Mohon tunggu...
Lisa Fitriani
Lisa Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah (Universitas Negeri Semarang)

Penyuka tantangan, mudah beradaptasi. Hobi : Suka MotoGP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rumah Fosil Banjarejo, Kabupaten Grobogan: Kumpulan Fosil Terletak di Rumah? Bukan di Museum, Yuk Simak Selengkapnya

14 April 2023   19:20 Diperbarui: 14 April 2023   19:27 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Fosil Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan. Gambar: www.medcom.id

Rumah Fosil Banjarejo, Grobogan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai cagar budaya. Rumah fosil ini terletak di Dusun Medang, Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan. Pada Rumah Fosil Banjarejo ini terdapat sekitar 500 lebih fosil dari 15 spesies hewan laut maupun hewan darat yang juga telah teridentifikasi. 

Fosil-fosil ini ditemukan disekitar desa Banjarejo, yang mana hal ini telah mampu menunjukkan bahwasanya di Desa Banjarejo turut menyimpan catatan sejarah peradaban yang cukup panjang. 

Di Banjarejo juga telah ditemukan bangunan yang mirip dengan benteng kerajaan, sehingga diperkirakan Desa Banjarejo dulunya pernah dijadikan sebagai ibukota Nusantara pada masa Kerajaan Medang Kamulan, tepatnya sekitar tahun 900-1500an.

Di dalam Rumah Fosil Banjarejo juga tidak hanya menyimpan fosil-fosil saja, melainkan juga barang-barang antik seperti gerabah dan juga perhiasan yang digunakan pada masa Hindu-Buddha. 

Hal ini sangat tepat, jika Desa Banjarejo dijadikan sebagai salah satu bagian dari bentuk cagar budaya kabupaten Grobogan, karena memang di dalam desa tersebut telah menyimpan banyak catatan sejarah.

Pada umumnya masyarakat Dusun Medang, Desa Banjarejo memiliki kebiasaan menambang emas yang terpendam di area persawahan. Kebiasaan tersebut menjadi satu alur cerita di dalam penemuan fosil di Desa Banjarejo. 

Keberadaan Desa Banjarejo dengan hasil ratusan temuan pada zaman purba telah banyak menarik perhatian tersendiri. Tidak heran jika banyak para peneliti yang datang ke tempat ini, termasuk juga Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, dan juga Balai Arkeologi Jogjakarta.

Menurut BPSMP, dahulu Desa Banjarejo pada zaman purba, sekitar kurang lebih dua juta tahun yang lalu, wilayah ini merupakan kawasan lautan dangkal. Sekitar 1,6 juta tahun yang lalu wilayah ini kemudian mengalami perubahan, dan berubah menjadi Laguna. 

Tidak hanya itu saja, menurut BPSMP di kawasan ini terdapat pesisir pantai, muara sungai, rawa, padang pasir, dan juga hutan-hutan. Kemudian diperkirakan baru sekitar satu juta tahun yang lalu kawasan Banjarejo ini berubah menjadi wilayah daratan, serta juga menjadi tempat tinggal atau didiami oleh hewan-hewan besar, seperti halnya gajah stegodon.

Hasil penemuan dari galian tersebut disimpan di Rumah Fosil Banjarejo. Dimana Rumah Fosil ini sejatinya adalah rumah seorang kepala desa yang bernama Achmad Taufik. 

Di sini lah kita akan menemui fosil-fosil hewan purba, seperti kepala kerbau, tengkorak buaya, kera, gading gajah, yang semuanya memiliki ukuran yang besar. Namun, tidak hanya itu saja. 

Di Rumah Fosil Banjarejo juga menyimpan barang-barang gerabah atau pernak-pernik yang merupakan benda hasil peninggalan zaman Megalitikum dan juga benda-benda peninggalan kerajaan Medang Kamulan.

Pada awal mulanya, karena ketidak tahu-an warga atau masyarakat sekitar mengenai fosil, maka benda-benda yang mereka temukan pada saat itu dijadikannya sebagai landasan pondasi rumah mereka, sebagai alas tempat wudhu dan lain sebagainya. 

Selain itu, banyak kolektor dari luar kota yang datang mengunjungi tempat ini untuk berburu benda-benda tersebut, dan dijadikannya sebagai benda koleksi mereka, sehingga akhirnya pun ribuan fosil telah terjual ke tangan para kolektor. Hingga akhirnya Achmad Taufik yang kala itu sebagai kepala desa menjadi inisiator untuk mengumpulkan benda-benda temuan tersebut di rumahnya.

Menurut cerita dari kepala desa setempat, yaitu bapak Achmad Taufik, sekitar tahun 2010, warga menemukan fosil. Di tahun 2015, kemudian para warga muda setempat membentuk komunitas penemu fosil. 

Akhirnya, dengan pembentukan komunitas tersebut telah mampu menyelamatkan satu persatu fosil yang ditemukan di Desa Banjarejo. Hingga akhirnya sampai di tahun 2019, kurang lebih terdapat sekitar 1.300 lebih fosil yang telah ditemukan, baik itu fosil dari binatang laut, binatang rawa, dan juga binatang darat.

Menurut hasil tinjauan dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Dusun Medang, Desa Banjarejo memiliki potensi sebagai cagar budaya, karena di dalamnya banyak ditemukan artefak-artefak mulai dari abad ke XII-XVII yang mana beraneka ragam, seperti uang kepeng, fragmen keramik, tulang-tulang, lumpang batu, struktur batu bata, dan lain sebagainya. 

Dari hasil temuan yang berupa sebaran artefak yang mana berupa pecahan keramik dan juga tembikar kuno, hal ini dianggap kemungkinan bahwa lokasi temuan tersebut merupakan sebuah kompleks pemukiman kuno, yang mana diduga di pemukiman tersebut padat penduduk dan maju, serta di dukung oleh jalur transportasi air di Sungai Nganggil. 

Untuk selanjutnya, juga telah ditemukan tengkorak Kerbau Purba yang ditemukan di Sungai Lusi, tepatnya pada bulan September 2015. Hal ini tentu menjadi perhatian masyarakat tersendiri dan menambah ketertarikan dari masyarakat Banjarejo terhadap cagar budaya yang ada di daerah mereka. 

Hingga akhirnya dari hari ke hari fosil-fosil yang telah ditemukan di Banjarejo ini mendapatkan perhatian dari masyarakat luas, contoh halnya seperti adanya pameran, baik itu berasal dari liputan media cetak maupun elektronik, sehingga akhirnya mampu menarik perhatian dari pemerintah dan juga peneliti, serta juga komunitas untuk turut ikut serta dalam mengembangkan dan memajukan Rumah Fosil Banjarejo.

Adanya Rumah Fosil Banjarejo ini dapat menjadi salah satu sarana menambah pengetahuan wisatawan mengenai fosil, benda-benda purbakala dan juga budaya. Sedangkan untuk masyarakat sekitarnya, adanya Rumah Fosil Banjarejo ini juga dapat menjadi salah satu sarana mengembangkan perekonomian, seperti halnya dengan mengembangkan usaha kuliner, jasa,usaha souvenir dan juga seni budaya. 

Baik sudah dirasakan atau tidak, dengan adanya pengembangan dari wisata ini ternyata telah mampu memberi dampak positif pada kehidupan masyarakat, meskipun hal tersebut belum siginifikan. 

Tidak hanya membawa perubahan dalam aspek perekonomian saja, melainkan juga pada kebudayaan. Dimana masyarakat sekitar turut berpartisipasi dalam memperkenalkan kebudayaan tradisional, seperti halnya kesenian kotek lesung dan juga tari tradisional yang dimainkan masyarakat sekitar ketika menyambut pengunjung datang, dan biasanya untuk menyambut rombongan pengunjung yang datang.

Dengan adanya Rumah Fosil Banjarejo ini telah mampu memberikan warna baru sekaligusmemberikan dampak positif bagi masyarakat disekitarnya, karena setelah adanya rumah fosil dan diresmikannya Banjarejo sebagai salah satu desa wisata pada tanggal 27 Oktober 2016, Desa Banjarejo mulai dikenal dan menarik perhatian publik, yang mana sebelumnya diketahui sebagai desa yang miskin, tingkat pendidikan warganya yang tergolong rendah, pendapatan yang rendah dan juga merupakam desa tertinggal, akan tetapi kini sudah mulai bisa bangkit.

Fosil-fosil yang telah ditemukan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam suatu ruangan yang sifatnya pribadi tentu memiliki dampak yang kurang baik juga bagi pemilik rumah, yaitu kepala desanya maupun bagi nilai fosil itu sendiri. 

Rumah yang sifatnya pribadi dan kemudian dijadikan sebagai tempat dikumpulkannya fosil menjadikan rumah tersebut akhirnya mungkin dapat sedikit kehilangan privasinya, karena tentu banyak dikunjungi oleh masyarakat, meskipun secara pasti terdapat sekat pembatasnya. Kemudian, bagi para pengunjungnya bisa saja jadi kurang leluasa, karena letak fosil-fosil tersebut berada di rumah pribadi, bukan sebuah gedung yang dibangun khusus untuk menyimpan fosil-fosil tersebut, seoerti halnya museum. 

Meskipun pelaku pengembangan utama adalah masyarakat setempat, tetapi peran serta dari pihak swasta dan juga pemerintah juga sangat diperlukan guna untuk mendorong keberhasilan wisata ini, sehingga harapannya masyarakat setempat bisa lebih terbuka, sehingga dapat bekerjasama dengan para investor.

Bagi kalian yang pecinta fosil dan ingin melihat langsung fosil-fosil fauna dan gerabah peninggalan Kerajaan Kamulan, bisa banget untuk langsung berkunjung ke sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun