Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

#DiRumahAja, Bagaimana Jika Tidak Nyaman/Aman?

3 April 2020   17:30 Diperbarui: 3 April 2020   19:56 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gender berbicara tentang konstruksi sosial ini, bagaimana budaya membentuk dan memberitahu bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan secara sosial. Agar manusia perempuan dan laki-laki dapat mengaktualisasikan kualitas terbaiknya sebagai manusia, maka sudah semestinya kita turut mendorong keadilan gender.

Bagaimana keadilan ini diterjemahkan dalam praktek nyata di dalam unit terkecil di rumah tangga. Ibarat sebuah organisasi, ada seperangkat alat yang bekerja agar dapat mencapai misi-visi tujuan awal keluarga dibentuk. Jika salah satu pihak berjalan ke arah yang berbeda bahkan membahayakan, sebaiknya ada cara untuk memperbaikinya misalnya dengan saling bicara. 

Bicara dengan kepala dingin, tidak dengan rasa amarah. Karena rasa amarah dan juga sedih tidak akan membantu untuk mengkomunikasikan hal yang sebenarnya. Kita pasti ingin keputusan/kesepakatan apapun itu baik untuk dua belah pihak bukan?

Bagi agama-agama, lembaga keluarga diyakini sebagai katalisator untuk menyemai keadilan dan kemampuan saling menghargai antar dua jenis manusia di unit terkecil di masyarakat. Jika semangat tersebut tersemai di rumah/keluarga maka pengaruhnya akan besar bagi sebuah komunitas/masyarakat.

Mengutip kembali pendapat filosof Erich Fromm soal cinta yang berorientasi ‘memiliki’ dan ‘menjadi’ itu. Menurutnya cinta dalam perkawinan idealnya membawa kualitas cinta erotic ‘menjadi’ sebagai jalan penyatuan dua orang yang saling berserah diri. Menjadi karena ada peleburan dan penyatuan dua insan yang berbeda. Menyatu tapi tetap berbeda.

Di dalamnya mereka akan bersama-sama melahirkan kebahagiaan yang didalamnya tentu saja ada kepuasan, salah satunya kepuasan seksual. Jika kita yang menjalaninya tak bahagia, banyak kemarahan dan kesedihan, maka untuk apa?

Untuk itu, tidak mengherankan jika banyak pasangan di China seperti berita diatas memutuskan untuk berpisah saja. Semakin banyak waktu yang dihabiskan bersama, bukan semakin besar rasa cinta dan bahagia tapi sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun