Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Belajar Menari Bersama Anak-anak Desa Banyukuning: “Kembali Lagi ya, Kak,”

6 Maret 2016   21:05 Diperbarui: 7 Maret 2016   14:05 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Namanya Mila. Masih duduk di kelas satu. Salah satu yang paling antusias belajar menari dan minta diberi contoh sendiri."][/caption]

Karena apa yang bisa saya lakukan, akan saya lakukan. Apa yang dapat saya bagi, akan saya bagi. Seperti menari.

Sebelum penerjunan KKN, saya memang telah merencanakan sesuatu ini. Sesuatu di luar program kerja yang ingin saya lakukan dengan harapan  bukan hanya sekadar bernama “rencana semata”. Sesuatu yang menyenangkan sebagai program sosial kemasyarakatan , yang kelak akan saya praktikan  bersama adik-adik di desa yang akan saya tempatkan kelak.

Dan sebelum penerjunan KKN, saya berjaga-jaga untuk mempersiapkan memori lawas. Soal tarian yang pernah saya pelajari semasa usia mereka, anak-anak. Mengingat gerakkan beberapa tarian yang hampir sepuluh tahun berlalu. Mulai tari Kebyok Anting-anting, Kijang, Merak , Yapong, Soyong, Bondan Tani sampai Cublek-cublek Suweng. Membuka kembali video tutorial dan mengingat urutannya lagi, untuk bekal jika nanti benar-benar diijinkan untuk dilakukan: mengajar menari.

Gaung pun Bersambut, Rencana Itu Jadi Realita

Bertempat di sebuah sekolah yang tak jauh dari posko KKN berada, akhirnya rencana itu pecah juga jadi realita. Kepala sekolah dengan senang hati dan terbuka menginjinkan saya untuk mengajar  tari di sekolahnya. Tidak hanya itu, bahkan guru-guru pun antusias menerima maksud kedatangan saya dan teman-teman KKN untuk mengajar. Beberapa guru juga menyerahkan flashdisk-nya untuk diisi tari-tarian yang saya punya, yang nantinya bisa mereka ajarkan juga ketika saya tidak lagi bisa disana.

Sengaja, saya memilih untuk mengajar siswi saja. Jumlah tersebut merupakan total siswi dari kelas satu sampai kelas lima. Di sekolah, pertemuan yang berlangsung hanya sebanyak empat kali tatap muka. Tiap pertemuan masing-masing selama dua jam yaitu sejak sembilan pagi sampai sebelas, di mana pihak sekolah memang mengalokasikan waktu di jam tersebut untuk anak-anak berlatih menari.

Menari di Perpustakaan

[caption caption="Proses belajar menari menggunakan fasilitas perpustakaan yang tidak dipakai setelah jam istirahat pertama."]

[/caption]

Dalam proses mengajar tari, pihak sekolah memberikan ruang perpustakan  untuk dijadikan tempat berlatih. Oleh karena itu, setiap akan dilangsungkan latihan,  meja-meja disingkirkan dan di pinggiran. Sementara sebagian siswi juga turut berpartisipasi membersihkan dan menyapu ruang sebelum latihan dimulai.

[caption caption="Anak-anak mengikuti gerakkan"]

[/caption]

[caption caption="Kebahagiaan saat menari :)"]

[/caption]

Meski proses mengajar tari dilakukan di ruang perpustakaan sekolah yang dipenuhi dengan rak-rak buku dan meja, hal ini tidak menyurutkan siswi untuk menggerakan badan mencontoh gerakan tarian. Hanya bermodal bantuan laptop yang saya bawa dan speaker kecil yang telah disediakan pihak sekolah latihan menari berjalan tanpa hambatan.Bahkan dalam dua kali pertemuan, para siswi dapat dengan baik menghafal dan mengikuti gerakkan-gerakan tari yang  telah diajarkan.

Tari Gembira dipilih menjadi tarian yang diajarkan karena gerakannya yang lincah dan dinamis. Tarian yang menggambarkan kehidupan anak-anak yang selalu terlihat bahagia, seperti mereka. Tarian yang cocok dengan masa yang sedang mereka rasakan.

[caption caption="Anak-anak sedang menirukan gerakan "nyekithing""]

[/caption]

Pada tarian ini juga mengajarkan gerakan dasar tari yang mudah untuk anak-anak seperti gerakan ukel dan nyekithing/ngiting. Selain itu, sebelum latihan saya memulainya dengan gerakan mendak (posisi lutut ditekuk) sebagai pemanasan awal.

[caption caption="Di depan anak-anak memberikan contoh gerakan mendak."]

[/caption]

Beberapa siswi memang sempat mengeluh lelah di tengah-tengah pembelajaran, hal ini terjadi karena mereka belum terbiasa. Menyiasatinya, saya sediakan waktu untuk mereka beristirahat, boleh duduk tetapi kaki tidak boleh ditekuk selama beberapa menit saja. Sesuai dengan target, hanya dengan empat kali pertemuan para siswi sudah mulai bisa menghafalkan urutan gerakan yang diberikan.

Sampai Pulang Sekolah

Untuk menambah waktu, saya mencoba menawarkan mereka untuk belajar di luar jam sekolah. Responnya sungguh diluar dugaan. Meski pada awalnya mereka sempat takut untuk menghampiri posko KKN, setelah di hari berikutnya saya katakan untuk datang saja ke posko lagi, akhirnya mereka berani melakukannya.

Bahkan saya sempat berhutang pada mereka. Pernah sepulang sekolah, mereka datang dan rela menunggu  sampai jam tiga. Waktu itu saya dan teman-teman kebetulan memang sedang ada acara di kecamatan hingga menjelang petang. Namun, meski begitu mereka ternyata tak kapok untuk datang lagi.

Ya, setiap pulang sekolah beberapa siswi meluangkan waktunya untuk mendatangi posko KKN yang tidak jauh dari sekolah hanya untuk berlatih menari kembali. Bagi saya, hal ini cukup menjadi gambaran betapa antusiasnya mereka dalam belajar tarian tradisional yang memang sebelumnya belum pernah diajarkan di sekolah mereka.

Di ujung Pertemuan

Di pertemuan yang keempat, saya mencoba membagi mereka dalam dua kelompok secara random. Siswi kelas satu sampai lima saya campur dan masing-masing kelompok menyebut kelompoknya sebagai Melati dan Sakura. Kedua kelompok ini kemudian saya adu, mana yang paling bagus. Semangat mereka saya nyalakan dengan perkataan “Ada hadiah yang menunggu ”.

Tanpa instruksi atau aba-aba dari saya, kedua kelompok mampu menunjukan kehafalannya dan kekompakannya. Selama pertemuan demi pertemuan, ternyata mampu mereka serap dengan baik. Di akhir, masing-masing kelompok mendapatkan hadiah yang sama, bentuk apresiasi yang saya berikan. Hadiah yang tidak apa-apanya daripada semangat yang mereka berikan kepada saya setiap kali mengajar.

Meski Tidak Ada Jurusan Seni di Undip

Meski tidak terdapat Fakultas Jurusan Seni, khususnya Tari di Undip, bukan berarti Mahasiswa Undip tidak memiliki jiwa seni. Adanya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian Jawa di Undip, salah satu yang dapat menjadi tempat mencari “modal lebih” bagi mahasiswa yang tergabung didalamnya. Dan saya beruntung pernah menjadi bagian dari UKM tersebut, merasakan proses menggali ilmu tari bersama mereka yang jauh lebih ahli hingga bisa mengajarkan kembali pada mereka disini.

Saya tidak akan pernah lupa, ketika diakhir pertemuan  salah satu dari mereka berkata “Ka, Kembali Lagi ya Ka..”.

Pasti, nanti kakak tagih lagi hafalan gerakannya, ya adik-adikku..

[caption caption="Setelah selesai latihan, kita berpose dulu "]

[/caption]

[caption caption="Bilang"kudaaaa""]

[/caption]

Listhia H Rahman

*Foto Dokumen Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun