Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Penelitian tentang Tertawa Ini Bisa Membuatmu Tercengang

23 Oktober 2016   21:25 Diperbarui: 2 Oktober 2019   12:17 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi I www.proprofs.com

Lagi, soal "tertawa". Setelah kemarin membahas tawa di "Merugilah Bagi Kamu yang Melewatkan Tertawa Meski Hanya Sehari", saya masih menyimpan "keajaiban" lainnya . Yang juga asyik jika dibahas, dan membuat pandanganmu tentang tawa jadi makin berkembang, atau malah tercengang?

Tertawa jadi bahan penelitian lho

Sampai tulisan ini saya buat. Saya belum mencari, apa di Indonesia sudah pernah ada yang lakukan penelitian soal tawa ini. Namun, yang sudah pasti pernah adalah peneliti di luar negeri.

Mulanya saya pun jadi terheran, mengapa mereka kepikiran menjadikan "tawa" jadi suatu bahan yang diteliti ya? Bukankah tawa hanya soal ber-hahahihi? Apa karena mereka kurang kerjaan?

Bukan kurang kerjaan, justru mereka membuat kita makin paham

Sebelum menuduh mereka kurang gawean. Ada yang harus kalian tahu, bahwa karena penelitian mereka lah kita makin mengerti bahwa..

Otak Kita Tidak Tertipu oleh Tawa yang Palsu

Kalau alamat palsu, kak? Itu Ayu ting-ting, dik.
Cinta Palsu, kak? Itu kisah cintamu, ya khaan?

Kabar ini datang dari peneliti dari Royal Holloway, University of London yang menemukan bahwa ada perbedaan yang jelas antara bagaimana otak kita menanggapi tawa asli dan tawa palsu.

Selain itu diketahui pula bahwa otak kita tidak hanya bisa membedakan antara dua jenis tawa, namun juga mencoba mencari tahu mengapa tertawa palsu atau pura-pura itu tidak asli.

Mungkin kamu pernah alami kejadian seperti ini. Saat kamu melucu di depan temanmu, tapi ternyata temanmu tak menganggapmu lucu dan mencoba membahagiakanmu dengan tertawa.
Kamu malah jadi tersingung sendiri,

"Dih, kok ketawanya gitu sih... gak ikhlas yaudah!"

Pernah begitu? Otak memang sensitif termasuk dalam merespon tawa. Atau saat kamu menonton acara komedi di televisi. Kebanyakan mana yang kamu dengarkan? Eh, rekaman yah. hihi.

Kenapa ada orang yang mudah tertawa sedang yang lain senyum saja sulit? Mungkin jawabannya ada di DNA

Pada sebuah studi terbaru yang mengubungkan gen terhadap ekspresi emosional positif (seperti tersenyum dan tertawa) menunjukkan bahwa orang-orang dengan varian genetik tertentu,-- memiliki alel yang pendek dari gen 5-HTTLPR-- tersenyum atau tertawa lebih sering ketika menonton kartun atau video lucu daripada orang-orang dengan alel panjang.

Alel adalah varian dari gen dan berkaitan dengan ekspresi suatu sifat. Tiap gen memiliki dua alel. Manusia mewariskannya masing-masing satu alel, dari Ibu dan Ayah.

Namun, pada temuan terdahulu juga ditemukan. Bahwa orang dengan alel pendek memiliki emosi negatif (cemas, stress) yang lebih tinggi dibandingkan dengan alel panjang. Jadi dapat dikatakan bahwa pemilik alel pendek bereaksi secara emosional pada lingkungan yang positif dan negatif.

Kamu cowok dan jomblo? Cobalah jadi humoris...

Yakin kamu nggak percaya padaku?
Lagi-lagi saya harus membawa para peneliti agar kamu makin percaya, ya.

Peneliti di University of Kansas sudah membuktikannya. Kira-kira simpulannya begini: ketika dua orang asing bertemu. Semakin sering laki-laki mencoba menjadi lucu dan wanita mencoba sering tertawa atas upayanya, maka semakin besar juga kemungkinan wanita itu tertarik pada si laki-laki. Dan ketika mereka berdua tertawa bersama-sama , itu pertandaada indikasi yang lebih baik untuk hubungan yang lebih romantis. Tjieww...

Jadi, tertawa bisa menjadi indikatormu wahai laki-laki. Eh tapi jangan juga jadi kepedean kalau kamu berhasil membuatnya tertawa, karena kamu harus tes DNAnya untuk memastikan dia memang suka atau alelnya jangan-jangan pendek. Ya khan? Canda dink.

"If you meet someone who you can laugh with, it might mean your future relationship is going to be fun and filled with good cheer."- Jeffrey Hall

Tertawalah, dan dunia akan ikut tertawa bersamamu

Ketika kita berbicara dengan seseorang, sering secara tidak sadar kita menjadikan tingkah lakunya sebagai cermin. Kita menyalin kata-katanya atau meniru gerak tubuhnya (gesture). Pun juga ketika tertawa. Paling tidak pada tingkatan otak.

Penelitian yang sudah-sudah menguatkannya, bahwa respon positif seperti tertawa memang lebih "menular" daripada respon negatif seperti menjerit lho. Jadi silakan tertawa, tularkan pada sebelahmu. Barangkali jodoh, ya khaan??

Salam,
Listhia H Rahman

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun