Mohon tunggu...
Lisa Septiana
Lisa Septiana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kejahatan Kemanusiaan Berbasis Gender dan Seksual

23 April 2017   00:17 Diperbarui: 23 April 2017   17:00 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini pelecehan seksual  merupakan kejahatan kemanusiaan yang sedang marak terjadi.  Pelecehan seksual tidak selalu berkaitan langsung dengan jenis kelamin seseorang.  Sebagian besar orang menganggap pelecehan seksual adalah tentang gairah seksual. Padahal pelecehan seksual merupakan tindakan mengabaikan atau memandang rendah suatu kehormatan orang lain yang dilakukan secara individu maupun kelompok. 

Seperti dari hasil penelitian yang memfokuskan pada tingkah laku yang bersifat seksual: seorang atasan yang menekan bawahannya untuk melakukan aktivitas seksual, sesama rekan kerja yang berulang kali mengajak untuk kencan berdua, atau bahkan hanya sekedar mengamati bentuk tubuh seseorang. Hal tersebut menyebabkan orang berasumsi bahwa tindakan pelecehan seksual termotivasi oleh hasrat untuk melakukan kegiatan seksual.

Ada dua pengertian mengenai pelecehan seksual. Pengertian yang pertama yaitu secara apriori dan yang kedua yaitu secara empiris. Pengertian pelecehan seksual secara apriopri yaitu berdasarkan pengetahuan yang didapatkan dari anggapan sebelum mengetahui, melihat, dan menyelidiki keadaan yang sebenarnya. Secara apriori, pengertian pelecehan seksual terdiri dari pernyataan umum yang menggambarkan sifat perilaku, terkadang status hubungan orang yang terlibat dengan tanpa penjelasan formal mengenai tindakan yang tidak diinginkan oleh penerima. 

Sedangkan secara empiris, yaitu berdasarkan pengalaman terutama yang diperoleh dari penemuan, percobaan, dan pengamatan yang telah dilakukan. Jadi, pelecehan seksual tidak hanya tentang keinginan untuk melakukan kegiatan seksual, tetapi dapat juga tanpa melalui kontak fisik, misalnya membiarkan sesesorang, baik perempuan maupun laki-laki untuk tidak diterima dan tidak dihargai di suatu tempat.

Seseorang melakukan tindakan pelecehan seksual tidak semata-mata hanya untuk meluapkan hasrat seksualitasnya, tetapi ada banyak motif yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan pelecehan seksual tersebut. Motif pelecehan seksual yang pertama yaitu motif keinginan seksual. Pelecehan seksual merupakan diskriminasi jenis kelamin yang bersifat seksual karena tindakan seksual terhadap seseorang termotivasi oleh individu itu sendiri. 

Pada motif ini pelecehan seksual merupakan ekspresi dorongan seksual yang dilakukan oleh laki-laki sebagai agen seksual kepada wanita yang berperan sebagai objek seksual. Pada perspektif ini, kebanyakan laki-laki melecehkan wanita karena laki-laki memiliki kekuatan yang lebih dari pada wanita. Sehingga hal tersebut menimbulkan asumsi bahwa pelaku pelecehan seksual menggunakan kekuatan mereka untuk memaksa orang lain melakukan kegiatan seksual karena menginginkannya  secara seksual.

Motif pelecehan seksual yang kedua yaitu motif dominasi laki-laki. Motif dominasi laki-laki menunjukkan bahwa keinginan laki-laki untuk mendominasi wanita mendorong pelecehan seksual lebih tinggi. Pada motif ini, laki-laki cenderung mengatakan bahwa mereka akan melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap wanita apabila diberi kesempatan. 

Wanita yang menantang dominasi laki-laki tidak hanya cenderung menjadi sasaran pelecehan jenis kelamin tetapi juga akan mengalami pelecehan seksual. Motif ini sangat mendiskriminasi kaum laki-laki karena menyiratkan bahwa hanya laki-laki yang termotivasi melakukan tindakan pelecehan seksual, namun membela kaum wanita yang belum pasti tidak melakukan tindakan pelecehan seksual.

Sedangkan motif yang terakhir yaitu motif status sosial. Motif status sosial yaitu  untuk melindungi atau meningkatkan status sosial seseorang dari sebuah ancaman. Pelecehan seksual terjadi karena motif status sosial terbentuk dalam konteks hirarki gender. Status sosial menurut jenis kelamin memotivasi seseorang untuk mempertahankan status mereka.

Selain motif-motif di atas, ada juga beberapa faktor pendorong terjadinya tindakan pelecehan seksual. Faktor yang utama yaitu keimanan seseorang, apabila seseorang kurang menanamkan nilai-nilai agama pada dirinya, ia tidak akan mempercayai adanya Tuhan sehingga akan bertindak sesuai apa yang ia inginkan. Orang-orang yang tidak mempercayai adanya Tuhan pasti akan berbuat tanpa memikirkan akibat yang akan ia peroleh.

Faktor yang kedua yaitu faktor biologis manusia. Kebutuhan biologis manusia salah satunya yaitu kebutuhan seks seseorang yang disebabkan oleh hormon seks dalam tubuh manusia. Kebutuhan seks seseorang yang belum memiliki pasangan yang pasti akan mencari pelampiasan lain untuk memenuhi hasratnya tersebut.

Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua juga merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pelecehan seksual. Anak-anak korban dari perceraian orang tuanya yang biasanya mengalami hal tersebut. Anak-anak yang seharusnya mendapatkan pendidikan dan kasih sayang dari orang tua di rumah harus menanggung beban pikiran yang didapatkan efek dari perceraian kedua orangtunya. Mereka mencari kebahagian di luar dengan sebebas-bebasnya tanpa memperdulikan orang lain.

Hal lain juga terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pendidikan mengenai seks. Orang-orang yang merasakan duduk di bangku sekolah sampai jenjang SMA pasti pernah mendapatkan pelajaran mengenai seks, namun apabila orang tersebut hanya bersekolah sampai SD dapat dipastikan orang tersebut belum mendapat pelajaran mengenai seks yang benar. Orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan mengenai seks dan bahayanya tidak berpikir dahulu ketika melakukan tindakan yang berhubungan dengan seks. Mereka hanya memikirkan kenikmatan yang hanya sementara tanpa berpikir panjang.

Kondisi kejiwaan seseorang juga berpengaruh dalam tindak pelecehan seksual. Apabila seseorang pernah mendapatkan tindak pelecehan seksual pada masa lalu biasanya orang tersebut akan mengalami gangguan kejiwaan. Mereka biasanya akan merasa trauma dan tidak sedikit yang menjadi “stress”. Tak jarang mereka juga merasa ingin balas dendam supaya orang lain merasakan juga apa yang ia rasakan.

Faktor yang terakhir yaitu lingkungan pergaulan seseorang. Seseorang yang bergaul di lingkungan yang kurang baik biasanya akan menjadi pelaku pelecehan seksual bahkan menjadi korban pelecehan seksual itu sendiri. Apabila seseorang bergaul dengan orang-orang yang tidak memiliki sopan santun dapat dipastikan orang tersebut akan mudah dihasut untuk melakukan tindakan keji seperti yang dilakukan teman-temannya. Seseorang yang berteman dengan orang-orang yang bermoral buruk akan juga mudah menjadi korban pelecehan seksual. Misalnya saja cara berpakaian seseorang. Apabila orang tersebut berpakaian yang tidak sopan dan cenderung terbuka dapat memicu tindak pelecehan seksual kepadanya.

Pelecehan seksual mencakup banyak hal. Bentuk pelecehan seksual yang sangat jelas terlihat  dan sangat fatal. Komnas Perempuan mengidentifikasi pelecehan seksual memiliki berbagai bentuk, yaitu kasus pemerkosaan, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan umtu tujuan seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa diskriminatif, diskriminasi perempuan, dan kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Selain itu memeluk, mencium, membelai, dan membuat gerakan seksual dengan tangan atau melalui gerakan tubuh juga merupakan pelecehan seksual. Hal lain yang termasuk dalam pelecehan seksual yaitu sentuhan disengaja, bersandar, menikung, mencubit, menggoda dengan lelucon atau ucapan yang tidak diinginkan, mengirim gambar “tidak senonoh”, berkomentar seksual tentang pakaian, anatomi, dan penampilan seseorang, bersiul pada seseorang, menatap seseorang dari ujung rambut hingga kaki, dan mengedipkan mata, bahkan memberikan hadiah pribadi yang berbau seksual. Meskipun terlihat biasa dan tidak terlalu fatal tetapi hal tersebut masuk dalam kategori pelecehan seksual.

Di Indonesia, pelaku pelecehan seksual tidak hanya kaum wanita saja, tetapi laki-laki juga dapat sebagai korban. Pelecehan seksual tidak mengenal batasan usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan orang tua. Pelaku pelecehan seksual juga tidak hanya laki-laki saja, tidak jarang seorang wanita juga sebagai pelaku pelecehan seksual. Mereka melakukan tindakan pelecehan seksual semata-mata untuk memuaskan hasrat seksual mereka.

Banyak orang menganggap wanita yang sering menjadi korban dalam tindak pelecehan seksual, tetapi tidak selamanya hal tersebut benar. Seperti yang terdapat dalam timeline media sosial “line”,penulis pernah membaca sebuah status yang ditulis oleh seorang mahasiswa laki-laki berinisial A yang menjadi korban pelecahan seksual di tempat umum. Kejadian tersebut terjadi saat mahasiswa laki-laki berinisial A melakukan perjalanan pulang dari Jogjakarta ke Jakarta naik kereta api kelas ekonomi (PROGO). Cerita bermula saat si A itu akan duduk di seat 2A ternyata sudah ada penumpang lain yaitu seseorang bejenis kelamin laki-laki yang duduk di tempatnya. Si A itu kemudian memutuskan untuk duduk di seat 2B.

Sambil menunggu perjalanan, si A memutuskan untuk menonton film, tiba-tiba laki-laki disebelahnya ikut mengomentari film tersebut. Merasa tidak nyaman dengan sikap laki-laki itu, si A memutuskan untuk tidak melanjutkan menonton film dan memilih untuk belajar biologi. Laki-laki di sebelah si A tiba-tiba tersenyum kepada si A. si A merasa lebih aneh lagi. Tidak disangka tiba-tiba laki-laki itu menyandarkan kepalanya di bahu si A dan kemudian tertidur. Si A masih merasa biasa karena menganggap jika laki-laki tersebut kecapekan.

 Si A kemudian memutuskan untuk tidur. Ia kemudian merasakan ada hal aneh yang memegang tangannya. Akan tetapi dengan positif thinking ia tetap tertidur dan berpikir bahwa itu merupakan gesekan antara tangan dan celananya. Lebih jauh lagi tiba-tiba laki-laki itu menarik tangan si A dan memaksanya untuk memegang alat kelaminnya. Sontak saja si A langsung terbangun dan menarik tangannya. Dengan adanya kejadian tersebut si A langsung meninggalkan laki-laki disebelahnya itu dan tidak memperpanjang masalah. Si A berpikir apabila memperpanjang masalah tersebut pasti akan ribet sendiri nantinya.

Pengalaman lain yaitu dialami sendiri oleh penulis. Dengan seiring kemajuan jaman, teknologi juga semakin canggih. Banyak media sosial yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Akan tetapi hal tersebut disalah gunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Penulis menggunakan media sosial untuk bekomunikasi dengan teman-teman, tetapi tidak jarang penulis mendapat direct message dari orang yang tidak dikenal berupa gambar-gambar alat kelamin. Hal tersebut sangat mengganggu kita sebagai pengguna media sosial yang “jijik” dengan gambar-gambar seperti itu.

Seperti yang kita ketahui, di Indonesia kasus pelecehan seksual belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Ada berbagai faktor yang menghambat kasus pelecehan seksual muncul ke pemerintah terutama faktor individu. Para korban pelecehan seksual merasa bingung dengan tindakan yang akan diambilnya. 

Di satu sisi korban merasa sangat dirugikan akibat pelecehan seksual, tetapi di sisi lain apabila korban melaporkan kasus pelecehan seksual tersebut akan merasa sangat malu apabila kasus tersebut dipublikasikan. Faktor lain yaitu belum adanya prosedur dan peraturan hukum yang jelas mengenai pelecehan seksual. Sehingga korban pelecehan seksual lebih memilih menyelesaikan masalah dengan jalur di luar hukum seperti berdamai secara kekeluargaan.

Untuk mengantisipasi tindak pelecehan seksual ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Yang pertama yaitu bersikap sopan kepada semua orang karena biasanya pelecahan seksual terjadi akibat dendam terhadap seseorang yang dianggap terlalu angkuh dan sombong. Kedua, tidak memakai pakaian ketat dan terbuka yang menarik perhatian banyak orang. 

Kemudian, membekali diri dengan keterampilan bela diri. Yang ketiga yaitu selalu waspada dimanapun kita berada, baik tempat kerja, sekolah, bahkan angkotan umum dan berhati-hati dengan orang yang baru saja kita kenal. Dan yang terakhir, selalu menyimpan nomer telepon polisi sehingga kita bisa langsung menghubungi pihak kepolisian apabila terjadi hal-hal yang mencurigakan.  

Referensi:

www.presidenri.go.id

Berdahi, Jenifer L. 2007. Harassment Based on Sex: Protecting Social Status in the Context of Gender Hierarchy. Toronto: Academy of Management Review. Vol. 32. No. 2: 641-658.

Paludi, Michele A. 1996. Sexual Harassment on College Campuses: Abusing the Ivory Power.USA: State University of New York Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun