Sebelum pihak perusahaan merespon, melaporkan ke polisi sudah dalam rencana. Pada awalnya merasa tidak ada guna. Sudah  banyak cerita tentang hal ini. Namun demikian, demi sistem agar berjalan sebagaimana mestinya kita tetap melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib.
Datanglah adik saya berdua ke kantor Polsek. Setelah menyampaikan tujuan, mereka diarahkan ke bagian reserse kriminal (Reskrim). Laporan direspon baik. Bersama 6 orang petugas, mereka ke lokasi kejadian. Mereka cukup serius mengolah tempat kejadian perkara. Mereka meminta keterangan ke beberapa rumah di sekitar lokasi kejadian terkait CCTV. Salah satu bapak Polisi sempat menghentikan pengendara ojek berseragam yang kebetulan melintas untuk mengkonfirmasi ke adik saya tentang warna seragam yang dikenakan.
Salah satu angota polisi mengusulkan untuk melakukan pengecekan silang dari lokasi pihak yang memesan. Adik saya ingat alamat komplek berapa yang dituju.
Sampai di sini respon polisi cukup memberikan harapan.
Mereka berdua lalu diminta kembali ke Polsek untuk membuat laporan ke SPK untuk pemrosesan lebih lanjut. Setelah jam makan siang mereka menuju ke Polsek dan menunggu di ruang tunggu yang telah disediakan.
Di ruang tunggu  45 menit telah berlalu. Tidak ada tanda-tanda petugas kembali ke tempat. Ada beberapa orang yang duduk di kursi tunggu di ruangan itu. Mereka juga hendak memproses laporan. Polisi yang bertugas ternyata masih asyik berbincang tak jauh dari ruang tunggu. 15 menit kemudian ia masuk lalu terjadilah percakapan di awal tulisan ini.
Laporan tetap dibuat dan telah disampaikan untuk proses selanjutnya. Â Saat tulisan ini dimuat, belum ada informasi perkembangan yang berarti dari pihak kepolisian.Â
Pelecehan Seksual dan Lemahnya Penegakan Hukum Kita  Â
Pasal 281 Kitab Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang melanggar kesusilaan dan kesopanan di tempat umum. Kesopanan menurut R. Soesilo adalah perasaan malu yang berhubungan nafsu/gairah seksual misalnya bersetubuh, meraba buah dada perempuan, meraba tempat kemaluan, memperlihatkan anggota kemaluan, mencium, dan sebagainya. Melanggar norma kesopanan ini semuanya dilakukan dengan tindakan. Dijelaskan bahwa tindakan melanggar kesusilaan tersebut tergantung pada pendapat umum pada waktu dan tempat itu. Lebih lengkap dapat dilihat di sini.
Jelas, pasal yang mengatur untuk melakukan penindakan pelecehan seksual ada di dalam hukum kita untuk digunakan. Jadi pertanyaan polisi di atas seperti menunjukkan ketidakpedulian terhadap kasus-kasus seperti ini. Menyedihkan mengingat banyak upaya yang dilakukan selama ini untuk memperkuat penanganan kasus -- kasus kekerasan terhadap perempuan.
Apalagi tafsir tindakan kesusilaan di KUHP tergantung pada pendapat umum pada waktu dan tempat itu. Ini tentu tafsiran yang berbahaya. Tidak heran jika contoh yang diambil Menteri Koordinator Bidang Polhukam, Mahfud MD baru -- baru ini tentang restorative justice adalah kasus pemerkosaan. Restorative justice bertujuan membangun harmoni antara keluarga korban dan pemerkosa agar masyarakat tidak gaduh. Jadi tidak perlulah hukuman dan penindakan. Lihat beritanya di sini. Ini seperti menunjukkan bahwa kasus pelecehan, kekerasan bahkan perkosaan adalah perkara biasa saja.