Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pengalaman ke Curug Seribu

6 April 2021   15:23 Diperbarui: 13 September 2021   19:14 3271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon dan pemandangan di area curug (sumber: koleksi pribadi)

Kalau kamu suka hiking dan wisata alam, salah satu tempat yang tepat dikunjungi adalah kawasan curug atau air terjun di kaki Gunung Salak, kawasan taman nasional Halimun. Di antara sekian curug yang ada, menurut beberapa artikel online yang saya baca, Curug Seribu selain menawan, medannya paling menantang. Karena belum pernah ke Curug yang lain, saya tidak bisa membandingkan apakah memang Curug ini yang paling menantang. Paling tidak setelah mendatanginya langsung, medannya memang lumayan memacu adrenalin. 

Perjalanan kita mulai dari jam 6 pagi. Bertemu dan berangkat bersama dari daerah Puspitek, Tangerang Selatan. Kami bertiga mengendarai Mobil SUV Nissan X-Trail milik salah satu teman seperjalanan. Setelah melewati Pasar Parung, Google Map mengarahkan untuk belok ke kanan menghindari arah Darmaga Kota Bogor. Kami ikuti dengan asumsi mungkin karena terlalu padat dan macet. Jalan yang dilalui memang tidak padat tapi cukup sempit. Mobil kami harus berhenti atau paling tidak waspada jika ada mobil besar dari arah berlawanan. Selain pemandangan rumah penduduk, sesekali melewati kawasan hutan kelapa sawit.

Ternyata jalur yang kami pilih ini melalui pasar. Cukup merepotkan karena banyak pedagang dan pembeli memenuhi bahu jalan. Alhasil cukup lama keluar dari area ini. Mungkin satu jam kami tersendat. Lepas dari pasar adalah jalan Raya Bogor menuju wilayah wisata curug di kawasan gunung Salak.

Jalan menuju curug tidak terlalu lebar. Pemandangan di sisi kanan dan kiri cukup menyenangkan, lebih banyak sawah dan kebun. Sepanjang mata memandang hamparan hijau sawah dan tanaman, juga lembah bebatuan yang mengelilingi. Sesekali muncul rumah -- rumah warga yang tampak asri. Jalan menanjak tapi tidak terlalu tajam berkelok. Semakin mendekati kawasan curug, kesejukan mulai terasa. Tekanan udara yang berbeda mulai terasa di telinga.

Tiba lah kita di pintu gerbang selatan kawasan curug. Tidak ada tanda yang menyolok, hanya gardu kecil sebelah kiri dan beberapa balok kayu dan drum bekas sebagai portal. Beberapa orang menghentikan mobil kami, perempuan setengah baya berjilbab menghampiri dan menanyakan ada berapa orang di dalam mobil. Ia menyampaikan selamat datang di kawasan wisata curug. Ia menginformasikan biaya masuk sebesar 12 ribu rupiah per orang. Total bertiga dikenai 35 ribu rupiah. Tidak ada tiket atau tanda terima. Sepertinya hanya mobil kami yang berhenti. Terlihat beberapa motor di depan. Dari penampilan, nampaknya untuk tujuan yang sama, hiking.

Dari pintu masuk ini kemudian kami melewati rumah penduduk yang cukup padat dan rumah-rumah villa terbaca dari papan informasi yang dipasang.

Salah satu teman perjalanan yang pernah mengunjungi lokasi ini sebelumnya menginformasikan, jika mau melewati hutan pinus sebaiknya masuk melalui pintu di sebelah Timur. Waktu perjalanan pulang terkonfirmasi benar. Pemandangan lebih mengasyikkan walaupun jalan lebih sempit, bahkan bahu jalan yang tidak landai. Bahaya sekali jika mobil bergeser terlalu ke pinggir. Kemungkinan terperosok besar.

Kami tiba di area Curug Seribu sekitar jam 10 pagi. Total 4 jam perjalanan! Di lokasi, tersedia pilihan tempat parkir yang cukup luas dan aman. Juga toilet dan warung makan yang menyediakan makanan dan minuman cepat saji dan sederhana termasuk mie rebus dan nasi goreng. Keperluan hiking yang lain juga ada seperti sandal jepit.

Di area Curug Seribu terdapat juga curug yang lain bernama Ratu. Menurut Pak Dadang pemilik warung, Curug Ratu medannya lebih landai dan mudah dijangkau. Curug Seribu sebaliknya. Ia mengonfirmasi Curug Seribu lebih indah dan menawan. Tentu saja kami tetap ke tujuan awal kami datang. Sempat tercetus akan mengunjungi Curug Ratu setelahnya. Tapi Pak Dadang menyangsikan itu. Sebab menuju Curug Seribu membutuhkan usaha  yang tidak mudah. Baiklah.

