Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berangkat Salah Stasiun, Pulang Ketinggalan Kereta

15 Desember 2015   23:30 Diperbarui: 14 Agustus 2020   10:54 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada perjalanan yang membosankan. Selalu ada cerita yang tak terlupakan. Begitulah cara Tuhan merencanakan kejadian yang beda buat saya.

“Masih Lama, Tiketnya Masih Banyak Kok”

Pengumuman tentang kompasianival sudah jauh-jauh hari diumumkan. Jadi ada waktu yang panjang untuk bukan hanya merencanakan tetapi juga memesan tiket transportasi menuju Jakarta. Apalagi jika ingin menaiki pesawat, dari jauh hari bisa beruntung menemukan promo. Begitupun tiket kereta, pasti masih banyak kursi kosong yang bebas dipilih. Ongkosnya pun bisa cari yang paling murah. Maklum mahasiswa , kudu pinter mengelola keuangannya#ciee. Tetapi tetap saja, saya orang yang suka dadakan. Rencana ya rencana, tak sampai hati memesan yang sungguhan.

Padahal laman PT KAI sudah saya mulai jenguk dari bulan Oktober, H-2 bulan. Sudah sempat iseng memesan, tetapi tidak juga berangkat ke mesin ATM untuk melunasinya. Hangus. Beberapa kali itu kejadian karena beralasan “Masih Lama, Tiketnya Masih Banyak Kok”. Tawaran dari Bapak pun sempat terlontarkan, “Pakai pesawat aja, Bapak belikan”. Tawaran yang saya anggap angin lalu. Dibiarkan. “Pesawat kecepetan nyampe,sih”. Tiket pesawat, lepas landas.

Kompasianival makin dekat, H-2 , saya belum memegang tiket apapun. Tiket PP masih diangan-angan. Kebingungan dan panikpun sempat melanda. Tapi inilah gregetnya membeli tiket. Kereta menjadi pilihan yang tak saya ubah. Pokoknya naik kereta. Saya pun mengecek tiket keberangkatan dan juga untuk kepulangan. Tiket keberangkatan untuk Semarang- Jakarta menampilkan barisan tulisan merah.  Habis. Ya, namanya H-2.  Namun, masih ada harapan di sela kata Tersedia berwarna hijau. Untuk booking online? Masih ngarep banget namanya.

Pagi-pagi saya segera ke minimarket. Mengecek langsung disana. Dapat, tiket ke Pasar Senen seharga Rp 215.000 (+bonus teh celup, katanya hadiah). Itu untuk keberangkatan, untuk kepulangan saya masih bisa booking online. Harga yang tersisa Rp 190.000. Karena saldo lagi sekarat, sayapun meminta bantuan kakak di Kalimantan. “Tenang, uangnya di ganti,kok,wkwk”

Alhamdulilah, di H-1 , semua tiket PP sudah dimiliki. Saatnya packing...Saatnya Jakarta...

Berangkat Sendiri(an) saja ,karena kompasianer Semarang lainnya sibuk-sibuk.

Keberangkatan yang Salah Stasiun 

Jumat malam, saya sudah siapkan segalanya. Alhamdulilah, meski sore sempat hujan deras dan kilat menyambar tetapi itu semua tidak berlangsung lama. Kejadian ini sebenrnya sudah sempat saya tuliskan di medsos facebook sesaat setelah kejadian sih.. Tapi kan ga semua punya facebook saya?hehe

Ceritanya,  sebelum akhirnya duduk manis di kursi 7D kereta menoreh.

***

"Dek..nanti aku anter ke stasiunnya", kata mbak kos yang baik hati.

"Oke mba..jam delapan yahhh..."

Kemudian jam delapan lebih sampailah di stasiun. Baru sampai tiba-tiba seorang laki-laki menyambut kami –dengan nada agak galakn-.

"Mau ngapain mbak?"

"Ini mau ngeprint tiket online dulu pak..."

"Oh itu loh disanaa..."

Setelah menemukan lokasi yang dimaksud saya printlah itu tiket. Dan..saya meminta mbak kos untuk menemani saya karena kondisi stasiun yang sepi. Sepi? Dalam hati, tumben.

"dek..duduk disana yok..cek tiket ke jakarta.. pengen ke jakarta juga, nih," kami berdua pun duduk lesehan di lantai stasiun.

"Emm kalo dari sini..poncol..ada gak?"

"loh mbak ini poncol?"

"lhah iya..ini poncol.."

"poncol kan deket elisabeth.."

"iya dek..ini yang deket elisabeth.."

Karena tidak percaya..saya mengambil langkah..untuk mengecek kebenaran nama stasiun.

"mbaakkk ini poncoooool "

"lhah..keretamu bukan dari poncol..."

buka tiket lagi.. " mbak aku dari tawanggg..."

"waduh..., ayo buru pindahhh lokasiii.."

Jam sudah menunjukan jam setengah sembilan. Ditengah perjalanan kami berdua cuma ngakak hahahihi.

"Mbak..ko kayanya di ingetin ya..untung mbak cek tiket.."

"heeh.."

"Mbak, kalo tadi mbak gak nemenin aku..trus aku masuk ke stasiun sendirian sampe jam sembilan..gak jadi ke jakarta deh.."

Sesampainya di stasiun tawang..lima belas menit sebelum kereta benar benar melaju. Untung...

Ohya, pantesan stasiun sepi. Karena dari poncol tidak ada keberangkatan di jam 8 malam. Ntah, tiba-tiba lupa bentuknya stasiun tawang. Yang jelas-jelas lebih besar bangunannya dan yang khas pasti ada hiburan musiknya. #amnesiamendadak

Tiga Menit!

Sedih, harus segera meninggalkan acara di tengah-tengah yang hampir puncaknya. Ya, jadwal kepulangan menuntut saya untuk segera bergegas menuju stasiun. Hujan yang gerimis manja pun sempat menghiasi  langit ibu kota malam itu. Gak rela saya pulang, ya? Cupcup.

Untuk menimalisir waktu, saya mencoba untuk menaiki go-jek. Atas bantuan Mbak Wawa, akhirnya pemesanan berhasil dan beberapa menit kemudian muncul pemberitahuan nama driver yang akan menjemput saya . Katanya lima menit, ditunggu sampai dua belas-an menit dan datanglah yang ditunggu.

“mbak..mau lewat mana? "

"saya bukan orang jakarta, yang paling dekat aja., pak"

"lewat sudirman ya mbak.."

Awalnya semua berjalan semestinya. Jalanan jakarta pun terlihat menginjinkan kepergian saya. Tidak ada macet yang terlalu, tidak ada lampu merah yang menahan. Tetapi kecurigan itu tiba-tiba muncul, ketika abang gojek terlihat memilih jalan tembus sembari mengecek gps-nya.

"Pak..ini masih lama? kereta saya sudah menunggu"

Abang gojek pun mengatakan yang sebenrnya, "wah..masih 14 kilo mbak.. maaf..tadi ada polisi, jadi saya putar balik..jalan ditutup"

Waktu tinggal sembilan menit. Saya benar-benar pasrah. Ini bukan mengantar, tetapi keliling ibu kota. Semua barang yang menunjukan jam, saya benamkan. Cuma berharap, rotasi bumi diperlambat dulu.

Sampai kemudian, sampailah saya di pasar senen setelah satu jaman di jalan. Tapi, kesalahan dilakukannya lagi. Menurunkan saya jauh dri tempt masuk. Agak susah payah saya turun dari motor "cowok" abang gojek yang tinggi itu, terlebih saya juga sdg memakak wedges. "Ini..duapuluh ribu, ambil aja kembaliannya", karena saya sedang buru-buru , saya berlari semampunya. Mengejar kereta menoreh dibangku dua C.

Saya berlari, bunyi tanda kereta pergi bernyanyi. Dan, sampai belum langkah ini sampai menuju tempat pengecekan, seseorang tibatiba muncul di stasiun . Adalah teman saya yang ternyata sudah menunggu disitu.

"KAMU TELAT, KERETAMU TIGA MENIT YANG LALU"

Seketika tulang pergerakkan badan bawah seperti layu. Saya berjongkok. Tahan. Saya menahan air mata itu sampai di loket pembelian tiket. Dan, kenyataannya, tiket sudah habis untuk hari ini. Tumpah, Saya menangis dibalik masker dan stasiun berhsil membungkam saya.

Ada satu jam saya menangisi apa yang terjadi. Tidak tahu harus bagaimana. Rencana besok jadi berantakan. Padahal pagi harinya saya harus bertemu dengan Pak Camat dan melakukan survey desa bersama teman KKN. Semakin mengingat apa rencana yang seharusnya untuk esok pagi, malah membuat tangis saya tidak mau berhenti.

Setelah mencoba menenangkan diri. Saya mencoba cari solusi. Travel atau pesawat. Travel sepertinya tidak mungkin, tetap saja telat. Pesawat, ada keberangkatan jam enam pagi tapi ongkosnya dua juta. Duh, bingung. Mau menyambung kereta pun sudah tidak mungkin.

Tidak ada jalan lain selain keberangkatan kereta besok pagi dan terpaksa gagal menemui pak camat. Keputusan itu final setelah saya meminta saran dari koordinator desa yang memahami keadaan saya. Thankyou.

Sebelum akhirnya meninggalkan stasiun , saya sempat berkirim pesan ke abang gojek.

"Terima kasih lhoh, sudah buat saya ketinggalan kereta."

"terus mbak naik apa?" balasnya cepat.

Belum sempat saya menjawabnya, sebuah pesan masuk lagi. Permintaan maaf.

**

Pagi hari., saya kembali ke Pasar Senen. Kejadian tertinggal semalam sedikit membuat trauma. Andai tiga menit itu tidak berlalu.

Tiket baru sudah ditangan. Setelah dicek, saya diijinkan masuk untuk menunggu kereta yang akan tiba dalam beberapa menit lagi. Ya, kali ini saya tidak akan telat.

Gerbong delapan, gerbong buntut yang akan saya naiki akan ada disebelah kiri dimana saya berdiri. Tapi entah mengapa langkah kaki saya justru memilih menjauh ke kanan. Saya memilih duduk di tempat duduk penumpang di gerbong satu.

Dalam diamnya duduk saya jadi kepikiran, “apa yang belum terselesaikan hingga saya harus tertunda untuk pulang?”. Kemudian dari arah kiri, suara kereta datang. Saya kira kereta Jayabaya tetapi bukan, itu KRL. “Oh, apa mungkin gara-gara belum nyoba KRL yang ada photo narsis itu?”, hibur saya.

Suara laki-laki dipengeras suara mengingatkan para penumpang bahwa kereta akan segera datang. Saya memilih berdiri dan saatnya berjalan ke arah yang seharusnya. Melewati jalur kereta dua, tiga empat dan stop. Berhenti.

Kedatangan saya yang tiba-tiba berhenti ternyata mengusik salah satu potter – pembawa barang- yang sedang nongkrong disana.

“Mbak, gerbong berapa?”

“Delapan, pak”

“Wah, itu di sana..., masih jauh mbak. Jangan salah gerbong.”

“Ya, saya sengaja kok ditengah-tengah pak. Mending salah gerbong dari pada ketinggalan kereta”, tiba-tiba jadi baper.

“Lho kok bisa begitu,” bapak potter asli wonogiri itu penasaran.

“Iya, semalam saya ketinggalan kereta. Naik gojek diturunin di sana itu Pak”

“Kalau naik kereta itu lebih baik menunggu mbak, daripada ditunggu.”

“Iya pak..Eh itu ya Pak keretanya”

“Ya, bener mbak. Sana jalan mbak. Jangan ketinggalan lagi”

“Mari , Pak.”

Di sepanjang jalan saya tertawa dibalik masker dan mencoba memahami arti ketinggalan yang terjadi.

 

Menariknya dari kejadian ini adalah teman semasa SMA yang datang tiba-tiba di stasiun. Pas ditanya kenapa ada disana, dia mengatakan "aku punya feeling bakal kejadian kaya gini". Haah? sejak kapan temen ada yang main feeling begini. Teman saya sudah menunggu sejak setengah tujuh dan tidak juga menemukan saya sampai kereta berangkat. 

Saya pun tidak tahu apa yang akan terjadi, ketika saya harus sendirian menerima kenyataan ketinggalan kereta itu. Mungkin saya bakal seperti orang terdampar dan linglung tidak jelas.

Mungkin emang harus jadi cerita: Berangkat Salah Stasiun, Pulang Ketinggalan Kereta.

 

Listhia H Rahman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun