Spiritualitas Kemanusiaan dan Kesemestaan: Manusia Unggul ala Iqbal
Bagian pertama dari buku ini, "Spiritualitas Kemanusiaan dan Kesemestaan," menyoroti pentingnya hubungan manusia dengan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kemanusiaan. Neng Dara Affiah mengutip pemikiran tokoh-tokoh besar seperti Allama Iqbal, seorang filsuf Muslim asal Pakistan, yang terkenal dengan konsep manusia unggul. Iqbal berpendapat bahwa manusia seharusnya mengembangkan potensi diri secara holistik---baik dari segi intelektual, emosional, maupun spiritual. Iqbal menggambarkan manusia yang telah mencapai puncak kemuliaan sebagai burung rajawali yang terbang tinggi, bebas dari keterbatasan fisik dan sosial.
Buku ini mengajak pembaca untuk meresapi bahwa setiap individu harus terus bergerak maju untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, yang merupakan inti dari semangat globalisasi dan modernisasi. Neng Dara Affiah memadukan konsep manusia unggul dengan pengembangan potensi spiritual dan intelektual, serta tekad untuk terus berkembang dan memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat dan dunia.
Namun, di luar itu, buku ini juga mengkritisi pandangan tradisional mengenai perempuan yang sering dianggap lebih rendah dari laki-laki. Salah satunya adalah pandangan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk pria, sebuah konsep yang telah mengakar dalam banyak budaya. Neng Dara Affiah menilai bahwa keyakinan ini tidak hanya mendiskreditkan perempuan, tetapi juga membatasi potensi mereka. Pemahaman seperti ini menghasilkan apa yang disebut Pierre Bourdieu sebagai kekerasan simbolik, yang meskipun tidak tampak fisik, dampaknya bisa sangat merusak, memperburuk posisi perempuan dalam masyarakat.
Radikalisasi Agama dan Islam Moderat: Pemikiran Nurcholish Madjid
Bab kedua buku ini, "Islam dan Ikhtiar Pembaruan Ajaran Islam," membahas fenomena radikalisasi agama yang mengancam keberagaman dan persatuan bangsa. Neng Dara Affiah mengkritisi pandangan ekstrem yang berkembang dalam sebagian kalangan umat Islam, yang sering kali berakar dari ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi. Dalam menghadapi tantangan ini, Neng Dara Affiah menyerukan perlunya pemikiran Islam yang moderat, yang mengakomodasi nilai-nilai kebangsaan Indonesia, seperti yang dijelaskan oleh Nurcholish Madjid.
Dalam pembahasan ini, Neng Dara Affiah menunjukkan pentingnya memadukan ajaran Islam dengan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar etik negara Indonesia. Ia menyarankan agar umat Islam memahami ajaran agama dengan nalar kritis, tidak terjebak pada pemahaman yang sempit dan radikal yang dapat merusak tatanan sosial dan menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Salah satu contoh konkret dari fenomena radikalisasi yang dibahas dalam buku ini adalah peristiwa serangan teroris yang dilakukan oleh Zakiah Aini terhadap Mabes Polri pada 2021. Neng Dara Affiah menggunakan kasus ini untuk menggambarkan bagaimana kurangnya pemahaman kritis terhadap ajaran agama bisa berujung pada tindakan ekstrem. Ia mengkritisi bagaimana interpretasi agama yang dipengaruhi oleh ideologi tertentu dapat memicu kekerasan, dan mengajak pembaca untuk mengembangkan pemahaman agama yang lebih mendalam dan penuh kasih sayang.
Â
Kemajemukan Indonesia dan Paham Bhinneka Tunggal Ika
Bagian ketiga, "Keindonesiaan dan Kemajemukan," mengulas mengenai bagaimana Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, memiliki potensi untuk berkembang lebih baik apabila keberagaman dijadikan kekuatan, bukan beban. Neng Dara Affiah menekankan pentingnya memahami konsep Bhinneka Tunggal Ika yang terkandung dalam semboyan negara, yang menyatakan bahwa meskipun terdapat berbagai suku, agama, dan budaya di Indonesia, semua itu dapat hidup berdampingan dalam kesatuan.