Bukan kali pertama,memang. Tapi rasanya kok selalu berbeda-beda. Soal Pindah-berpindah.
1/
Pindah yang pertama sangat mudah. Bawaan saya ringan karena tak banyak yang harus saya kemas. Terbukti juga saat ditimbang, keinginan untuk pindah lebih berat bobotnya. Pantas, sebulan saja bertahan sudah mengagumkan.
2/
Kedua, mulai kembali belajar menjadi betah . Ah, sepertinya kenangan cocok bertumbuh. Dan benar saja,kan. Makin lama makin ramai, menumpuk. Tapi, untungnya masih bisa saya tata. Karena hampir menuju satu tahun, ada yang harus dilanjutkan, tapi bukan disini.
3/
Tiga, kembali asing. Saya bingung harus letakkan dimana kenangannya. Menuju tiga bulan masih sama. Saya putuskan untuk tidak tinggal diam. Kenangan harus dihidupkan kembali kalau tidak lama-lama mati.
4/
Empat, disinilah saya sekarang. Tempat di mana kenangan tumbuh subur di tiap sudutnya. Pernah sekali-kali saya bereskan karena terlalu berantakan. Rupanya kenangan jadi lebih banyak daripada barang yang saya bawa . Wajar sih, karena hampir lebih dua tahun saya biarkan kenangan menjadi dirinya.
***
Ketika harus bertemu dan berurusan dengan yang namanya pindah, yang membuatnya jadi berat bukan barang-barangnya tapi kenangan yang meminta macam-macam ; ada yang tetap mau tinggal , ikut dibawa atau rela dibersih-bereskan.
Terima kasih empat tempat kosan dan enam kamar yang pernah saya tinggali.
Jangan tanya pindah kapan,dong. Wong masih kangen.
*Judul terinspirasi dari cuitan Mbah Sujiwo Tedjo yang saya suka, "Sangat gampang beres-beres pindah kos-kosan, Kekasih, yang susah itu membersihkan kenangannya #talijiwo"
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H