Perjalanan ke Kintamani sungguh menyenangkan. Setelah melewati wilayah Ubud dengan banyak pemandangan sawah dan pemukiman penduduk yang asri, kita akan memasuki wilayah berhawa sejuk dengan pohon sejenis meranti menjulang tinggi di sepanjang kanan dan kiri jalan yang dilintasi. Di sela-sela itu hamparan kebun berbagai jenis sayuran: Kubis, Wortel, Labu Siam, Tomat, Kentang, Cabai Keriting dan yang pasti Jeruk Kintamani yang terkenal itu! Sesekali kita akan bertemu dan menyaksikan dari kejauhan hamparan tanaman Pinus rapi berjajar. Juga tidak lupa kebun bunga Gemitir yang terhampar kuning padat siap panen. Tiga kata ini tepat untuk menggambarkan: sejuk, damai, indah.
Di Kintamani berhenti di cafe TeguKopi di jalan raya Penelokan untuk makan siang dan ngopi sambil menikmati keindahan Gunung Batur yang berdiri anggun di depan mata. Gerimis sempat turun dan kabut menyelimuti sebentar saja. Semilir angin dan sejuknya udara membuat betah berlama-lama.
Soal harga dan rasa makanan: murah, enak dan porsi lebih dari cukup untuk saya. Es Kopi Teguk yang khas itu dengan manis gula aren dan kopi kental lekat terasa cukup 35 ribu rupiah. Begitu juga makanan berkisar 30 sampai 45 ribu satu porsi. Sepadan.
Setelah makan siang, kami menuju Pura Ulun Danu Beratan, pura ikonik di Bali yang terletak kurang lebih 1500 di atas permukaan laut. Nah penting diperhatikan di sini, jika kamu mengandalkan peta, perhatikan alamat yang dituju karena di Kintamani juga terdapat Pura Ulan Danu Batur. Sedangkan Pura Ulun Danu di tepi Danau Beratan berada di Kabupaten Tabanan yang berjarak lebih 50 km dari Kintamani.Â
Jadi total jarak yang ditempuh dari Denpasar-Kintamani-Bedugul-Denpasar 200 km lebih. Ini bukan karena banyak mengunjungi objek wisata, namun karena sempat tersesat menjauh dari wilayah Bedugul dari Kintamani. Beruntunglah salah satu dari kami menyadari dan berhenti di salah satu warung kelontong yang kami temui setelah jauh melewati jalan kanan kiri hutan dan jurang. Perempuan muda Bali pemilik warung menyapa ramah menyangka kami sedang mencari lokasi camping. Walaupun ia tidak pernah ke Pura tersebut, ia memastikan kami memang salah arah dan harus putar kembali. Beruntunglah sinyal internet juga sedikit membaik jadi bisa memuat ulang peta dengan lebih baik.Â
Di samping warung kelontong membentang kebun Jeruk dengan buah terlihat beberapa telah menguning. Ia bilang tidak bisa memetik langsung karena sang suami, yang sedang keluar, yang biasa lakukan. Kami membeli beberapa bungkus Jeruk yang telah siap dan melanjutkan perjalanan. Â Â
Bukan karena berkilah, selain faktor human error (baca: kesalahan saya membaca titik-titik di peta:-) juga sinyal telekomunikasi lemah mengganggu tingkat kalibrasi peta. Ditambah banyak belokan yang samar dan menjebak. Namun demikian, walaupun beberapa ruas jalan yang dilalui cukup sempit dan berkelok bahkan curam, pemandangan hutan dan kebun sayuran memanjakan mata dan mengurangi penat. Terlebih karena berjumpa dengan hamparan kebun bunga Gemitir. Menepi dan berhenti sejenak untuk mengambil beberapa gambar dengan latar belakang kebun bunga ini. Sudah banyak yang tahu kan? Bunga Gemitir digunakan sebagai bunga persembahan bagi masyarakat Bali. Ia memiliki makna filosofis mendalam tentang kemasyhuran, keindahan, dan juga kehangatan. Tentu ketika ia dipersembahkan, dengan harapan makna itu akan kembali kepada mereka yang berdoa. Â