Mohon tunggu...
Lisa Selvia M.
Lisa Selvia M. Mohon Tunggu... Freelancer - Literasi antara diriku, dirimu, dirinya

Anti makanan tidak enak | Suka ke tempat unik yang dekat-dekat | Emosi kalau nemu hoaks

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kata "Literasi" Penting bagi Ulama, KH Aqil Said Siradj?

14 Mei 2019   14:21 Diperbarui: 14 Mei 2019   14:55 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu penelitian mengungkapkan di kalangan terdidik dan beragama justru paling rentan terkena jeratan hoaks dan tertinggi dalam memproduksi ujaran-ujaran kebencian. 

Hal ini tentunya mengherankan, diharapkan dengan peningkatan kualitas pendidikan dan keberagamaan seharusnya bisa menjadi benteng dalam membedakan hoaks serta tidak dan bertutur kata dengan santun. 

Ternyata hal ini disebabkan agama yang hanya diletakkan sebagai energi tetapi tidak berjiwa rasional. Seharusnya agama membawa kepada kehidupan yang lebih "berkualitas" justru kekerasan dan kegaduhan lebih diutamakan.

 Menilik pada istilah Erich Fromm, perilaku keagamaan telah berubah otoriter dan lepas dari fungsi humanis. Istilah bekennya "kebablasan beragama" menurut saya. Para kaum elite agama dan kaum terpelajar tidak bisa atau kurang bisa menjadi pendorong atau suri teladan bagi kehidupan demokrasi yang sehat di Indonesia. 

Jadi bagaimana caranya menanggulangi fenomena ini ? Yah, kembali lagi kepada literasi. Salah satunya dengan mengadakan terapi literasi. Di dalam kegiatan ini mereka diajarkan untuk menerima dan menyikapi suatu peristiwa bukan secara terburu-buru. Harus melalui proses, dimulai dengan mencerna bacaaan atau informasi secara utuh atau dua sisi. Serta apakah sumbernya bisa dipertanggungjawabkan ? Dengan begitu akan lahir cara bersikap rasional dan bijak tanpa mengumbar kebencian. 

Literasi mencerahkan, mampu membuka sekat-sekat ekstrem sehingga menghasilkan manusia-manusia berkualitas tapi bukan secara instan, yang akan menabur kearifan dan kedamaian. 

Merekalah orang-orang yang mengabdi pada kebajikan berdasarkan pada pengetahuan dan ilmu. Mari berdoa agar kita, WNI menjadi insan yang berliterasi sehingga membawa negara tercinta menuju Indonesia maju dan bersatu dilandasi cara berpikir dengan waras tanpa "mabuk beragama". ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun