Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sepotong Pizza dan Teriakan Kemenangan buat Indonesia

14 Desember 2016   23:09 Diperbarui: 15 Desember 2016   08:31 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti pizza yang pertama kali kamu cicipi, ketidaktahuanmu soal sepak bola juga bisa dinikmati.

Sehabis maghrib, kakak tiba-tiba menawarkan saya ingin makan dengan apa.

Hari ini sepertinya memang tidak sebiasa biasanya, karena kakak memasak sekali dan ditambah malah pergi meninggalkan saya di rumah sendiri dengan makanan yang dimasak sejak pagi. Agaknya pertanyaan "ingin makan dengan apa" itu adalah bentuk kekhawatiran atas kondisi perut saya. Karena saya yakin bukan perutnya, secara kepergiannya sore tadi dalam agenda makan bersama.

"Terserah.. ngikut, Teh", jawab saya yang kenyataannya memang sedang tidak memikirkan jenis makanan apa.
"Gimana kalau Pizza?"
"Boleh..." singkat saya yang sedang disibukkkan channel televisi. Apalagi kalau tidak untuk mencari-cari informasi pertandingan final bola Indonesia dan Thailand yang berlangsung malam ini.

Sejenak saya lupa akan pizza itu. Lebih penting lagi pertandingan akan dimulai setengah jam lagi, kata informasi yang saya dapat. Berarti pukul tujuh tepat. Padahal jam dinding sudah menunjukkan angka itu, tapi kok belum juga ada tanda.

Oh iya, saya sedang berada di Waktu Indonesia Tengah. Jam delapan waktu sini.

Baik, saya kembali soal pizza pesanan kakak. Ngomong-ngomong, pizza bukanlah makanan keseharian di keluarga saya. Bahkan saya bisa memprediksikan, yang mau memakannya mungkin hanya saya dan kakak saja, mungkin bisa ditambah adik  kalau lagi dapat cuti.

Pesanan malam ini pun yang kali pertama dalam dua puluh tahun saya hidup. Serius? Iya ciyus deh.

Dengan diantar driver ojek online, pesanan sampai di rumah. Ya, walau harus ada adegan telepon yang cukup lama karena driver bingung daerah yang dimaksud. Sampai kakak pun harus rela keluar dari pagar rumah, mendekat ke jalan utama, agar lebih mudah dilihat. Untunglah, tak lama setelah itu, yang ditunggu sampai juga dengan selamat.

Pizza.

Di depan televisi, disaat pertandingan akan dimulai beberapa saat lagi. Roti bundar pipih yang dipanggang beroleskan saus bertabur potongan sosis yang minus saos mayones itu tersaji, itu saja kata kakak ipar yang memang bukan kali pertama membeli. Sedang saya dan kakak, mana ngeeh begituan? Yang penting saos entah sambal atau tomat. Cukup.

Sepotong pizza mulai menggoda mata dan mulut tak sabar menicipinya. Saya ambil. Satu kunyahan untuk mulai pertandingan bola. Beriringan dengan selingan olesan saos untuk siap menerima kenyataan. Haha. Karena Apa-apa yang berbau timnas Indonesia memang selalu menarik perhatian saya.

Termasuk sepak bola yang bisa membuat saya lupa pizza dengan mudah, sepotong saja cukup. Walau pengetahuan saya soal bola minim dan pas-pasan, paling tahu banget ya soal gol yaitu ketika bola masuk ke gawang. Saya punya kemampuan lain, berteriak.

Pun saya itu orangnya baper. Termasuk juga soal bola. Ketika tim lawan mencetak duluan, seperti tadi diawal pertandingan sampai di menit 45, saya badmood berat. Lebay? Ya kenyataan gitu. Di situ saya malah memilih bermain building block, itu loh mainan yang kayak bata tapi dari plastik, bersama keponakan.

Baru di putaran kedua, saya mulai bersemangat lagi dan meninggalkan keseruan semu bersama ponakan. Setelah Indonesia bisa mengimbangi golnya,tepanya. Jadi Satu sama. Sebenarnya dalam asyiknya bermain dengan ponakan, diam-diam saya masih memperhatikan televisi. Bahkan respon teriakan saya pun tepat. Hihi.

Pertandingan nampaknya akan menjadi lebih baik. Dan benar, Indonesia lebih pede, walaupun banyak juga was-was ketika bola berada di dekat gawang Indonesia.

Gol, lagi. Keunggulan untuk Indonesia. Dua satu. Saya makin semangat dan keluar gilanya. Selain berteriak, saya tak sadar berjingkrak di atas sofa. Bukan hanya saya sih, kakak malah lari di tempat. Juga kakak ipar yang berteriak. Untunglah, jarak antar rumah di sini jauh-jauh. Tidak mengganggu kenyamanan antar tetangga.

Seperti biasa, pertandingan melambat ketika tim yang kita unggulkan punya harapan menang. Itupun yang terjadi. Menit 86 ke 90 rasanya bukan 4 menit lagi. Belum lagi ada waktu tambahan setelah itu. Makin berharap waktu dipercepat.

90 berlalu. Dan di televisi belum juga saya melihat berapa waktu tambahan. Berharap semenit. Semenit berlalu, masih. Dua menit, kok belum juga beres. Dan lalu peluit panjang terdengar juga entah pada menit berapa saya tak kepikiran lagi.

Saya berteriak kali ini lebih kencang. Padahal suara saya cempreng minta ampun. Kakak dan kakak ipar, ikut. Refleks betapa kami ikut bahagia atas ini. Dan saya lihat betul ponakan yang persis berada disebelah saya terkejut. Untung tidak sampai menangis, secara masih umur dua tahun gitu. Saya sujud, ponakan menirunya.

Sungguh, malam ini memang tidak sebiasa-biasanya. Sepertinya malam ini memang akan ditakdirkan menjadi spesial, karena sepotong pizza yang menjadi teman nonton pun tak biasa. Indonesia menang atas Thailand, apa itu jawabnya?

Cerita belum selesai.

Salam,
Listhia H Rahman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun