Mohon tunggu...
Lis Damayanti
Lis Damayanti Mohon Tunggu... Lainnya - LisDam_Handwriting

Talk less, write more.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balada Bansos Awal Tahun

18 Januari 2022   20:59 Diperbarui: 18 Januari 2022   21:29 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu aplikasi survey dari Kemensos (gambar: pejuangmuda.kemensos.go.id)

"Bu, uang PKH bulan ini koq belum masuk ya bu?" tanya salah seorang pengurus Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di awal bulan kala itu.

Bahkan, stok kembang api para pedagang kaki lima pinggir kota pun belum lagi habis dijajakan untuk memeriahkan selebrasi datangnya tahun baru, tapi pertanyaan-pertanyaan serupa sudah berdengung disana-sini.

Memang, jika disesuaikan dengan jadwal penyaluran, seharusnya dana bansos bersyarat ini dicairkan di bulan Januari sebagai jadwal tahap I. Namun tak ayal, kadang selisih waktu pencairan bisa saja terjadi. Bisa lebih cepat, bisa juga lebih lambat. Hal inilah yang kerap diributkan oleh ibu-ibu pengurus KPM PKH se-Indonesia.

Seperti yang diketahui bersama, sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan, program bantuan bersyarat yang dinamai Program Keluarga Harapan (PKH) ini, telah berjalan di Indonesia sejak tahun 2007 dan menjadi program unggulan pemerintahan Presiden Jokowi hingga saat ini. Terbukti, karena telah berhasil menekan jumlah masyarakat miskin yaitu sebesar 10,86% di tahun 2016 menjadi 7,60% di tahun 2021 (pkh.kemensos.go.id).

Program Keluarga Harapan yang berupa bantuan tunai bersyarat, mengusung prinsip pembentukan pola pikir dan kehidupan para penerima manfaatnya. Melalui pemantauan kedisiplinan mereka dalam menghadiri fasilitas-fasilitas pemerintah yaitu fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan sosial.

Selain itu, adanya pelatihan-pelatihan 'survival' bagi para pengurus KPM PKH dan/atau anggota rumah tangga lain yang diedukasi untuk bisa lebih mandiri dalam mengarungi kehidupan yang kian keras ini, diharapkan mampu membentuk keluarga tangguh yang bisa berdiri di kaki sendiri.

Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (foto: dokumentasi pribadi)
Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (foto: dokumentasi pribadi)

Adalah Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau yang oleh para KPM PKH sebut sebagai 'sekolah PKH'. Diselenggarakan sekali dalam sebulan secara berkelompok oleh satu atau beberapa narasumber yaitu pendamping sosial PKH yang ditugaskan di setiap lingkup wilayah tertentu.

Melalui P2K2 ini, para KPM PKH dibentuk pola pikirnya agar mampu mengelola rumah tangga menjadi rumah tangga yang mandiri, sehat, dan produktif. Tidak lagi bergantung pada bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah setiap 3 bulan sekali ataupun bansos-bansos lainnya.

Sejauh ini, program tersebut bisa dikatakan berhasil membentuk keluarga miskin di Indonesia menjadi keluarga mandiri yang berdikari. Dilihat dari semakin tingginya tingkat graduasi KPM PKH hingga akhir tahun 2021 kemarin yang artinya tingkat kemiskinan semakin berkurang.

Namun sayang, ibarat menyaring, selalu saja ada partikel yang tertinggal di dasar kain saringan. Seperti itu pula yang terjadi di program ini. Yaitu masih ada sekian persen KPM PKH yang belum juga berubah pola pikirnya. Masih saja mengandalkan bantuan tunai tersebut di tiap jadwal penyaluran.

Home visit ke rumah salah satu penerima manfaat PKH (foto: dokumentasi pribadi)
Home visit ke rumah salah satu penerima manfaat PKH (foto: dokumentasi pribadi)

"Saya masih ada anak sekolahnya, bu" protes salah satu pengurus KPM PKH ketika bantuannya terhenti karena telah digraduasi, yang artinya telah dianggap sejahtera dan tidak lagi layak untuk menerima bantuan.

Mirisnya, ungkapan tersebut malah sering terlontar dari KPM PKH yang justru sudah sejahtera. Sudah memiliki hunian yang permanen (dinding batu, atap seng, lantai keramik, dsb.), sudah memiliki penghasilan tetap yang mencukupi, sudah memiliki aset (kendaraan bermotor, tanah, binatang ternak, perhiasan emas, dsb.), atau memiliki usaha yang sudah cukup besar omsetnya.

Menyedihkan memang, ketika di daerah yang sama, masih banyak keluarga yang lebih layak untuk menerima bantuan namun telah berani mandiri. Sedangkan masih ada saja keluarga yang sudah terbilang sejahtera namun masih terus mengharapkan bantuan dari pemerintah.

Jika dikaji, sebenarnya masalah yang harus ditanggulangi adalah bukan tentang penduduk yang miskin materi tapi tentang penduduk yang miskin mental. Disinilah seharusnya pemerintah lebih detail lagi menanganinya.

Program yang berjalan sebenarnya sudah cukup baik jika dilihat dari pencapaian yang ada. Namun untuk mengatasi 'partikel tersaring' yang dimaksud, sepertinya dibutuhkan penanganan lebih khusus lagi.

Bisa dimulai dari pembatasan jangka pemberian bantuan, misalnya paling lama hanya selama 5 tahun. Sehingga dengan begitu mereka akan berpikir jika kelak tidak lagi menerima bantuan, mereka harus sudah mempunyai modal untuk hidup mandiri.

Selanjutnya, pemutakhiran kurikulum 'sekolah PKH' agar lebih bersifat pendidikan karya kerja nyata. Agar para KPM PKH yang notabene pendidikannya hanya sebatas Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Dasar, bisa langsung mempraktikkan hasil pendidikan di pertemuan bulanan PKH tersebut di kehidupan sehari-harinya.

Salah satu aplikasi survey dari Kemensos (gambar: pejuangmuda.kemensos.go.id)
Salah satu aplikasi survey dari Kemensos (gambar: pejuangmuda.kemensos.go.id)

Selain itu, terkait olah data penerima bantuan yang terasa masih carut marut, baiknya segera dirampungkan agar tidak lagi terjadi penerima bantuan yang salah sasaran. Bisa diawali dengan perbaikan aplikasi yang lebih efektif dan efisien dalam mengelola perjalanan para penerima manfaat Program Keluarga Harapan.

Semoga pemerintah semakin bijak dalam menangani upaya penanggulangan kemiskinan yang masih menjadi salah satu permasalahan negeri kita. Sehingga tidak ada lagi ditemukan warga miskin materi, terlebih lagi miskin mentalnya. Aamiin..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun