Kondisi ini dapat memberikan dampak fatal bagi perkembangan janin, terutama pada tahap awal kehamilan. Ketidakcukupan asupan gizi selama fase implantasi embrio dapat menghasilkan dampak serius terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin pada trimester berikutnya. Signifikansinya asupan gizi optimal selama kehamilan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin menjadi semakin jelas. Apabila ibu mengalami kekurangan gizi, penyediaan asupan gizi yang memadai untuk janin juga menjadi suatu tantangan yang kompleks.Â
Konsekuensinya, terjadi gangguan pada pertumbuhan janin yang mungkin mengakibatkan Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR). Dengan demikian, keadaan gizi ibu harus diperhatikan secara khusus, pencegahan KEK selama kehamilan, dan pengawasan pertumbuhan janin untuk mengurangi risiko BBLR dan kejadian stunting pada anak balita.
Asam lemak esensial memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia balita. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan nutrisi yang sangat tinggi saat otak sedang mengalami fase pertumbuhan.Â
Pada anak usia 2-3 tahun, jika mereka tidak mendapatkan asupan gizi yang memadai, ini dapat memiliki dampak negatif yang berkelanjutan pada perkembangan mereka. Dampak tersebut termasuk kemungkinan mengalami gangguan dalam kemampuan mengingat informasi, kesulitan dalam memecahkan masalah, serta penurunan potensi kreativitas dan daya cipta ketika mereka mencapai dewasa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chang et al., (2009), menunjukkan bahwa asam lemak, khususnya asam lemak omega-3, menjadi komponen yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan memainkan peran vital dalam proses pertumbuhan serta perkembangan otak pada anak balita.Â
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Innis (2000), di mana asam lemak esensial omega-3 memiliki kontribusi penting dalam aspek morfologis, biokimia, dan molekuler dari otak dan organ tubuh lainnya. Kekurangan asam lemak omega-3, yang dapat timbul akibat asupan yang tidak memadai atau adanya gangguan daya serap akibat penyakit tertentu, mampu menghambat perkembangan otak. Selain itu, interaksi dengan lingkungan dan keadaan fisik juga sangat memengaruhi perkembangan kognitif. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa balita menerima asupan nutrisi yang memadai, termasuk asam lemak esensial, untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Asam lemak esensial diperoleh melalui asupan makanan dari luar dan tidak bisa dibuat oleh tubuh secara alami. Ikan lele adalah salah satu jenis ikan yang mudah untuk ditemukan dan memiliki nilai ekonomis terjangkau, serta mengandung asam lemak essensial yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Khususnya, ikan lele memiliki kandungan EPA (Asam Eikosapentaenoat) dan asam lemak tak jenuh lainnya seperti DHA (Asam Dokosaheksaenoat), yang cenderung terkonsentrasi di bagian kepala ikan.Â
Purnamasari (2018) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa ikan lele memiliki kandungan asam lemak omega-3 sebesar 13,6 g per 100 gr, asam lemak omega-6 sebesar 22,2 g per 100 gr, dan asam lemak omega-9 sebesar 19,5 g per 100 gr. Penelitian Effiong & Fakunle (2010) juga mendukung penelitian ini dengan menunjukkan bahwa kepala ikan lele memiliki kadar asam lemak esensial, seperti EPA dan DHA, di mana bagian tersebut memiliki kandungan yang tinggi dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Hasil penelitian Syihab & Dina (2017) sejalan dengan temuan sebelumnya, menunjukkan perbandingan komposisi asam lemak essensial, khususnya omega-3 dan omega-6, di bagian kepala ikan lele sekitar 18,49% : 47,31%, sementara di bagian tubuh sekitar 17,46% : 33,35%. Penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Gunawan (2014), diperoleh hasil bahwa minyak ikan hasil esterifikasi asam lemak etil ester, baik di bagian kepala maupun badan ikan lele menunjukkan kesamaan kandungan. Kedua bagian tersebut mengandung asam lemak esensial seperti linoleat (ALA), oleat, Â DHA, dan EPA, meskipun dengan tingkat konsentrasi yang berbeda.Â
Dari keempat jenis asam lemak esensial tersebut, proporsi EPA tertinggi (1,55%) terdapat pada bagian kepala ikan lele, sementara linoleat (0,37%) menunjukkan persentase komposisi paling rendah di bagian tersebut. Pada bagian badan ikan lele, kandungan DHA mencapai level tertinggi (0,68%), sedangkan linoleat memiliki proporsi terendah (0,43%). Total persentase komposisi asam lemak esensial pada bagian kepala mencapai 3,34%, sedangkan pada bagian badan mencapai 2,02%. Dengan demikian, ikan lele memiliki potensi sebagai sumber asam lemak esensial yang penting, terutama jika dikonsumsi secara utuh atau dengan fokus pada bagian kepala. Pemanfaatan ikan lele dalam pola makan seimbang dapat memberikan kontribusi positif terhadap kesehatan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya