Mohon tunggu...
Lisa Yunitha
Lisa Yunitha Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Senang menulis dan literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tiga Tungku Mengupayakan Pendidikan Berkarakter di Tengah Gempuran Teknologi Digital

30 Juli 2024   23:09 Diperbarui: 1 Agustus 2024   22:32 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilematika Teknologi digital dalam dunia Pendidikan : Antara Fasih teknologi dan upaya mencapai pendidikan yang berkarakter.

                      Geliat Teknologi digital hari-hari belakangan ini semakin menggila membuat kita berasa seperti dikejar oleh sistem yang satu ini agar terlihat sejajar, selevel, sefrekuensi, tidak gaptek dan apapun itu sebutannya.  Semua orang berlomba agar bisa menguasai aplikasi  teranyar, karena dengan demikian bisa memahami  apa yang sedang terjadi dan bisa menentukan sikap dan pilihan yang terbaik. Keberadaanya seperti dua sisi mata pisau, tajam memberi manfaat tapi juga tumpul berasa dibodohi karena berakibat pada cara berpikir dan perilaku yang seakan  di setir atau diremote  olehnya

                     Teknologi digital merujuk pada penggunaan perangkat elektronik dan sistem berbasis komputer untuk memproses, menyimpan, dan mentransmisikan informasi dalam bentuk digital. Ini mencakup berbagai teknologi seperti komputer, internet, perangkat mobile, perangkat lunak, dan aplikasi yang digunakan untuk komunikasi, manajemen data, hiburan, dan berbagai aktivitas lainnya. Teknologi digital telah mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan mengakses informasi, serta menciptakan berbagai peluang dan tantangan baru di berbagai sektor.

                    Salah satu sektor yang cukup memberi andil dalam peradaban manusia adalah sektor pendidikan. Ketika melihat pengaruh positif teknologi digital, dunia pendidikan, seperti mendapat angin segar karena teknologi memberi kemudahan dalam menjawabi semua pertanyaan-pertanyaan, mengapa, dan bagaimana caranya melakukan ini, menciptakan itu atau menyelesaikan suatu masalah. Hal yang sangat jelas terjadi dalam dunia belajar mengajar misalnya, seorang siswa/i  dan guru akan mudah menyelesaikan tugas  ketika mereka mengakses informasi dari internet dengan mengcopy/ menjiplak apa yang ada di internet. Memang benar ada hal positif bahwa mereka bisa menyelesaikan tugas yang diberikan dan  mendapat informasi yang up to date tetapi di sisi lain hal ini membuat siswa/i menjadi latah (membeo) serta miskin dan tumpul akan ide baru dan karya orisinil yang seharusnya dipacu.

                     Kekhawatiran akan bisa atau tidak tercapainya pendidikan yang berkarakterpun  bisa dilihat ketika   dalam mengakses informasi, siswa/i belum bisa menyaring informasi yang diperoleh sehingga semua hal yang dilihat menarik dan keren menurutnya akan ditiru tanpa tau essensi yang bisa memberi manfaat pada keberlangsungan proses yang dijalani dalam rangka pembentukan karakter diri. Percakapan dalam narasi orang dewasa, gestur tubuh dan gerakan erotic  bisa dengan mudah di akses dari aplikasi manapun, dan inilah  bisa menjadi boomerang dalam dunia pendidikan.

                     Lalu apa yang bisa dilakukan agar masalah  karakter yang hampir di ujung tanduk ini bisa terselamatkan? Ini menjadi pekerjaan rumah bersama antara orangtua dirumah, fungsi pendidik di sekolah, dan lingkungan sosial kemasyarakatan dalam fungsi sosial, budaya dan agama harus menjadi tiga tungku yang  rendah hati mau bersinergi menciptakan generasi emas yang berkarakter, yang kekinian namun tetap memiliki orisinilitas dan ciri khas ketimuran yang terjaga.

                     Orangtua harus menjadi sekolah pertama yang memiliki akar kuat atau fondasi tentang agama yang kokoh, memberi batasan pada anak agar tau yang boleh dan yang tidak boleh. Kemudian sekolah sebagai perpanjangan tangan lebih memperkuat fungsinya melalui tata aturan yang tegas dalam memberi punishment dan reward, lalu lingkungan sebagai ruang yang lebih kompleks hendaknya menjadi  labirin aturan hingga anak bisa keluar sebagai pribadi yang matang dan cerdas dalam ilmu pengetahuan, spiritual, emosional dan sosial kemasyarakatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun