Mohon tunggu...
Lis Liseh
Lis Liseh Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker/Pengajar

Apoteker dan Pengajar di Pesantren Nurul Qarnain Jember | Tertarik dengan isu kesehatan, pendidikan dan filsafat | PMII | Fatayat NU. https://www.facebook.com/lis.liseh https://www.instagram.com/lisliseh

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Trouble Maker (Part 8)

26 Maret 2019   14:13 Diperbarui: 26 Maret 2019   14:27 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia tetap membatu dalam diamnya tanpa berniat menjawab tawaran basa-basiku. Aku semakin salah tingkah, aku turun dan masuk ke rumah, mengintip sebentar dari jendela. Rades langsung tancap gas pergi. Aku langsung ke kamar, semua pertanyaanku tentang Rades menjejali otakku. Hatiku dibuat nyilu menghadapi perubahan sikapnya, diam sejuta kata, tak mau membuka mulut untuk bicara. Rades yang rumit. Serumit benang kusut yang tiada ketemu ujung pangkalnya.

Begitulah hari-hari selanjutnya, tak ada perbedaan, melihatnya dan Geng TM selalu membuat kekacauan lagi. Tak pernah muncul lagi dalam benakku semangat untuk menghentikan kegilaan Geng TM, semangat itu telah musnah seiring dengan perlakuan Rades padaku. Apa aku sakit hati dengan perlakuannya? Mungkin iya, setiap kali aku menatap wajahnya, muncul rasa sakit yang luar biasa, rasanya seperti sesuatu yang ingin aku candak ada di depan mata tapi tak bisa menggapainya, dan aku hanya bisa melihatnya begitu saja dengan segala tingkahnya. Semakin lama perasaan ini semakin membelengguku. Entah jenis perasaan apa ini? Semakin ia diam dan menjaga jarak, semakin aku ingin selalu mengajaknya bicara, ingin mencuri waktu andai saja ada kesempatan bersama dia. Tapi itu tidak mungkin dan jangan sampai mungkin terjadi. Begini saja lebih baik. Aku sudah cukup aman dari kegilaannya dan gengnya. Tapi tetap saja, setiap hari ingin menemuinya. Paling tidak melihatnya dari jauh, memastikan kalau manusia rumit yang satu ini masih hidup di bumi yang sama denganku. Begitu sudah cukup membuatku lega. Apa ini yang namanya rindu?

Hari ini Rades tidak lagi SMS mengingatkanku untuk ke rumahnya. Aku tetap bersiap berangkat ke rumahnya. Sesampainya di sana, satpam bilang kalau Pak Ryo sekeluarga keluar kota, iya sih ini kan hari Sabtu, mungkin mereka liburan. Dan akhirnya aku pulang membawa perasaan yang kosong.

Apa ini cinta? Cinta yang jauh dari kata cinta. Cinta yang jauh dari saling memiliki. Jika ada orang yang berkata cinta itu tak harus memiliki, itu hanyalah omong kosong. Tidak ada ceritanya ketika dia mencintai seseorang tidak mempunyai keinginan untuk memilikinya. Pasti perasaan untuk memiliki itu akan selalu bergejolak sepanjang cintanya tidak berada di dekapannya. Aku rasa kata-kata "Cinta tak harus memiliki"  hanyalah kata-kata yang diucapkan oleh seseorang yang putus asa karena tak bisa memiliki cintanya, sudah kehilangan cara untuk mendapatkannya. Maka kemudian dia menghibur dirinya dengan kata-kata "Cinta tak harus memiliki". Lalu apakah aku akan bernasib sama dengan kebanyakan orang yang mengucap "Cinta tak harus memiliki" itu? Oh, tidaakk...

Baca Juga: Trouble Maker (Part 1)

Trouble Maker (Part 2)

Trouble Maker (Part 3)

Trouble Maker (Part 4)

Trouble Maker (Part 5)

Trouble Maker (Part 6)

Trouble Maker (Part 7)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun