Apa hubungannya antara sebilah papan nama Naga dengan sebuah wihara atau klenteng yang diklaim sebagai klenteng tertua di Jakarta yang letaknya di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Yang biasa disebut Wihara Lalitavistara.
Di antara Wihara dan sekolah yang masih dalam satu kawasan ini terdapat taman. Di dalamnya terdapat miniatur Borobudur. Selain itu kompleks ini terdapat juga gedung TK, SD, SMP Maha Prajna dan Sekolah Tinggi Agama Budha (STAB) Maha Prajna.
Cerita ini berawal pada saat saya mengikuti Wisata Bhinneka rute Cilincing yang diikuti oleh 4 sekolah pada tanggal 16 Januari yang lalu. Salah satu peserta adalah undangan yang berasal dari Kementrian Agama (Kemenag).Â
Setelah ngobrol-ngobrol dengan saya, ternyata pernah bersekolah di  STAB, tetapi dia tidak pernah masuk sampai ke bagian dalam wihara.
Para peserta sebelumnya dikumpulkan dalam ruang ibadah di mana terdapat banyak patung Buddha. Sehingga sering disebut ruang altar seribu Buddha.Â
Suwito adalah seorang Master Pendidikan Agama Buddha, yang pada saat itu menjadi salah satu pemandu wisata lokal di klenteng tertua di Jakarta ini. Dia menjelaskan sejarah Vihara Lalitavistara.Â
Asal kata nama wihara ini adalah nama sebuah kitab yang menceritakan perjalanan kehidupan Sidharta Gautama. Cara ibadah di sini menggunakan dua bahasa, Bahasa Mandarin dan Bahasa Sansekerta.
Mereka mengambil kesimpulan seperti itu karena ada klenteng bernama yang sama di negri mereka. Jadi dibawalah bilah nama tersebut ke kapal, selanjutnya mereka memanjatkan permohonan agar bisa kembali berlayar.Â
Dalam doa, mereka berjanji kalau dikabulkan akan melakukan sembahyang buah. Ternyata permohonan dikabulkan.Â
Tiba-tiba air pasang mengalir deras, kapal terangkat naik dan bisa melanjutkan berlayar. Mereka pun melakukan yang telah dinazarkan. Tepatnya dilakukan di bawah sebuah pohon, di mana para awak kapal meletakkan papan tersebut.