Hampir empat tahun sudah bersamamu. Menghabiskan masa studi sarjanaku. Perstiwa demi peristiwa terjadi, perasaan demi perasaan berganti. Semuanya jadi sama,jadi kenangan pula diakhirnya.
**
Saya akan selalu ingat. Ingat bagaimana caramu memperkenalkan diri denganku sampai membawa-bawa air mataku. Pasti kamu tahu itu,kan?
Diawal pertama saya datang kamu berhasil, berhasil mengiris bawang tepat dimataku. Membuatku jadi makhluk paling cengeng. Jadi guru yang mengajarkan saya pelajaran paling menyedihkan, homesick.
Saya juga akan selalu ingat. Ingat bagaimana kamu membuat saya jadi manja, diawalnya. Manja karena paling anti naik bus ekonomi atau angkutan kota . Yang membuat saya selalu mengandalkan si roda empat eksklusif berargometer. Sesungguhnya bukan karena saya manja. Tapi, kamu pernah membuatku ketakutan yang terlalu.
Hingga kemudian saya mulai (sedikit demi sedikit)(mem)berani kan diri. Menaiki bus ekonomimu atau angkutan kotamu ternyata tak sengeri yang saya duga. Apalagi adanya si merah kebangganmu itu. Saya benar-benar menikmati perjalanan setiap kali menunggunya di halte. Dan sekarang, dengan roda dua , saya bebas menelusuri tiap sisi-sisimu, sambil membuat kenangan juga.
Satu lagi, Juga yang tak akan saya lupa . Bagaimana panasmu yang pernah meninggalkan biang keringat. Membuat saya menjadi orang paling mengeluh dan banyak meng-aduh. Mengenalkan saya, bahwa kipas angin adalah teman sekamar yang paling setia. Ah iya, juga kesempatan menjadi makhluk purba, nomaden. Berpindah-pindah, sampai sekarang kosan keempat hingga tahun terakhir ini.
**
Empat tahun hampir terlewati. Tentu mengingatmu bukan hanya soal yang saya tuliskan tadi ,yang hanya pada awalnya.
Sungguh, terlalu banyak yang terjadi dibawah langitmu.
Padamulah, semua cerita itu berusaha saya ingat, saya kenang kemudian.
Semarang
11072016
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H