awal bagaimana bisa saya mengenal hobi ini selama sepanjang usia saya. Sudah pernah saya ceritakan, yakan? Saya akan bercerita soal hal-hal kecil yang membuat saya tetap tidak meninggalkan 'dunia' yang sejak kecil memang sudah saya akrabi.
Waktu akan saya percepat, saya akan menceritakan dari dua tahun belakangan ini saja yaitu semenjak saya melanjutkan studi pascasarjana di kota istimewa, Jogja. Sebelum tinggal di kota tersebut, memang niatan untuk menari tidak saya padamkan, justru yang ada makin membara. Kota yang dikenal akan budayanya ini membuat saya makin nawaitu untuk terus belajar menari. Alhamdulilah, Tuhan sepertinya mengizinkan dengan membuka banyak pintu kesempatan-kesempatan yang tidak saya duga-duga.
Tidak hanya kesempatan untuk menari di sanggar, juga kesempatan untuk tampil di tempat-tempat/acara yang tidak pernah dipikirkan. Seperti mengisi kegiatan jurusan yang sebelumnya tidak pernah menampilkan tari yang tiba-tiba ada, menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa di bidang seni yang mengantarkan saya untuk tampil di acara yang lebih besar setingkat kampus dan banyak lagi. Dalam hampir dua tahun belakangan, lebih dari lima pentas sudah saya lakukan. Alhamdulillah.
Penampilan yang terbaik adalah ketika rasa puasmu sampai pada penonton.
Di setiap pentas yang saya lakukan tidak semata-mata hanya tampil lalu selesai. Ada cerita yang sering kali membuat saya menjadi mak tratap, membuat sering terharu. Seperti yang baru saja terjadi, di tanggal 26 April lalu.
Pada tanggal tersebut, kebetulan saya beserta teman-teman UKM Seni mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara S3 di sebuah hotel bintang lima. Tidak seperti biasanya pentas yang biasa saya dapatkan untuk dijadikan pembuka acara di pagi hari, kali ini saya dan teman-teman mendapatkan jadwal tampil di malam hari untuk mengisi Gala Dinner mereka. Kami pentas sekitar pukul 18.30 WIB.
Malam itu kami akan menampilkan tari kreasi yang sebelumnya pernah kami tampilkan juga di Solo, pada acara menari massal #IndonesiaMenari. Dan Alhamdulilah, semua berjalan lancar dan nampaknya penontonpun terpuaskan. Smoga.
Setelah menari, saya dan teman-teman pun dipersilakan juga untuk menyantap makan malam bersama para tamu lainnya. Dengan kostum dan full make up, kami pun berbaur seperti layaknya mereka. Di sinilah momen yang membuat saya terharu terjadi.
Ketika saya mengantre untuk mengambil buah, tiba-tiba seorang bapak yang berada di sebelah saya memberikan pujian atas tampilan saya dan teman-teman tadi. Awalnya saya kira bapak tersebut adalah orang Indonesia yang sedang mengetes saya dengan bahasa Inggrisnya, rupanya saya salah. Beliau adalah orang Nepal, negara dekat India sana.
Tidak sampai di situ saja, kata-kata beliau selanjutnya membuat saya makin bahagia dan membuat saya bangga menjadi bagian dari Indonesia adalah kata-kata beliau yang mengatakan "Indonesia is beautiful because of you--".
Terima kasih!
Dari sana kemudian saya semakin dipahamkan, mengapa saya menari sampai hari ini jawabannya adalah karena menari menjadi salah satu cara saya mengagumi keindahan Indonesia. deh. #tcakepbetul
Menari dan Menulis: Mencari Sebuah Kesamaan
Setelah dijalani, ternyata menari dan menulis memiliki persamaan. Sama-sama menimbulkan kepuasaan setelah berhasil menyelesaikannya, sama-sama juga butuh proses dan sama-sama bisa menjadi penambah uang jajan. Namun yang tak kalah berharga adalah sama-sama berhasil mempertemukan dengan orang-orang yang mengasyikan. Pun cerita-cerita menarik yang ikut dilahirkan dari keduanya. Selamat Hari Tari Dunia!
Salam,
Listhia H. Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H