Tidak Ada Kata Terlambat untuk Belajar
Sering orang mengira, saya sudah pandai menari. Padahal, belum sepenuhnya, belum ada apa-apanya. Ya, saya masih berproses, belajar. Memang sejak kecil, dunia tari sudah saya kenal dan panggung sudah bukan jadi hal yang asing. Namun, jika dilihat perjalanan saya menari, tidak selamanya proses belajar saya langgeng.
Saya ingat, pertama kali masuk sanggar adalah diusia sekolah dasar , kelas satu sampai lima. Setelah itu, dimasa seragam putih biru dan abu, saya tidak lagi nyanggar dan hanya mengandalkan kegiatan ekstrakulikuler saja. Ya gimana ya, di daerah saya tinggal jumlahnya juga masih sangat jarang sih. Hal yang kemudian pernah membuat saya berpikir untuk ke jogja suatu hari nanti, dan hari ini saya benar-benar di Jogja.
Memasuki kuliah, saya kembali dekat dengan menari. Apalagi setelah bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa, masa-masa kejayaan, pentas sana-sini saya cicipi #halah. Proses belajar menari saya juga bisa berkembang berkat bimbingan kakak-kakak juga adik-adik yang ternyata sebelunya sudah banyak belajar di sanggar.
Ya...
Hari ini, setelah terakhir terdaftar di sanggar di sekolah dasar, akhirnya saya resmi kembali. Bergabung di sanggar tari. Kembali belajar, kembali berproses, kembali menari dengan benar. Saya juga kembali beruntung, sebab tidak hanya dari faktor lingkungan juga didukung dari banyak orang-orang disekitar. Jadi teringat perkataan seorang dosen, "Bersyukur ya Lis, disini bakatmu bisa tersalurkan!"
Ah. Iya, saya makin jatuh cinta. Sebab disini kesempatan tampil menari masih bisa saya rasakan juga. Bulan kemarin saja ada tiga. Jadi wajar, kalau tulisan bulan lalu tidak serajin bulan biasanya. #aelahalesan
Menarilah saja sampai lupa usiamu berapa
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H