Seperti dikutip dalam berita ini, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diperkirakan akan terjadi 400-an ribu kehamilan yang tidak direncanakan selama pandemi COVID-19.
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan sejumlah klinik/layanan kesehatan dan kandungan menutup layanannya sehingga masyarakat kesulitan mengakses alat kontrasepsi.
Demikian juga yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Baru-baru ini Guttmacher Institute meluncurkan hasil survey yang diambil dari 2000 responden perempuan di AS pada akhir April sampai awal Mei.
Survey ini melaporkan bahwa satu dari tiga perempuan kesulitan untuk mendapatkan layanan kontrasepsi termasuk harus menunda dan bahkan membatalkan kunjungan ke dokter untuk layanan kesehatan reproduksi. Studi ini juga menyebutkan bahwa situasi sekarang ini lebih parah dibandingkan dengan resesi ekonomi tahun 2008.
29% perempuan kulit putih melaporkan situasi pandemi membuat mereka sangat sulit untuk mengakses kontrasepsi dan kesehatan reproduksi, 38% perempuan kulit hitam dan 45% perempuan hispanik menyampaikan hal yang sama. Artinya ras kulit berwarna dan hispanik semakin rentan.
Apalagi urusan kesehatan ini sangat berkaitan erat dengan asuransi kesehatan yang dimiliki karena mereka bekerja. Bagaimana jika tidak? Dan apalagi tingkat pengangguran di ras kulit hitam meningkat 16.8%. Saya tidak bermaksud menjelaskan soal diskriminasi ras.
Hal paling kontras dari dampak layanan kesehatan akibat pandemi di dua negara ini, jika di Indonesia kehamilan semakin meningkat, di Amerika justru sebaliknya.Â
Survei yang sama menyebutkan sepertiga lebih perempuan mengatakan mereka memutuskan menunda kehamilan dan memilih untuk punya anak sedikit saja sebab tidak terbayangkan jika kondisi pandemi akan berdampak besar pada layanan pengasuhan anak (child care) atau biaya yang tidak bisa mereka jangkau. Belum lagi soal resesi ekonomi, dan seterusnya.
Mengapa di Indonesia sebaliknya? Komentar dari BKKBN di berita yang sama yang saya kutip di awal, mengatakan 95 persen pengguna kontrasepsi di Indonesia adalah perempuan sementara hanya sedikit laki-laki yang mau menggunakan kontrasepsi misalnya kondom.
Sampai BKKBN berinisiatif untuk memberikan layanan alat kontrasepsi (IUD) ke rumah-rumah. Dan kenapa bukan (kampanye) kondom juga?
Pernyataan tersebut menggambarkan soal relasi seksual di dalam rumah tangga. Harus diakui masih banyak pekerjaan rumah di dalam negeri dengan urusan kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia. Terlalu banyak tabu dan mitos yang menyelimuti.