Berawal dari kasak-kusuk di media sosial. Entah dari mana hoaks ini dihembuskan. Hanya dengan kekuatan warganet sekelas koran media cetak Indopos memuat dalam media cetaknya. Disajikan dengan ilustrasi yang memberi kesan berita berkelas, padahal awal sumbernya pun tidak diketahui jelas.
Dalam koran tersebut tertulis ada lima tahap skenario yang tertera di dalamnya:
Tahap 1 : Jokowi-Ma'ruf terpilih ; Â Ma'ruf berhenti dengan alasan kesehatan.
Tahap 2 : Diangkatlah Ahok sebagai Wakil Presiden karena kursi RI-2 kosong.
Tahap 3 : Setelah Ahok diangkat ; Jokowi mengundurkan diri dengan berbagai alasan.
Tahap 4 : Â Ahok menjadi Presiden RI dan diangkatlah Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo sebagai wakil presiden.
Tahap 5 : Ahok dan Hary Tanoe yang sama-sama berasal dari suku Tionghoa menjadi RI-1 dan RI-2.
Dengan judulnya sangat provokatif, dengan tujuan menarik pembaca. Akhirnya Indopos dilaporkan oleh tim TKN ke dewan pers. Dan akhirnya dinyatakan bersalah.
Seharusnya, sebelum Indopos menaikkan berita ini, ada baiknya mereka melihat peraturan penggantian presiden menurut undang-undang yang sudah diutarakan oleh Mahmud MD kepada media. Yaitu sebagai berikut
- Mempunyai catatan kepolisian yang baik
- Calon wakil presiden tidak pernah dihukum karena tidak melakukan tindak pidana yang diancam hukuman pidana 5 tahun penjara atau lebih.
Ada faktor lainnya juga selain dua hal yang disebut di atas. Yaitu jarak waktu pemilihan umum sudah dekat. Lagi-lagi, di undang-undang tercantum seandainya cawapres berhalangan tetap saja tidak bisa digantikan.
Sempat terucap pembelaan bahwa Indopos justru sudah menghadirkan  konfirmasi pendapat dari kedua belah pihak. Jadi mereka membuat berita ini bertujuan untuk membuktikan hal ini adalah hoaks yang beredar.
Baiklah saya mencoba main analogi. Suatu hari saya mendapat penglihatan dalam mimpi. Lalu saya tuangkan di status di media sosial saya. Isinya mimpi saya ini adalah pada suatu hari ada sebuah Koran bernama Saya Pendukung Intoleran ternyata adalah produsen hoaks. Mereka tidak memperdulikan fakta dan data.
Yang penting koran mereka laku terjual. Saya buat status ini hanya iseng-iseng, sekedar buah tidur tapi entah mengapa dibagikan sampai ribuan kali sampai-sampai mengguncang 'dunia persilatan' di media sosial. Banyak yang percaya atau setuju pada mimpi saya ini, bahkan cenderung mengamini. Sampai akhirnya status saya ini dicetak di suatu koran ternama, dengan ilustrasi gambar yang mumpuni. Nah, sekarang silahkan pikir sendiri.
Akibat pemberitaan Indopos ini membuka pikiran saya apakah sekarang media sedemikian kebablasan ? Yah untungnya masih ada Dewan Pers. Itu juga kalau ada yang menuntut. Kalau macam saya yang hanya berkata dalam hati biar Tuhan yang membalas sambil misuh-misuh sendiri 'kan repot jadinya.
Bagi para wartawan, pewarta foto atau pun penulis yang sudah mencicipi kejamnya pengendalian pemerintah pada jaman Orde Baru terhadap media mungkin mereka akan lebih menghargai kebebasan ini.