"Bu, uang PKH bulan ini koq belum masuk ya bu?" tanya salah seorang pengurus Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di awal bulan kala itu.
Bahkan, stok kembang api para pedagang kaki lima pinggir kota pun belum lagi habis dijajakan untuk memeriahkan selebrasi datangnya tahun baru, tapi pertanyaan-pertanyaan serupa sudah berdengung disana-sini.
Memang, jika disesuaikan dengan jadwal penyaluran, seharusnya dana bansos bersyarat ini dicairkan di bulan Januari sebagai jadwal tahap I. Namun tak ayal, kadang selisih waktu pencairan bisa saja terjadi. Bisa lebih cepat, bisa juga lebih lambat. Hal inilah yang kerap diributkan oleh ibu-ibu pengurus KPM PKH se-Indonesia.
Seperti yang diketahui bersama, sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan, program bantuan bersyarat yang dinamai Program Keluarga Harapan (PKH) ini, telah berjalan di Indonesia sejak tahun 2007 dan menjadi program unggulan pemerintahan Presiden Jokowi hingga saat ini. Terbukti, karena telah berhasil menekan jumlah masyarakat miskin yaitu sebesar 10,86% di tahun 2016 menjadi 7,60% di tahun 2021 (pkh.kemensos.go.id).
Program Keluarga Harapan yang berupa bantuan tunai bersyarat, mengusung prinsip pembentukan pola pikir dan kehidupan para penerima manfaatnya. Melalui pemantauan kedisiplinan mereka dalam menghadiri fasilitas-fasilitas pemerintah yaitu fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Selain itu, adanya pelatihan-pelatihan 'survival' bagi para pengurus KPM PKH dan/atau anggota rumah tangga lain yang diedukasi untuk bisa lebih mandiri dalam mengarungi kehidupan yang kian keras ini, diharapkan mampu membentuk keluarga tangguh yang bisa berdiri di kaki sendiri.
Adalah Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau yang oleh para KPM PKH sebut sebagai 'sekolah PKH'. Diselenggarakan sekali dalam sebulan secara berkelompok oleh satu atau beberapa narasumber yaitu pendamping sosial PKH yang ditugaskan di setiap lingkup wilayah tertentu.
Melalui P2K2 ini, para KPM PKH dibentuk pola pikirnya agar mampu mengelola rumah tangga menjadi rumah tangga yang mandiri, sehat, dan produktif. Tidak lagi bergantung pada bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah setiap 3 bulan sekali ataupun bansos-bansos lainnya.
Sejauh ini, program tersebut bisa dikatakan berhasil membentuk keluarga miskin di Indonesia menjadi keluarga mandiri yang berdikari. Dilihat dari semakin tingginya tingkat graduasi KPM PKH hingga akhir tahun 2021 kemarin yang artinya tingkat kemiskinan semakin berkurang.
Namun sayang, ibarat menyaring, selalu saja ada partikel yang tertinggal di dasar kain saringan. Seperti itu pula yang terjadi di program ini. Yaitu masih ada sekian persen KPM PKH yang belum juga berubah pola pikirnya. Masih saja mengandalkan bantuan tunai tersebut di tiap jadwal penyaluran.