Dua teman saya menyarankan untuk makan terlebih dahulu. Mie rebus instan bukan pilihan yang terbaik tapi sepertinya cukup membantu mengganjal perut sampai kembali lagi. Mengingat tidak ada  yang menjual makanan di area curug. Saya juga membawa bekal beberapa buah kurma. Sepertinya cukup untuk memberikan tambahan energi. Tentu saja air minum mineral jangan sampai lupa.

Di warung Pak Dadang sebelum perjalanan dimulai (sumber: koleksi pribadi)
Di warung Pak Dadang sebelum perjalanan dimulai (sumber: koleksi pribadi)
Memasuki jalur menuju curug kami membayar lagi. Sepuluh ribu rupiah untuk satu orang. Nah di sini ada tiket atau tanda terima. 

Jalur menuju curug kira-kira di 500 meter pertama seperti jalan setapak. Ada tangga menurun lalu kemudian landai. Bebatuan dengan tanah padat. Di sini lah saya mulai merasa jalanan licin. Beberapa kali bahkan terjatuh. Dua teman saya tidak merasa jalanan licin. Mengingat pernah cidera di pergelangan kaki saya mulai khawatir. Teman menyarankan untuk mengganti dengan sandal. Setelah mengganti dengan sandal, langkah jauh lebih nyaman, tidak terasa licin lagi. Ternyata sepatu bermasalah. Padahal beli karena disebut sebagai sepatu untuk hiking. Sudah beberapa tahun yang lalu.

Jadi, perlu sekali diingat, alas kaki sangat penting. Terutama untuk kenyamanan dan keamanan tentu saja. memakai sandal jepit tidak aman karena akan melewati banyak batu. Walaupun saya melihat beberapa pengunjung lain juga menggunakan sandal jepit. Untuk saya tentu saja karena tidak ada pilihan lain. Pada akhirnya lebih berhati-hati dan memperhatikan langkah. Juga tongkat untuk mendaki. Untuk saya cukup membantu.  

Menanjak (sumber: koleksi pribadi)
Menanjak (sumber: koleksi pribadi)

Sepanjang mata memandang pada saat perjalanan yang tampak hamparan pepohonan hutan nan hujan permai. Vegetasi yang kaya beragam. Udara sejuk serasa berada di suhu pendingin ruangan 18-20 derajat celcius. Terdengar riak suara air dan lengking serangga bersahutan. Sungguh menenangkan.

Lajur menuju curug memang menantang. Melalui batu-batu, terjal, tangga, menanjak dan menurun. Kadang kita akan menjumpai turunan undakan yang lebar. Musti menahan dan mengatur kaki agar tak tersentak. Untuk medan seperti ini saya akan jongkok dan pelan-pelan turun sambil tangan berpegangan pada dinding batu. Selalu mengupayakan kaki kanan dan kiri bergantian menahan dan melangkah agar tidak terlalu membebani salah satunya. Lebar jalan rata-rata satu sampai 1,5 meter. Karena batu-batu terjal dan berkelok, kadang kita musti berhenti untuk memberi kesempatan pengunjung/pendaki dari arah berlawanan. Di sisi sebelah jurang dengan pohon kayu berbagai ukuran, berbagai jenis tanaman perdu, dan pakis hutan.

Setelah 2,5 km berjalan, kita bertemu Curug kecil yang dinamakan Sawer. Dengarlah gemericik aliran air, sejuknya air dan lengkingan serangga hutan. Sungguh menyegarkan. Kita berhenti sejenak. Selain menikmati segarnya air tentu saja mengambil foto dengan berbagai gaya dan latar belakang.

Curug Sawer (sumber: koleksi pribadi) 
Curug Sawer (sumber: koleksi pribadi) 

Setelah cukup puas berhenti, kami melanjutkan perjalanan sekitar 500 meter lagi untuk mencapai tujuan utama. Jalan cukup menanjak, berbatu dan licin. Gemuruh air jatuh mulai terdengar semakin kencang. Sampailah kita menyaksikan menawannya curug Seribu. Memandangnya serasa kita semakin kecil. Derasnya aliran air melewati dan membentur batu -- batu besar yang kokoh. Karena suhu dan proses benturan alami, batu-batu berwarna cokelat keemasan terlihat mewah.

Di Curug Seribu (sumber: koleksi pribadi)
Di Curug Seribu (sumber: koleksi pribadi)

Akan lebih mengasyikan jika sempat berendam dan menikmati sejuknya air yang berlimpah ini. Namun karena malas mengganti pakaian, kesempatan ini saya lewatkan. Sudah cukup merasakan sejuknya membenamkan kaki ke dalam air.

Secara umum, area curug aman dan terjaga. Walaupun demikian, sampah masih terlihat di beberapa titik termasuk di area curug Seribu. Seperti terlihat di gambar. Sangat disayangkan. Penting untuk selalu mengingatkan pengunjung turut bertanggung jawab terhadap apapun yang dibawa serta untuk tidak membuang dan atau membawanya kembali.

Sampah di area Curug Seribu (sumber: koleksi pribadi)
Sampah di area Curug Seribu (sumber: koleksi pribadi)

Kawasan ini juga sumber pengetahuan yang tiada habisnya. Hutan hujan berisi kaya ragam flora, botani, pohon dan tumbuh tumbuhan. Sudah sering melihat bunga indah hutan ini di postingan sosial media. Baru tahu nama latinnya hydrangea, hydro adalah air, angeion yang berarti vessel atau media yang berfungsi mengantarkan air di sekitarnya. Ia ada di rainforest di Asia dan Amerika. Lihat di sini. Dan banyak jenis-jenis bunga hutan yang lain seperti Tibouchina heteromalla yang tidak akan kita jumpai di dataran rendah.

Hydrangea (sumber: koleksi pribadi)
Hydrangea (sumber: koleksi pribadi)

Tibouchina heteromalla (sumber: koleksi pribadi) 
Tibouchina heteromalla (sumber: koleksi pribadi) 

Pohon dan pemandangan di area curug (sumber: koleksi pribadi)
Pohon dan pemandangan di area curug (sumber: koleksi pribadi)

Berharap ke depan terdapat informasi yang disediakan agar bisa dibaca termasuk asal muasal nama curug-curug ini.

Kembali ke titik awal kita berjalan tak kalah menantangnya karena jalanan menanjak. Ditambah kemudian hujan turun. Memang sebaiknya datang ke area curug di musim kemarau. Hujan membuat jalanan semakin licin. Kami datang di cuaca peralihan jadi masih baik juga. Perlu membawa bekal jas hujan ringan untuk berjaga-jaga. Jangan lupa baju ganti karena dijamin badan akan berkeringat dan juga kotor terkena tanah atau lumpur.

Secara umum pengalaman yang sangat menyenangkan. Total jarak tempuh bolak-balik hanya 7 km tapi untuk saya seperti lebih jauh dari itu. Menghabiskan waktu dua jam lebih. Perjalanan yang menguji nyali, melatih kesabaran dan keteguhan untuk sampai pada tujuan.

Penduduk dan pendaki ramah, mudah memberikan informasi dan yang pasti membantu. Termasuk ketika meluncur kembali pulang, mobil kami terperosok di bahu jalan karena terlalu ke kiri untuk menghindari mobil besar lain dari arah yang berlawanan. Cepat sekali kami mendapat pertolongan dari petugas penjaga kawasan curug dan juga pengemudi yang melintas. Tidak sampai 15 menit mobil yang membawa kami keluar dari celaka.

Mobil terperosok di bahu jalan (sumber: koleksi pribadi)
Mobil terperosok di bahu jalan (sumber: koleksi pribadi)

Di luar itu, sangat disayangkan jalan yang dibuat tidak memperhatikan keselamatan pengemudi. Selain lebar jalan sempit, lihatlah bahu jalan yang tidak landai, sangat beresiko terperosok. Tidak terbayang jika mobil kecil yang mengalami. Menurut penjaga curug, kejadian seperti ini beberapa kali terjadi.  

Pada akhirnya, seperti yang saya singgung di awal, kami jalan pulang keluar melalui pintu bagian Timur. Pemandangan lebih asyik karena lebih banyak hutan, area curug yang lain dan juga hutan pinus. Dan sepanjang jalan itu kami mematikan pendingin mobil dan membuka jendela. Udara dari luar yang masuk, oh begitu sejuknya.

Semoga kawasan ini tetap dan semakin terjaga untuk keberlangsungan semua makhluk hidup yang mengambil dan mendapat manfaat darinya. Kalau tidak dimulai dari kita, siapa lagi?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun