Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Bahagia Tanpa Ayah-Bunda Bersama

24 Januari 2020   17:30 Diperbarui: 26 Januari 2020   03:49 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan dalam film Knocked-Up. (Kredit: Apatow Productions - Universal Pictures)

Sebagai tontonan, film Knocked Up mungkin biasa saja, tak terlalu istimewa, tapi ia menarik untuk menggambarkan sebuah realitas kehidupan manusia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. 

Majalah Time dalam sebuah review mengatakan film ini menyuguhkan sebuah fenomena sosiologis daripada kualitas atau keunikan dari filmnya itu sendiri. 

Karena memang filmnya sendiri banyak dikritik: plot yang tidak jelas, alur yang tidak konsisten, story line yang berbelit-belit sampai soal film ini membawa pesan tentang sangkaan bahwa seseorang merasa bersalah atas seksualitas yang diekspresikan.

Film Amerika bergenre komedi yang diproduksi tahun 2007 ini intinya bercerita tentang Ben Stone (23 tahunan), seorang pemalas, penyuka mariyuana, kekanak-kanakan dan Alison Scott, perempuan cantik, sangat menghamba karir dalam pekerjaan dan baru saja mendapatkan promosi untuk mengisi acara on air di acara televisi entertainment.

Untuk merayakan promosinya itu, Alison pergi ke night club  dan bertemu Ben. Singkat cerita mereka saling tertarik dan mengakhirinya dengan berhubungan seksual. 

Karena kesalahpahaman, mereka tidak menggunakan alat pengaman. Alison mengatakan "Just do it" untuk meminta Ben menggunakan kondom dengan cepat, tapi disalahartikan Ben untuk melakukan saja tanpa kondom.

Dua bulan kemudian, Alison ternyata hamil. Sampai beberapa model alat test kehamilan ia pakai dengan harapan kenyataan itu salah. Namun hasilnya sama, ia hamil. 

Setelah menyadari bahwa tak ada lak-laki lain selain Ben dalam dua bulan terakhir dan setelah berdiskusi dengan kakaknya, ia menghubungi Ben dengan susah payah melacak kontaknya. Walaupun sangat terkejut dan tidak percaya, Ben mengatakan ia akan mendukung Alison untuk mengandung dan melahirkan anak itu.  

Cerita berlanjut dengan konflik dan tension yang muncul. Di satu sisi Alison hanya ingin menyelamatkan bayi yang dikandungnya walaupun Ibunya mendorong untuk menggugurkannya. 

"Film ini membawa pesan tentang sangkaan bahwa seseorang merasa bersalah atas seksualitas yang diekspresikan."

Salah satu kepentingan Alison juga bagaimana sembunyi dari boss yang baru memberinya kesempatan dengan promosi tentang kenyataan ia hamil. Ben mulai menawarkan hubungan pernikahan walaupun ia tak yakin akan menjadi orang tua. 

Namun, Ayahnya meyakinkan bahwa Ben adalah hal terbaik yang ia miliki selama hidupnya. Di sisi lain, ada kehidupan pernikahan yang tidak cukup bahagia yang dijalani oleh kakak Alison, Debbie. 

Walaupun penggambaran tentang hal ini terkesan sangat bertele-tele, hanya untuk memberi pesan sebuah hubungan dalam perkawinan yang dilematis.

sumber ilustrasi: baomoi.com
sumber ilustrasi: baomoi.com
Singkat cerita akhirnya mereka berdua menemukan bahwa mereka saling membutuhkan dan terutama tumbuhnya cinta. Ben bersusah payah keluar dari kehidupannya yang tidak biasa bagi Alison.

Ia bekerja dan membeli apartemen dengan satu kamar untuk bayi mereka. Film ini berakhir happy ending dari sesuatu hal yang sama sekali tidak diharapkan, berdiri atas nama keinginan sesaat tapi semua bisa bertumbuh mengikat oleh perasaan bernama cinta dan saling membutuhkan.

Tentu saja arah dan implikasinya untuk anak yang dilahirkan pada sebuah keluarga utuh yang akan melimpahinya dengan penuh kasih sayang dan cinta.

Tapi bagaimana kalau kisahnya berakhir: pasangan tersebut tidak bersatu? Itu terjadi di dunia nyata. Seorang teman pernah bercerita ia mengalaminya dan memutuskan anak itu akan terus mereka asuh bersama dengan beberapa kesepakatan.

Mereka tetap akan melimpahi si bayi sepenuh kasih sayang walaupun Papa-Mamanya/Ayah-Bundanya tak akan pernah bersama. Ayahnya mengatakan, salah satu yang membuatnya sedih mungkin ia tidak akan melewatkan banyak waktu dengan bayi cantiknya, dan ia tak sabar menanti saat bayi cantiknya menginjak remaja.

Dia akan mengajak bicara dan menjelaskan mengapa Ayah-Bundanya tak pernah bersatu dalam sebuah biduk perkawinan dan keluarga.

Jadi mengapa tidak bersatu? Alasannya bisa jadi terdengar klise, tidak saling mencintai. Mereka sepakat dan meyakini, hubungan perkawinan hanya akan membuat mereka tidak bahagia. Ya sedikit mirip film di atas pada awalnya.

Yang membuat saya salut dan tidak perlu khawatir dengan masa depan si anak adalah keputusan untuk memberi hak pengasuhan bersama-sama dengan usaha terus menumbuhkan taman kasih sayang itu. 

Juga, tentu saja, komitmen Ayah yang begitu besar dan sungguh-sungguh untuk memberi pengasuhan dan keberanian Bunda untuk membesarkannya, sendirian di negara yang masih sulit menerima pilihan hidup yang mungkin tidak biasa itu. Tentu tidak mudah, namun tanggung jawab besar keduanya ini patut dicontoh.

Di dunia yang sedang berkembang cepat, demikian pula konsep dengan keluarga. Yang paling terpenting perhatian dan cinta tetap tercurah pada si anak. Banyak cara dan contoh kebaikan yang dapat menjadi panduan dan arah si anak.

Kata Erich Fromm cinta memiliki makna yang sangat universal. Dimana bersamanya kita mengekspresikan sebuah realitas kemanusiaan yang tertinggi.

Jadi cinta akan tetap mereka hadirkan untuk menjadi modus "Menjadi" yang menjadi kemestian kodrat manusia sebagai makhluk yang mampu mengembangkan dan memperbaiki tatanan menjadi santun dan berkeadilan terutama bagi si bayi mungil itu, anak manusia yang butuh lingkungan terbaik untuk tumbuh dan berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun