Coba perhatikan harganya, apakah produk sehat yang kamu beli selama ini ternyata hanya menguras isi dompetmu alias mahal?
Beberapa waktu lalu secara tidak sengaja saya melihat sebuah iklan produk penunjang kesehatan. Produk semacam suplemen gitu dengan klaim bisa menurunkan berat badan (seingat saya).
Berhubung acara televisi sedang tidak lagi asyik, saya memutuskan untuk menyelesaikan iklan produk tersebut sampai tuntas. Walau saya tahu akhirnya, iklan semacam itu bagi saya cuma omong kosong (haha) atau dengan bahasa halusnya tidak pernah saya minati untuk membelinya. Bagi saya mau menontonnya sampai beres aja udah keren.
Seperti biasanya disepanjang iklan produk macam ini, penonton diberikan pemaparan mengenai klaim yang terlihat amat menjanjikan didukung pula dengan teori ilmiah yang rasanya bagi saya kok dilebih-lebihkan, terlebih yang berbicara juga bukan orang yang ahli dalam bidangnya.
Benar saja, setelah acara iklan-mengiklan tersebut selesai, saya mulai kepodi googleuntuk mencari kebenaran yang sesungguhnya yang ternyata masih banyak diragukan dan belum banyak penelitian terkait hal tersebut.
Disamping klaim yang uwow, pun ada yang lebih membuat saya ingin menggelengkan kepala. Yap, soal harganya yang nggak nanggung-nanggung. Sebenarnya bukan hal yang mengherankan sih, karena beberapa kali saya juga sudah pernah menemui iklan-iklan produk penunjang kesehatan ini sampai seharga tujuh digit.
Sehat berarti harus Mahal?
Menarik. Dari sebuah artikel yang pernah saya baca disini juga disini, saya menemukan bahwa ternyata presepsi kita terhadap makanan sehat memang dipengaruhi oleh harga. Presepsi yang menganggap bahwa makanan yang sehat mempunyai harga yang mahal, meski tidak ada bukti yang mendukung pandangan ini.
Studi terkait pandangan tersebut sudah diterbitkan dalam Journal of Consumer Researchdimana tujuan dari penelitian adalah untuk memahami lebih baik lagi teori awam atau lay theories dan hubungannya dengan biaya makanan sehat. For your information, lay theories ini adalah pandangan yang digunakan seseorang untuk memahami lingkungan sosial mereka, atau bisa dibilang pandangan yang dibentuk berdasarkan pengalaman semata. Coba deh, apakah kamu juga selama ini ternyata hanya mengandalkan teori yang sama?
Lebih menarik lagi, penelitian juga menemukan bahwa ternyata pesepsi kita terhadap makanan sehat juga didukung dari sesuatu yang tidak biasa/ tidak familiar seperti bahan yang baru (belum pernah kita dengar). Seperti yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membandingkan pengunaan komposisi Vitamin A dan DHA (docosahexaenoic acid) yang sama-sama memiliki peranan penting terhadap kesehatan mata.
Dianggap familiar, kandungan komposisi vitamin A bisa dinilai tanpa harus melihat harga produknya. Adanya kandungan vitamin A dalam produk diketahui tidak mengubah presepsi akan pentingnya vitamin A dalam produk tersebut.
Sedangkan ketika para partisipan diberitahu bahwa DHA (yang belum sering didengar) dapat membantu mencegah degenerasi makula (penurunan pengelihatan), partisipan ternyata berpikir bahwa masalah kesehatan mata ini serius. Sehingga merekapun menanggap produk yang mengandung DHA memiliki harga yang mahal. Sebaliknya, jika harganya justru rata-rata partisipan tidak peduli dengan masalah kesehatan ini.
Lalu apa intinya? Ya, pada kenyataannya ternyata orang akan lebih cenderung punya kepercayaan dan mengandalkan lay theories saat mengklaim sesuatu yang bagi dirinya tidak biasa atau tidak familiar. Situasi ini yang kemudian sering digunakan pada perusahaan makanan dalam memperkenalkan produk terbaru mereka. Jadi banyak-banyaklah mencari tahu agar kamu familiar dengan hal yang kelihatannya 'tidak biasa'itu,ya.
Tips Sehat Badan dan Sehat Dompetmu
Ada harga ada kualitas, pemahaman ini memang banyak berlaku dan banyak benarnya. Namun, akan lebih baik lagi jika sebelum membeli produk baru, cari tahu benar-benar dulu produk yang kamu incar. Karena bisa saja, harga mahal yang digunakan produsen hanya untuk membangun presepsi dan ups sayangnya bukti bahwa barang itu berkualitas tidak pernah benar?
Jangan hanya mengandalkan intuisi atau perasaan, coba objektif menilai produk dengan mencari tahu informasi sebanyak-banyaknya seperti cek label gizinya, bandingkan dengan produk yang hampir serupa. Mana yang lebih laik kamu beli?
Sehat memang mahal, namun bukan berarti makanan yang kamu makan harus semuanya mahal.
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H