Hitam kulit,keriting rambut . Tidak hanya satu, namun tak terhitung. Berjalan kesana-kemari , sedang lainnya mulai mengisi bangku-bangku yang ada. Beberapa terlihat mengenakan pakaian khas , rok rumbai ikat kepala dan riasan putih dimuka. Apa saya sedang berada di Papua?
Sebuah kesempatan menarik dapat mendatangii acara “Meneropong Papua Dari Kacamata Budaya” Jumat (03/06) kemarin. Acara yang berlangsung sejak Kamis (02/06) dan bertempat di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjo Soemantri UGM ini terlaksana berkat inisiatif Kempgama (Keluarga Mahasiswa Papua Gajah Mada) yang dibantu oleh PT Freeport Indonesia. Memang saya tidak menghadiri di dua hari itu, hanya di hari terakhir saja.
Disambut Honai
Tidak hanya baju, bahkan pengunjung juga bisa mengabadikan momen di depan rumah kebanggaan orang Papua. Rumah adat dengan gaya arsitektur atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau gulma. Honai. Ya, di acara #BicaraPapua ini pengunjung akan dihadirkan hal-hal yang berbau Papua.
Kesederhanaan tarian Papua
Sekitar pukul 13.30 WIB, acara dimulai dengan dibuka dengan Tarian Sambutan Khas Suku Kamoro-salah satu suku di Kabupaten Mimika yang memang terkenal dengan kebudayaannya--. Di tanah Papua sendiri, tarian sambutan memang sudah menjadi tradisi. Uniknya, tarian-tarian Papua memiliki ke khasan dari gerakannya cenderung repetitif , membentuk formasi melingkar/berbanjar dan juga loncatan kaki, gerakan tangan yang melenggang dan mengayun. Sederhana namun masih terkesan atraktif.
Tokoh-tokoh Inspiratif Asal Papua
Herman Kiripi, Pengukir Kayu yang Berpikir Maju dan Cerita Mbak Luluk Intarti
Mengenakan pakaian khas papua dan riasan muka. Herman dipanggil maju ke atas panggung bersama Mbak Luluk Intarti. Herman merupakan salah satu pengukir kayu asal Papua yang sampai ini masih melestarikan tradisi dengan mengukir kayu. Dalam penuturannya. Herman juga bisa berkeliling Indonesia berkat hasil ukirannya. Saat ditanya apa impiannya, dia mengatakan ingin membangun museum agar bisa menyimpan barang-barang khas Suku Kamoro . Motivasi yang ia berikan , “kalau ada keinginan orang pasti akan maju.Seperti saya”
Berbeda dengan Herman, Mbak Luluk Intarti memiliki cerita sendiri sebagai pendamping suku Kamoro yang kurang lebih sudah ia jalani hampir dua puluh belakangan. Dia turut mendukung impian Herman dengan mulai mengumpulkan benda-benda suku Kamoro yang kelak akan disimpan di museum.
ATM di Papua
Apakah itu sebuah mesin yang sering kita temukan untuk bertransaksi? yang ini konteksnya berbeda.
#BicaraPapua selanjutnya adalah perihal kesehatan. Ya, kesehatan memang permasalahan yang masih serius dihadapi tak terkecuali di Papua. Bersama PT Freeport Indonesia (PTFI) , masalah kesehatan di Papua mulai bersama-sama diatasi. Hal ini seiya dengan pernyatanya yang dikutip dari laman ptfi.co.id “..Kami memiliki kewajiban untuk melaksanakan hal tersebut selaras dengan tanggung jawab sosial dan korporat kami untuk menjamin kehidupan generasi yang akan datang..”
ATM yang dimaksud di Papua adalah AIDS, TBC (Tuberkulosis) dan Malaria. Menurut Data Riskesdas 2013, Papua memang diketahui termasuk provinsi tertinggi dengan diagnosis penyakit tuberkulosis dan insiden malaria (angka prevalensi 9,8 persen).
