Isu mengenai lingkungan menjadi salah satu pembahasan yang penting terutama setelah merebaknya pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Pariwisata sebagai sektor yang diharapkan dapat mengembalikan kerugian ekonomi akibat pandemi, juga berupaya untuk menerapkan prinsip berkelanjutan dalam penyelenggaraannya. Dari beberapa bentuk alternatif yang ditawarkan diantaranya adalah prinsip ekowisata.Â
Munculnya prinsip ini sebagai salah satu bentuk jawaban akan dampak negatif yang dirasakan akibat penyelenggaraan pariwisata konvensional, terutama yang sebelumnya banyak diterapkan pada masa sebelum pandemi Covid-19. Sehingga diharapkan ekowisata dapat menjadi salah satu alternatif pariwisata guna menciptakan pemulihan ekonomi yang ramah lingkungan.
Definisi dan Prinsip Ekowisata
Ekowisata sendiri dapat dijelaskan sebagai sebuah pengembangan wisata jenis khusus yang berupaya untuk menciptakan keseimbangan lingkungan alam, sosial, budaya serta ekonomi masyarakat lokal demi mencapai tujuan pariwisata berkelanjutan.
Menurut definisi terbaru oleh The International Ecotourism Society (TIES, 2015) ekowisata adalah sebuah perjalanan bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan lingkungan, menopang kesejahteraan masyarakat lokalnya, serta didalamnya melibatkan pendidikan dan interpretasi. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya berlaku untuk wisatawan tetapi juga untuk tuan rumah (host), serta dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu indikator keberhasilan dari ekowisata.Â
Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati tentu sangat mendukung adanya ekowisata. Sayangnya, dalam penyelenggaraannya masih banyak yang belum sesuai dengan prinsip ekowisata menurut TIES seperti:
Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan budaya
Membangun kesadaran dan kepedulian terhadap budaya dan lingkungan
Memberikan pengalaman positif, baik bagi wisatawan maupun warga lokal sebagai tuan rumah
Memberikan keuntungan finansial langsung bagi konservasi
Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi warga lokal
Meningkatkan sensitivitas bagi iklim politik, lingkungan, maupun sosial pada negara tuan rumah.
Apabila sudah demikian, maka penyelenggaraan ekowisata ternyata masih memiliki banyak tantangan serta menimbulkan dampak negatif. Biasanya hal tersebut juga tidak terlepas dari destinasi yang menjual diri mereka dengan teknik greenwashing, sehingga seringkali sulit membedakan antara ekowisata sebenarnya dengan ekowisata yang hanya iklan semata. Kadang yang dipromosikan hanya pariwisata berhubungan dengan alam, tidak termasuk bagaimana konservasi lingkungannya maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat lokalnya. Praktik ekowisata yang tidak sebenarnya tersebut kemudian merujuk pada istilah "pseudo-ekowisata".