Ternyata saya bukan makhluk langka!
Hari minggu kemarin barangkali akan menjadi hari yang akan saya ingat, bersejarah. Sebab untuk kali pertama saya akhirnya menonton pertujukan musik dengan genre yang tak pernah saya duga akan saya datangi, campursari dan dangdut koplo.
Dan yang membuat saya makin takjub adalah saat tahu bagaimana penonton waktu itu, yang kebanyakan mahasiswa, yang ternyata begitu ramai dan terlihat sangat-sangat antusias.
Buktinya saja, terpantau sampai akhir acara masih banyak penonton yang rela bertahan untuk menyaksikan acara benar-benar usai, termasuk saya sendiri. Luar biasa!
Ya, dari acara tersebut kemudian saya seperti disadarkan bahwa saya bukan satu-satunya yang menjadi jatuh cinta. Jatuh cinta terhadap aliran musik yang sering dianggap sebelah mata, dangdut, koplo lagi! Terima kasih ya karena acara tersebut saya jadi tahu punya banyak teman sealiran. Rasanya jadi tidak merasa aneh lagi, deh. Haha.
Menjadi Penonton Guyonwaton
Salah satu alasan mengapa banyak yang bertahan adalah keberadaan mereka, Guyonwaton.
Saya ingat, bulan oktober lalu saya pernah menceritakan secara singkat soal mereka (disini). Grup yang menyebut dirinya beraliran akustik dangdut, yang akhir-akhir ini memang sedang hits dan viral berkat lagu-lagunya yang enak didengar dan dekat dengan pengalaman perasaan kebanyakan orang #eh. Ya, grup yang pernah saya harap bisa saya tonton secara langsung itu ternyata dapat terwujud diawal bulan desember ini. Yay!
Syukurlah. Keinginan saya untuk menonton Guyonwaton ternyata tidak membuat menyesal, dibayar setimpal. Suara vokalisnya benar-benar asli merdu, aksi panggungnya juga cukup menghibur, sesuai ekspektasi. Saya jadi makin yakin jika ada rejeki nanti bakal mengundang mereka untuk mengisi acara nikahan. HAHA.
Total ada enam lagu yang mereka nyanyikan dengan lagu 'korban janji' -yang diiringi dengan kembang api- sebagai penutup acara. Oya, keberadaan guyonwaton ini juga bersanding dengan tokoh legenda campursari, Didi kempot.
Jadilah penampilan minggu kemarin akan banyak dikenang penontonnya, termasuk saya. Yang juga merasa terpuaskan meski harus berdiri dari hampir empat jam dan rela haus-hausan.
Fenomena Anak Muda Penyuka Koplo
Selama pertunjukan berlangsung, saya kadang menjadi geli sekaligus bertanya-tanya, "fenomena apakah yang saya -juga mereka yang hadir disana- sedang alami?"
Sebuah pengalaman baru banyak saya dapat dari pertunjukan minggu malam itu. Seperti pengalaman soal rasanya mengangkat tangan ramai-ramai sambil menyerukan Hak-e-hak-e.
Ya, kalau sebelumnya saya hanya sebatas menonton dari video klip atau acara televisi, ketika menjadi pelakunya langsung ternyata ada rasa yang berbeda. Yang selain asyik juga membuat saya jadi geli. Geli dalam artian seperti ingin menertawakan tingkah saya sendiri saja. HAHA.
Tidak cukup dengan teriak dan mengangkat tangan, bergoyang bersama ditengah keramaian sembari menyanyikan lagu koplo juga jadi pengalaman yang tak saya lupa,lho.
Ya, urusan dangdut koplo ternyata bukan lagi musik yang dianggap pinggiran. Yang nyatanya hari ini bukan makin berkurang penikmatnya, malah jadi sebaliknya.
Bukan juga jadi kegemaran orang-orang berusia, sebab muda-mudi kini jadi lama-lama jadi mengikuti. Tidak akan disangkal lagi, fenomena anak muda penyuka koplo benar-benar nyata adanya,ya.
Selama itu menyenangkan kenapa menolak untuk mengaku, ya toh?
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H