Mengukip kata-kata Bill Gates, terlahir dalam keadaan miskin bukanlah kesalahan. Namun mati tetap dalam keadaan miskin merupakan kesalahan. Sebab Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum ia sendiri yang berusaha merubahnya. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk masa depan, yang kerja-kerja kreatifnya merupakan akumulasi penentu masa depan.
Indonesia merupakan negara berkembang dengan ambang angka kemiskinan mencapai 10,86% atau sebesar 28,01 juta jiwa dari jumlah total  penduduk Indonesia pada tahun 2016 (BPS, 2016). Pada tahun 2019 ini pemerintah menargetkan terjadi penurunan angka kemiskinan sebesar 7-8%.Â
Salah satu usaha pemerintah dalam percepatan penanggulangan kemiskinan ini adalah dengan meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH). Sebab keluarga yang sejahtera merupakan pondasi suatu negara yang makmur, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.Â
Negeri yang baik, dengan seluruh kebaikan alamnya, dan kebaikan perilaku penduduknya sehingga mendatangkan ampunan dari Rabb alam semesta, menciptakan negara damai sejahtera dan makmur. Dimana ketimpangan sosial tidak membikin jurang yang sangat jauh antara si miskin dan si kaya.
Keluarga sejahtera (KS) merupakan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan sah yang mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, selaras dan seimbang antar anggota, antar keluarga dalam bermasyarakat di lingkungannya. BKKBN memaparkan beberapa indikator keluarga sejahtera dalam empat (4) kategori yang terangkum sebagai berikut:
- Keluarga Prasejahtera, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, dan kesehatan.
- KS I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, namun belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya.
- KS II, yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan perkembangannya, seperti menabung dan memperoleh informasi.
- KS III, yaitu keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan, namun belum dapat memberikan sumbangan maksimal terhadap masyarakat. Dan KS III plus adalah golongan yang dapat memberikan sumbangan nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Dikutip dari BPS pada Maret 2018, angka kemiskinan telah menurun menjadi 9,82% atau sebanyak 25,95 juta jiwa dari jumlah total penduduk Indonesia. Dibandingkan dengan data 2016, angka kemiskinan menurun sebesar 1,04% atau terdapat 2,06 juta jiwa yang dinyatakan lulus dari predikat miskin dalam rentang 2 tahun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Sosial (Kemsos), didapat bahwa:
- Jumlah penerima PKH tahun 2017 sebanyak 6.228.810 keluarga dengan anggaran sebesar Rp. 11,5 Triliun
- Jumlah penerima PKH tahun 2018 sebanyak 10.000.232 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 17,5 Triliun
- Target penerima PKH tahun 2019 sebanyak 10 juta KPM dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 32,65 Triliun
Dari Kemsos.go.id pula didapatkan data bahwa pada tahun 2014 terdapat 3 juta KPM dengan realisasi 93,26%. Tahun 2015 sebanyak 3,5 juta KPM terealisasi 100,29%. Tahun 2016 jumlah penerima PKH naik dua kali lipat menjadi 3,5 juta KPM dengan realisasi penyaluran 99,69%. Pada tahun 2017 jumlah KPM kembali meningkat menjadi 6 juta KPM dan realisasi penyaluran 103,8% dan tahun lalu yakni 2018 terdapat 10 juta KPM dengan realisasi penyaluran 100.023%. Tidak dijelaskan lebih ditail terkait persentasi realisasi yang melebihi 100%.
Program ini berfokus pada keluarga miskin terutama ibu hamil/menyusui, anak umur 0-6 tahun, anak usia sekolah (SD-SMA), penyandang disabilitas, dan lanjut usia (minimal usia 60 tahun) dengan jumlah nominal yang berbeda-beda, dihitung maksimal 4 jiwa dalam satu keluarga.Â
Hak KPM PKH diantaranya: bantuan sosial (bansos); pendampingan PKH; pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial; program bantuan komplementer di bidang kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya (Permensos No. 1/2018).Â
Bansos PKH ini disalurkan melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), seluruh transaksinya online, ini dimaksudkan untuk membangun ekonomi digital sebagai tuntutan era industri 4.0.Â
Sehingga selain menerima bansos, peserta KPM juga dikenalkan dengan produk perbankan. Penyaluran bantuan dilakuakan dalam tiga bulan sekali, terbagi menjadi empat tahap. Namun, pada 2019 ini bantuan disalurkan setiap bulan. Sehingga anggarannyapun meningkat, dari tahun 2018 yang sebesar 17,5 Triliun menjadi dua kali lipat di tahun 2019 menjadi 32,65 Triliun.
Setiap sesuatu pasti memiliki dua sisi yang bersebelahan atau berlawanan. Selain berbagai manfaat yang diberikan pemerintah dengan tujuan mensejahterakan warganya, terkadang dana bansos ini berubah menjadi jaminan hutang.Â
Sehingga ketika bansos cair, langsung ludes untuk bayar hutang tanpa ada sisa untuk ditabung. Padahal kesejahteraan merupakan akumulasi sisa. Uang yang setiap bulan sengaja kita sisakan untuk ditabung, sebagai modal usaha atau jaminan masa depan.Â
Mental yang semacam ini, hutang dulu bayar kemudian, harus pula mendapat pendampingan agar tidak lagi mengakar dalam budaya masyarakat prasejahtera. Di sinilah peran vital pendamping PKH dalam mengawasi aktivitas peserta KPM.Â
Pendamping juga wajib memastikan bahwa PKH ini memenuhi target 6T, yakni, tepat waktu, tepat kualitas, tepat administrasi, tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, dan tepat waktu.Â
Semisal ketika cair, pendamping mengajari bagaimana mengelola perencanaan keuangannya, dari total dana yang diperoleh dibagi-bagi, 300 ribu untuk gizi anak, 500 ribu untuk pendidikan anak, 300 ribu lagi untuk mengembangkan usaha, dll.
Seperti banyak cerita sukses peserta KPM pada kemsos.go.id yang berhasil lulus dari kepesertaan KPM sehingga dapat menjadi pengusaha kecil yang mandiri.Â
Inilah tujuan positif yang kita harapkan bersama, bahwa PKH ini merupakan bantuan yang dapat mengantarkan peserta KPM yang awalnya prasejahtera menjadi keluarga sejahtera yang mandiri, dapat memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya serta mampu mencukupi kebutuhan perkembangannya dengan menabung mempersiapkan masa depan, syukur-syukur usaha yang terlahir dari modal dana bansos ini dapat membuat mereka memberi manfaat nyata pula pada masyarakat di sekitarnya.Â
Misal usahanya sudah berkembang hingga mampu merekrut puluhan hingga ratusan karyawan baru. Sehingga dapat mengurangi pula angka  pengangguran di negeri ini. Membangun perekonomian Indonesia menjadi semakin kokoh menuju negara maju. Mental-mental mandiri seperti inilah harapan kita bersama dapat tumbuh subur dalam mewujudkan Indonesia maju, sejahtera, baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H