Dok.Suratman : Bersalaman dengan Menteri Pendidikan , Anies Baswedan
Lebih dari setengah usianya hari ini, telah beliau abdikan sebagai pengajar. Sebuah profesi yang dulu sempat tak terpikirkan dan dicita-citakan. Namun dari profesi itulah, Tuhan siapkan banyak cerita dan membawanya pada pengalaman yang luar biasa.
Tepat di awal bulan Februari, lima puluh tiga tahun silam.Di sebuah kota di Jawa barat, Tasikmalaya beliau dilahirkan. Disana pulalah , beliau menghabiskan masa kecil dan menuntaskan studi sampai usia belasan. Beliau yang akan saya ceritakan adalah Bapak Suratman.
Awalnya, Bukan Menjadi Guru
Terinspirasi dari seorang penyuluh yang tinggal di rumah neneknya waktu itu. Beliau kemudian memantapkan diri untuk memiliki pekerjaan yang serupa. Untuk mewujudkan hal tersebut, setelah lulus sekolah dasar beliau lantas melanjutkan ke SMP pertanian –dulu bernama SPP SPMP . Semasa SMP,hasil studi nyaris tak pernah mengecewakan hingga tak heran jika setelah lulus beliau mendapatkan rekomendasi untuk melanjutkan ke salah satu sekolah pertanian terbaik se-Jawa Barat –dulu bernama SPP SPMA Tanjungsari-. Semakin jauh melangkah, keinginannya sebagai penyuluh pun makin menggebu. Ya, cita-cita yang sebentar lagi akan terwujud jadi nyata makin dekat terasa.
Tidak hanya fokus pada pelajaran saja, selama SMA beliau juga aktif dibeberapa organisasi. Diantaranya pernah menjabat sebagai ketua pelajar Oryza Sativa –hari ini sama dengan OSIS- dan juga sebagai ketua asrama. Kesibukannya tak membuat prestasinya menurun, bahkan diluar dugaan. Label lulusan terbaik beliau terima diakhir menuntaskan studi SMA-nya.
Dan, Perjalanan Mewujudkan Cita-cita Itu Berlanjut....
Setelah lulus, beliau pun melamar sebagai penyuluh di Dinas Peternakaan Jawa Barat. Namun, siapa sangka karena lulus dengan hasil yang memuaskan, beliau kembali mendapatkan rekomendasi untuk melanjutkan studi di jenjang berikutnya. Pada sebuah kampus di kota bogor, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Waktu itu, kebetulan terdapat informasi tentang lowongan guru pertanian. Dimana siapa saja yang berminat dapat memperoleh beasiswa kerja sama dengan IPB. Tidak ingin melewatkan kesempatan itu, beliau pun mencoba peruntungan yang juga berarti apabila ia berhasil lolos maka beliau harus merelakan lamaran kerjanya sebagai penyuluh yang ia impikan itu terhenti. Dan, memang harus terhenti. Karena ternyata, beliau resmi diterima sebagai mahasiswa di IPB Jurusan Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian dari tahun 1985-1988.
Setelah tiga tahun berlalu, beliau mendapatkan penempatan di sekolah menengah kejuruan (SMK) di Jawa tengah. Di sebuah kota kecil yang baru pertama kali beliau datangi dan masih begitu asing, Temanggung tepatnya di SMK Pembangunan.
Di sekolah tersebut, beliau mendapat tugas untuk mengajar budidaya tanaman. Tidak jauh dari konsentrasi yang beliau ambil di perkuliahan. Namun, tidak puas dengan apa yang sudah didapat di kuliah sebelumnya, beliau memutuskan untuk meningkatkan keilmuannya dengan mendaftar diri sebagai mahasiswa kembali di jenjang S-1 di kota Jogja. Di salah satu universitas di kota gudeg tersebut, beliau mengambil Jurusan Teknologi Pertanian untuk memperdalam apa yang sudah ia dapatkan sebelumnya.