Aku mencoba mendekat k mereka di waktu biasa, tapi aku tidak paham ap yang mereka katakan, hal apa yang mereka obrolkan.Â
Saat aku tanya apa yang kalian bahas?? Responnya hanyalah hening, saling melihat tanpa memberi kejelasanÂ
Aku mulai menarik diri ,menjauh dengan perlahan. Tiada yg merasa kehilangan, mereka tetap mendatangiku jika ad yang mereka inginkan, seperti ikut pulang bersama dengan alasan kita searahÂ
Aku memang bodoh, hati dan pikiranku bodoh, aku tidak bisa menolak, aku takut sendirian dan makin kehilangan.
Aku dengan sikap buruk ku menjadi teman sampai lulus di bangku pendidikan.
Sampai akhirnya aku sadar. Teman ku bukanlah mereka yang di sebut sebagai orang² baik itu dengan golongan para orang tua atau keluarga mereka yang seorang guru, juragan, dan orang-orang berkasta di desa ini.Â
Namun teman baikku adalah mereka yang dulu di labeli sebagai anak nakal dan tidak jelas.Â
Memang aku dulu juga mendapat label tersebut dari masyarakat sekolah. karena itu aku mencoba untuk memperbaiki diri dengan dekat ke orang-orang yang berlabel baik tersebut.Â
Harapan ku berteman ke mereka, namun nyatanya sekarang aku berteman baik dengan mereka yang berlabel buruk.
Tapi aku merasa hal itu bukanlah buruk, mereka hanya sekumpulan anak di masa pubertas yang sedikit kehilangan kendali. Mereka tidak seburuk itu.Â
Mereka berusaha menjadi pribadi yang baik. Meskipun label buruk itu tetap menempel menjadi identitas diri. Namun mereka tetap berusaha menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya.