Mohon tunggu...
Lisnawaty Sihombing
Lisnawaty Sihombing Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Magister Akutansi Universitas Mercubuana

-

Selanjutnya

Tutup

Money

Tugas Matakuliah Prof Dr Apollo (Daito) : E-commerce dan Tax Treaty

17 Mei 2020   14:53 Diperbarui: 17 Mei 2020   15:31 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diagram diolah pribadi

1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace:

  1. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia platform marketplace;
  2. Apabila belum memiliki NPWP, pengusaha dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace;
  3. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, serta
  4. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kewajiban penyedia platform marketplace:

  1. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;
  2. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;
  3. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform marketplace sendiri, serta
  4. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.

Pada transaksi e-commerce, potensi penerimaan pajak dapat diperoleh dari pengenaan pajak PPN dan PPh.  Transaksi e-commerce perlu dikenakan pajak agar terciptanya keadilan bagi semua wajib pajak baik koncensional maupun e-commerce. Dengan demikian, sangatlah wajar jika transaksi e-commerce di kenakan pajak, mengingat tingkat transaksi melalui e-commerce terus meningkat.

Pemerintah melalui Kementrian Keuangan menyampaikan bahwa adanya wacana diberlakukannya penarikan pajak PPN dan PPh pada pelaku PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) atau yang disebut e-commerce. Berdasarkan draf RUU Omnibus law perpajakan, pasal 14 mengatur lebih lanjut soal kewajiban pajak untuk PMSE dalam negeri baik berupa PPh maupun PPN. Pasal 14 ayat 1 huruf a menyebutkan bahwa akan dipungut PPh atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak dalam negeri (SPDN). Sedangkan pasal 14 ayat 1 huruf B, untuk PPN atau pajak konsumen akan dipungut langsung oleh pelaku PMSE dalam negeri.

Namun, kenapa sampai saat ini pemerintah masih ragu memungut pajak dari e-commerce? Hal yang paling utama adalah karena pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan digital ekonomi bisa menimbulkan pengenaan pajak berganda, alasan pendukung lainnya yaitu kurangnya pengetahuan pajak tentang kewajiban perpajakan mengakibatkan kurang maksimalnya pembayaran pajak pada transaksi e-commerce.

Sedangkan jika e-commerce tidak dikenakan pajak, maka negara akan kehilangan penerimaan pajak dari e-commerce yang cukup banyak. Ini tentunya sangat merugikan negara.

Tax Treaty

Tax Treaty atau PerjanjianPenghindaran Pajak Berganda, yaitu perjanjian perpajakan antara dua negara mengenai hak-hak pemajakan masing-masing negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan upaya penghindaran pajak. Penghindaran pajak berganda memiliki tujuan, yaitu:

  • Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim dunia usaha
  • Meningkatan investasi modal asing
  • Meningkatkan sumber daya manusia
  • Agar dapat mencegah terjadinya pengelakan pajak, antar dua negara yang terlibat dalam perjanjian dapat saling memberikan informasi.
  • Antar dua negara yang terlibat perjanjian, memiliki kedudukan pemajakan yang sama

Selain itu, Tax treaty digunakan sebagai sumber hukum dalam perpajakan Internasional selain dari peraturan perpajakan domestic. Tax treaty mempunyai prinsip dasar yang hampir sama disetiap negara, yang membedakan adalah model perjanjiannya. Model treaty secara internasional terdiri dari 2 acuan, yaitu OECD Model dan UN Model.

Dalam hal perpajakan e-commerce di Indonesia, pemerintah menyiapkan payung hukum melalui Peraturan Pemerintah (PP) dalam pemungutan pajak atas transaksi e-commerce. PP tersebut dibuat sembari menunggu consensus The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tentang ekonomi digital, untuk menghindari terjadinya perpajakan ganda.

Demi untuk menciptakan keadilan, diharapkan agar pelaku e-commerce dapat dikenakan pajak, sekaligus dapat meningkatkan pendapatan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun