"Sebentar lagi umat Hindu akan merayakan Hari Raya Nyepi, salah satu ritualnya adalah Upacara Melasti."
Melirik jam dinding, waktu menunjukkan pukul 12. Mendadak ingat akan ajakan teman saya untuk pergi melihat upacara Melasti yang adalah bagian dari Tur dari Creative Traveler. Pertama-tama dengar upacara yang dilakukan umat Hindu sebagai ritual penyucian diri menyambut Hari Raya Nyepi setahu saya harus datang ke Bali. Lah, mana mungkin saya ke Bali, pergi ke Bandung saja tak sanggup kujalani.Â
Maklum, lagi kantong kering. Tunggu pohon duit saya numbuh? Atau dia mau bantu jaga lilin supaya tidak mati pas malam hari (hati-hati, dengan membaca bisa terjebak terinspirasi). Kok bisa-bisanya dia ada ide mengajak saya ke sana sementara dia tahu kondisi keuangan saya lagi seperti apa. Mau bayar pakai apa saya ke sana. Eits, ternyata saya salah sangka. Maafkan saya, sobat. Tempatnya tidak jauh. Ada di Jakarta juga. Tepatnya di Pura Segara, Cilincing, Jakarta Utara.
Setelah alis dilempeng-lempengin dan bibir dimerah-merahin, teringat perkataan Mpok Alpa yang sedang tren saat ini, saya segera mengambil kunci mobil danberangkat ke sana naik angkot. Eh, salah. Maksud saya naik mobil pribadi. Karena jaraknya tidak jauh dari rumah.
Memasuki jalan Cilincing Raya, tampak kiri kanan sepertinya dari Satpol PP membantu mengatur lalu lintas. Saya pikir ada acara penting apa yang akan diadakan di daerah ini. Ternyata mereka diperbantukan untuk acara ini.Â
Ribuan umat Hindu mengalir memenuhi Pura Segara guna menghadiri ritual penting ini. Dan saya teringat info pemandu tur bahwa yang berkumpul pada hari ini berasal dari Jabodetabek, wajar sampai ada penjagaan ekstra. Dan pemilihan Pura tempat berlangsung ritual ini tidak sembarangan. Ada syarat-syarat khusus, contohnya harus dekat dengan sumber air.
Celingak-celinguk di halaman, saya bertanya kepada seorang ibu yang duduk di pintu gerbang. Apakah dia melihat rombongan tur teman saya dari Jakarta Food Traveler yang biasanya berpakaian merah-merah? Mengiyakan sambil bertanya ke saya, "Mau lihat upacara Melasti ya, Mbak ?"
Selanjutnya saya bercerita kalau tertinggal acara tur karena salah lihat jam, sepertinya minus mata saya bertambah. Jadi saya bertanya mungkin dia melihat rombongan saya. Karena teman saya menyuruh untuk menunggu di Vihara ini, tapi karena tidak sabar. Jadinya saya langsung ke Pura.
Saya dan teman sempat bertanya apa itu dengan seorang ibu yang langsung menunjukkan isinya adalah makanan dan menawarkan pada kami untuk mengambilnya. Mungkinkah tampang kami terlihat lapar atau memang dia baik hati?
Dahulu isinya adalah hasil bumi sekarang berubah menjadi makanan yang bisa dibeli, tidak diharuskan dari hasil kebun sendiri. Kami mendengarkan secara saksama sambil mengambil kue bolu di dalamnya.
Karena kami hanya pengunjung dan tidak mempunyai tujuan untuk beribadah, apalagi punya jabatan penting seperti gubernur, kami tidak bisa masuk pura dan hanya berkeliling di sekitarnya saja. Kami memantau dari luar saja.
Pada saat itu mereka sedang beribadah, tapi si gadis ini tidak ikut membuat hati saya bertanya-tanya. Ternyata kalau "sedang halangan", perempuan tidak boleh mengikuti ibadah ini. Setahu saya hal ini juga berlaku kalau memasuki Pura, karena beberapa bulan yang lalu pada saat saya dan rombongan datang ke Pura Segara dan mau memasuki bagian terluar Pura oleh penjaganya ditanyakan hal ini. Waktu itu kami sedang beruntung, karena Pura tidak boleh dimasuki secara leluasa.
Pada saat makan saya mendengar suara musik menggema lagi. Pikir upacara sudah selesai, tetapi kenapa ada suara musik berkumandang? Dengan cepat saya menghabiskan makanan dan berjalan ke luar.
Ternyata pada saat pulang, prosesi yang membawa peralatan Pura juga harus diiringi musik. Seru juga melihatnya. Sedikit mengambil dokumentasi dan pastinya lebih banyak berswafoto, ahahahay.
Mari melihat Jakarta dari sisi lain #EnjoyJakarta (...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H