"Saya tahan sakit-sakit, sampai masuk rumah sakit. Saya tahan menderita siang malam ku ditempa. Walau diriku ditempa, hatiku slalu gembira. Gembira, gembira selamanya."-diambil dari lagu Cita-cita
Tepat setahun lalu, pengumuman itu tiba. Pengumuman tentang nasib masa depan seseorang. Bukan. Ini bukan cerita tentang saya, tetapi lagi-lagi soal anak ketiga bapak ibu atau adik saya sendiri. Ah, rasanya kok baru kemarin ya saya cerita, hehe!
Memang, sebelumnya saya pernah menceritakannya pada tulisan yang lain. Namun, percayalah bahwa cerita soal adik rasanya tidak akan habis untuk dibahas. Entah mengapa saya selalu menemukan sesuatu yang ingin saya ceritakan.
Oya, saya pun bisa jamin, adik saya sendiri tak mengetahui bahwa dirinya sedang menjadi tema tulisan saya. Biar jadi rahasia saja, biar dia yang menemukannya sendiri. Suatu hari nanti. Smartphone-nya saja dirumah!
Ketika Semua Berubah
Jika adik tidak melanjutkan cita-citanya di lembah tidar itu, saya yakin bahwa adik tidak akan seperti adik yang saya lihat hari ini.Kalau adik tidak disana, mungkin penampakan adik tak jauh dengan dua kakaknya terdahulu. Yang berkacamata dan memiliki tubuh yang tidak terlalu berisi. HAHA. Ya, nyatanya ternyata adik memang membuktikan bahwa dia tidak seperti yang saya bayangkan tadi.
Faktor yang memengaruhi mengapa adik seberubah itu, yang jadi lebih tinggi (diantara anggota keluarga kami, dia yang paling tinggi) dan berisi (cenderung gagah sih), barangkali adalah soal latihan fisik dan makanan yang sudah diatur mulai dari jenis, jumlah dan waktunya. Latihan fisik yang saya sendiri tak bisa membayangkan seperti apa bentuknya. Yang jelas pasti berat dan tidak mudah dilakukan kalau tidak sering dilatih.
Oya, kebetulan beberapa waktu lalu adik mendapatkan jatah liburan semesternya. Jika anak kuliah pada umumnya libur sampai bulanan, adik hanya mendapatkan 10 hari saja. Kalau dibandingkan jelas terlihat sedikit, namun tentu kesempatan libur seperti ini sangat berharga untuk tak dilewatkan Kapan lagi bisa merasakan nyamannya kasur di rumah dan bisa kemana-mana,ya de.
Selama liburannya itu pula , saya jadi bisa membayangkan bagaimana kehidupannya disana. Seperti soal bagaimana pembinaan fisik atau binsik yang sudah menjadi makanan sehati-hari.
Walau hanya dugaan, saya kira dari banyaknya latihan (yang saya juga menduga sih) lari adalah salah satunya dan menjadi hal yang biasa dilakukannya disana. Sebab hampir setiap pagi dan atau sore hari adik menyempatkan diri untuk berlari. Lari yang sungguh-sungguh, terlihat dari kaosnya yang basah oleh keringat setiap kali dia kembali.
Tidak hanya berhenti pada lari, hari-harinya sering juga diisi oleh kegiatan berenang. Rasanya memang sepertinya nggak ada capek-capeknya! Yang paling memukau bagi saya adalah dalam 10 hari liburnya adik juga sempat melakukan pendakian ke dua gunung dengan jarak hari pendakian yang cukup dekat. Untuk orang yang tidak sering melakukan aktifitas fisik, kegiatan seperti ini pasti akan melelahkan! Belum lagi cuaca akhir-akhir ini yang udara malamnya sampai menusuk ke tulang.
Fix, semenjak adik disana, adik memang telah banyak berubah!
Saya yang Pantang Bertanya
Semenjak adik diterima menjadi Taruna, ada aturan yang saya buat sendiri. Aturan untuk pantang bertanya soal keseharian adik disana. Ya, bagi saya lebih baik adik yang bercerita sendiri itu pun kalau ia bersedia. Kalau tidak biar saja.
Toh, tanpa harus bercerita, rasanya saya sudah paham bahwa hari-harinya mana bisa santai. Dari matanya yang kelihatan lelah, dari suaranya yang nyaris habis, dari bekas-bekas luka yang saya duga sisa latihannya, saya mencoba paham.
Terlebih, ini adalah tahun pertamanya, yang mana dia harus belajar beradaptasi untuk bisa mengatur waktu dan dirinya sebaik mungkin.
Mereka yang Merelakan Masa Mudanya di Lembah Tidar
Saat yang lain asyik dengan gadget keluaran terbaru
Memberi kabar saja kamu belum tentu
Saat yang lain tertidur dibalik selimut yang hangat
Mendapat tidur meski singkat, bukanlah hal yang berat
Saat yang lain bisa sesukanya pergi kemana-mana.
Kamu menetap, siap ditempa meski harus bertaruh nyawa
Demi negara,
kamu relakan masa remajamu tak seperti yang lainnya
Gara gara adik, pandangan saya soal Taruna/Taruni bukan hanya sebatas soal tingkat kekerenannya yang maksimal ketika berjalan saat pesiar atau kenecisan penampilannya yang membuat siapa (saja ingin mengandeng) menjadi memesona.
Ternya dibalik itu ada perjuangan yang tidak mudah, ada berliter-liter keringat yang bercucuran, ada banyak hal yang menyenangkan di luar sana tapi kamu rela untuk membatasinya atau bahkan tidak sama sekali.
Meski tatap muka kini jadi berkurang jumlahnya, tetapi doa untukmu tetap selalu mengalir. Smoga kesehatan dan keselamatan menyertaimu,dik-dan adik-adik yang lain yang juga sedang berjuang di tempat yang sama!
AMIN!
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H