Kabar baiknya, selama tiga tahun terakhir malaria di Kabupaten Mimika turun mencapai 70 persen. Masalah malaria ini dapat diturunkan dengan cara melihat sebaran masalah yang kemudian dijadikan prioritas. Selain itu juga dengan cara edukasi.
Kerry Yarangga- pembicara yang juga merupakan lulusan magister kesehatan dari UGM- menuturkan edukasi kesehatan diberikan pada semua strata. Efektifnya edukasi dilakukan mulai dari anak-anak, karena tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya sakit. Kampanye yang diberikan untuk menekan masalah malaria adalah dengan memasang kelambu bukan hanya sekadar membagi saja.
Jecko Siompo, Koreografer Papua yang Melalang Buana
Lima laki-laki dengan kaos seragam tiba-tiba membuat “ribut” diatas panggung. Tak hanya seragam kaosnya, pun gerakan yang dibuat. Beberapa gerakan sengaja dibuat lucu. Membuat mata penonton mengekor kemana mereka dan apa yang dilakukan. Gerakan yang atraktif itu yang kemudian bernama Animal Pop Dance.
Pernah mendengar nama Jecko Siompo?
Namanya pernah muncul di stasiun televisi swasta dalam acara pencarian ajang bakat. Waktu itu dia bukan menjadi peserta, melainkan bintang tamu yang berduet dengan salah satu peserta. Ya, dia bukan orang bisa. Dia adalah koreografer yang membidani Animal Pop Dance.
Sudah sejak kecil, dia jatuh cinta pada tari. Di bangku kuliah, ia tercatat menjadi salah satu mahasiswa IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Selepas itu, ia pun mulai datang ke berbagai negara, untuk mengungkapkan cintanya,menari. Ciri khas dari karya yang ia buat adalah budaya lokal sukunya. Dari kehidupan keseharian masyarakat Papua yang diwujudkan dalam tiap gerakan.Jekco sudah banyak menampilkan karya dan prestasi tak hanya ketika di Indoensia saja. Salah satu yang membanggakan adalah terpilih sebagai 20 Pemuda Berprestasi di Indonesia dan tercatata dalam buku Catatan Emas : Kisah 20 Pemuda Indonesia yang Mengukir Sejarah.Animal Pop Dance mungkin jarang didengar masyarakat, karena tarian ini bukan semata-mata hanya untuk kepentingan komersil.
Uncover Papua, yang Sebenar-benarnya Terjadi
Mereka menceritakan secara singkat perjalanan yang ditempuh selama 80 hari di Papua. Meskipun acara Uncover Papua sudah dilakukan dua sesi, nyatanya belum semua wilayah Papua terjamah karena luas wilayahnya. Banyak cerita yang diperoleh selama perjalanan, bahkan sempat juga membuat Ale dan Nia meneteskan air mata. Seperti cerita tentang kedatangan tim Uncover Papua yang ternyata masih ditunggu anak-anak sejak jam 6 pagi sampai 6 sore hanya untuk menyambut mereka
Tidak ketinggalan salah satu kompasianer asal Jogja, Mas Arif L Hakim juga turut membagi singkat kisah inspiratifnya sebagai pengajar di Fak-Fak Papua selama satu tahun dalam Indonesia Mengajar.
Selama kurang lebih tiga jam, acara #BicaraPapua berlangsung dengan bahasan yang sayang jika ditinggalkan. Di sela-sela acara juga dimeriahkan dengan Stand up Comedy ala Papua yang membuat suasana gedung semakin ceria dengan gelak tawa. Tak hanya komedi, turut hadir Pacenogei, grup vokal asal papua yang membuat para pengunjung larut dalam syair lagu yang bernuansa dialek Papua. Salah satu lagu yang mereka bawakan adalah “Su Terlalu Lama” yang membuat para pengunjung (yang kebanyakan berasal dari papua) ikut bernyanyi.
Acara ditutup dengan menari bersama-sama.
Karena Indonesia Lengkap dengan Papua
#HarumkanIndonesiadariPapua
#BicaraPapua
#KempgamauntukPapua
Salam,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H