Mohon tunggu...
Lisda Dwi Nasywa
Lisda Dwi Nasywa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik UIN Jakarta

Saya memiliki hobi membaca cerita fiksi dan menulis. Dan sampai saat ini, saya masih terus belajar untuk menjadi penulis yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harmoni Antara Adab dan Ilmu dalam Retorika Dakwah

25 Juni 2024   15:41 Diperbarui: 25 Juni 2024   15:52 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Syamsul Yakin dan Lisda Dwi Nasywa (Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dakwah dan retorika sebagai suatu disiplin ilmu harus bebas dari bias nilai; dengan kata lain, pengembangan mereka harus didasarkan hanya pada ilmu pengetahuan tanpa terpengaruh oleh hal-hal di luar ilmu pengetahuan, seperti adab. Dengan kata lain, baik dakwah maupun retorika tidak bisa lepas dari adab yang berasal dari ajaran agama dan budaya; keduanya tetap mempertimbangkan aspek adab.

Oleh karena itu, dalam retorika dakwah, adab dan ilmu harus dipadukan. Sangat penting untuk mempertimbangkan konsep bahwa "ilmu bukan untuk ilmu" tetapi "ilmu untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan akhirat". Ilmuwan bertujuan untuk membantu manusia. Adab sangat penting dalam situasi ini. 

Retorika dakwah sebenarnya mencakup aturan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang luhur selain metode dakwah yang efektif, efisien, dan menarik. Pada awalnya, dakwah itu bersifat subjektif, dogmatis, dan penuh nilai. Retorika juga berasal dari budaya dan muncul dari satu sistem nilai.

Adab harus menyatukan budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia, yang berawal dari budaya, berkembang menjadi seni berbicara, dan akhirnya diakui sebagai ilmu. Dimulai dengan dogma atau ajaran agama, berkembang menjadi pengetahuan berdasarkan pengalaman ilmiah, dan akhirnya menjadi ilmu dakwah yang mapan. Semua ini harus diiringi dengan adab. Kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai sangat penting dalam berdakwah.

Dua hal penting muncul ketika retorika dakwah menggabungkan adab dan ilmu. 

  • Pertama, bersihkan dakwah dari komodifikasi. Menjadikan dakwah sebagai barang dagangan disebut komodifikasi dakwah. Selama ini, dakwah sering ditutupi dengan profesionalisme dan manajemen. Orang-orang yang berilmu dan beradab akan menolak dakwah untuk dimodifikasi. Dai dan mitra dakwah tidak boleh memperdagangkan dakwah; namun, mereka boleh mengajarkan bisnis dalam dakwah karena Nabi, para sahabat, dan ulama banyak yang berprofesi sebagai pedagang.
  • Kedua, dai benar-benar akan menjadi profesional jika mereka memadukan ilmu dan adab dalam retorika dakwah. Adab dan pengetahuan dalam dakwah dan retorika adalah lebih penting daripada menjadi profesional yang dibayar.

Profesionalisme bukan berarti tidak bekerja sebagai dai. Dai dapat bekerja di bidang apa pun tanpa mengabaikan profesionalisme karena profesionalisme dalam hal ini berarti menghayati sepenuh hati apa yang mereka katakan dan mengamalkannya berdasarkan ilmu dan adab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun