"..Susan susan susan, Besok gede mau jadi apa? Aku kepingin pinter. Biar jadi dokter. Kalau kalau benar jadi dokter kamu mau apa? mau suntik orang lewat juss jus juss.."
Tiba-tiba ingat lagu jaman anak-anak dulu. Susan yang ingin jadi dokter menyihir juga aku yang slalu polos jika ditanya : besok kalau sudah besar mau jadi apa? . Dokter. Ya, walaupun kenyataannya hari ini studi yang aku ambil bukan pendidikan dokter umum. Tapi setidaknya pernah mencoba daftar. Oya, tidak jugapun menyesal karena tidak begitu banting setir. Alhamdulilah diterima di fakultas kedokteran Universitas yang cukup ternama. Mungkin suami kelak yang seorang dokter atau anak kelak? Hehe.
Studiku saat ini mungkin tidak seperti mahasiswa lainnya. Terutama hal yang paling mencolok adalah dari segi tempat. Di saat teman-teman yang berstatus sama denganku kuliah di kampus dan bertemu tema-teman yang setipe “anak kuliahan”. Aku dan teman-teman sejurusanku harus kuliah di tengah kawasan Rumah Sakit. Mungkin mahasiswa lain ketika berangkat akan perpapasan kemudian saling tegur sapa dengan teman-teman mahasiswa jurusan lainya. Sedangkan aku tiap hari masuk keluar rumah sakit meski tidak sakit. Berbaur dengan pengunjung ataupun orang sakit yang dibawa dengan kasur berjalan adalah hal lumrah. Kadang tidak ada bedanya antara mau kuliah dan mau berkunjung. Ah,namanya juga sama-sama masuk Rumah Sakit.Sekedar intermezo,karena intinya bukanlah menceritakan perjalanan kehidupanku. Tapi sosok lain yang bisa menginspirasi dan aku rasa dalam momen yang pas.
Hari ini tanggal 24 oktober, untuk memastikan lagi aku mencoba mencari lewat google. Kemudian muncullah tulisan : "Hari Dokter Indonesia". Alasannya ?Bisa jadi berawal dari STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) . Dari 3 tokoh alumni STOVIA yang aktif dalam pergerakan yaitu dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Cipto Mangunkusumo dan dr. Sutomo lalu diputuskanlah tanggal 24 Oktober 1950 disahkannya Ikatan Dokter Nasional atau yang biasa kenal IDI di depan notaris Raden Kardiman di Jakarta sebagai buah Muktamar Dokter Warga Negara Indonesia 22-25 September 1950.
Ah, jadi ingat dan makin yakin untuku kenalkan sesosok yang aku kagumi. Seorang dokter. Meski sekarang raganya tak ada lagi, namun namanya selalu harum seperti Ibu kita,Kartini.
Semua tak jauh berawal dari tempat dimana sekarang aku belajar. Rumah Sakit Kariadi. "Kariadi" adalah nama dari seorang dokter yang pernah berjuang pada masa setelah kemerdekaan. Rumah sakit ini sebenarnya bernama Rumah Sakit Purusara (Pusat Rumah Sakit Rakyat). Namun diganti sebagai bentuk penghormatan kepada beliau yang sudah berjasa.
**
Sejarah pernah mencatat, ada yang dicegat kemudian ditembaki secara keji di Jalan Pandanaran. Soenarti. Istri beliau sempat mencegah untuk tak pergi .
“ini kondisi genting”
Tapi baginya berdiam justru lebih genting dan sang istri pun tak bisa berbuat apa-apa. Tujuannya mulia, mengecek sumber air di resevoir Siranda. Kabarnya racun disebar Jepang untuk meracuni seluruh warga. Ya, dia sempat dibawa ke RS Purusara. Namun,maut tak dapat ditolak-dia meninggal demi warga kota Semarang pada khususnya. Jadi ingat kata Bapak Proklamator : seperti bunga yang tidak mempropagandakan harumnya.Begitupun namamu Dokter Muda, tepat diusia 40 tahun satu bulan dia gugur sbg bunga bangsa. Dan perkenalkan dia tak lain adalah dr. Kariadi.
***
Ya, tempat sekarang aku belajar menyimpan jejak heroik pertempuran 5 hari di Semarang dan aku bersyukur belajar di tempat yang bersejarah ini. Semoga semangat beliau merasuk juga pada para (calon) dokter khususnya dan pada masyarakat Indonesia umumnya.
Bahwa perjuangan harus dilakukan tanpa kenal kata "setengah-setengah", meski nyawa bayarannya
*mengheningkan cipta*
Selamat Hari Dokter Indonesia,
Oya.. kalau Susan, susan sudah jadi dokter belum ya?
Salam hangat,
Listhia H Rahman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H