Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hasil Webinar tentang Taliban, Radikalisme Global, dan Masa Depan HAM Perempuan Indonesia

13 September 2021   17:10 Diperbarui: 13 September 2021   17:18 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teguh menyampaikan juga ada kepentingan geopolitik dan kawasan setelah Taliban berkuasa yang penting untuk diamati. Pada 28 Juli 2021 Taliban berkunjung ke China untuk mendapatkan dukungan dan diterima dengan baik. China mengajukan tiga syarat kepada pemerintah Taliban yaitu, 1) Taliban tidak fundamentalis, 2) Komitmen tidak menjadikan Afghanistan sebagai sarang teroris atau breeding ground radicalism serta tidak menjadi safe haven bagi sel radikalisme dan terorisme dan, 3) Komitmen untuk tidak memberikan dukungan kepada kelompok separatis. Hal ini mengisyaratkan tentang Muslim Uygur di Sinjang. China memastikan Taliban tidak menjadi boomerang di kemudian hari dengan misalnya mendukung Uygur untuk merdeka.

Modal Sosial dan Kontribusi Indonesia

Dr Ruhaini menyampaikan, kita tidak perlu khawatir karena Indonesia memiliki modal sosial yaitu basis civic Islam melalui organisasi modern seperti Sarikat Islam, Muhamamdiyah, NU, Persis, al-Wasliyah, Nahdlatul Wathan, dan lainnya. Organisasi -- organisasi tersebut mampu mentransformasikan militansi menjadi keterlibatan rasional (rational engagement) dan rational governance. Dan yang terpenting mendukung gerakan dan upaya nyata untuk pemenuhan hak -- hak perempuan.

Dr Ruhaini membagikan juga pengalaman kontribusi ulama -- ulama perempuan Indonesia melalui Afghanistan Indonesia Women Solidarity Network (AIWSN) yang terbentuk di Kabul pada 1 Maret 2020 dan diresmikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Anggota AIWSN dari Indonesia adalah Prof. Dr Huzaemah Tahido Yanggo (alm), Prof. Dr. Hakristuti Hakrisnowo, Rahmawati Husein, PhD, Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, Prof. Dr. Amany Lubis (yang saat ini adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid).

Kontribusi melalui AIWSN akan terus dibangun dan dirawat dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman terutama tentang moderasi beragama dan pemenuhan hak -- hak perempuan. Dr. Ruhaini bercerita pernah diundang untuk memberi materi pada semacam konggres ulama di Afghanistan pada tahun 2020. Penyelenggaraan acara berlangsung sangat ketat. Walaupun dilakukan secara daring Ruhaini hanya bisa menyampaikan materi melalui rekaman video.

Prof. Azra dan Dr. Ruhaini juga sama-sama menggarisbawahi tentang peran penting diplomasi Indonesia dalam menjembatani pihak yang bertikai. Pendekatan Islam jalan tengah (washathiyah) penting untuk secara konsisten dilakukan untuk rekonstruksi Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban. Termasuk dalam hal ini program pertukaran mahasiswa Afghanistan ke Indonesia dan juga jaringan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) untuk menyemai nilai -- nilai moderat Islam melalui mereka.   

Prof. Azra dalam presentasinya beberapa kali menyinggung peran penting mantan wakil presiden Jusuf Kalla dalam proses diplomasi tersebut. Terkait dengan hal ini, beberapa peserta diskusi merespon untuk memberikan kesempatan seluas -- luasnya pada tokoh HAM dan perempuan untuk terlibat dalam proses diplomasi yang sedang atau akan dilakukan, terutama mereka yang telah membangun hubungan dengan organisasi perempuan Afghanistan.

Ketiga pembicara sama-sama menyampaikan keprihatinan pada situasi saat ini di Afghanistan. Afghanistan merupakan satu dari lima negara termiskin di dunia. Banyak kekayaan alam yang belum tergarap salah satunya mineral. Dan sekarang warganya banyak menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian. Mereka mengajak untuk kita melihat proses yang berjalan serta berupaya berkontribusi melalui upaya -- upaya yang bisa kita lakukan seperti telah diuraikan di atas.

Tantangan Pemenuhan Hak -- hak Perempuan di Indonesia 

Pada sesi diskusi beberapa peserta memberikan komentar tantangan nyata di lapangan terkait dengan isu perempuan di Indonesia, yaitu aturan standar berpakaian tunggal bagi perempuan dan kewajiban anak -- anak di sekolah untuk berjilbab. Beberapa peserta ini menyampaikan situasi ini sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. Paling terasa adalah, hampir tidak lagi ditemukan pada acara -- acara sosial di masyarakat, perempuan mengenakan kebaya atau busana tradisional Indonesia lainnya. Para peserta ini resah akan semakin mengikisnya prinsip dasar Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi dasar bernegara kita.

Fenomena tersebut ditambah dengan mulai banyak peraturan -- peraturan daerah (Perda) bernuansa syariah untuk mengatur urusan pribadi ibadah seseorang, termasuk tentang shalat, kemampuan mengaji, pendirian rumah ibadah, dan seterusnya. Hal yang penting digarisbawahi, aturan -- aturan moral dengan landasan agama hampir selalu menyasar perempuan. Salah satu peserta mempertanyakan apakah ini adalah awal dari berkembangnya talibanisme di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun