Mohon tunggu...
lisa asmamita
lisa asmamita Mohon Tunggu... Lainnya - lisa asmamita

lisa asmamita,seorang mahasiswa,pekerja,penyair serta novelis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ruang Lingkup Ushul Fiqh

5 April 2021   11:41 Diperbarui: 6 April 2021   10:35 11428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A.PENGERTIAN USHUK FIQIH

Ushul fikih (bahasa Arab: ) adalah ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.

B.HUBUNGAN FIQIH DAN USHUL FIQIH

Fiqh mengacu pada ilmu yang membahas persoalan-persoalan hukum Islam yang praktis, sedangkan ushul fiqh mengacu pada ilmu yang membahas kaidah-kaidah mengenai metode dalam menggali hukum dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ushul fiqh merupakan proses istinbath (menggali) hukum dari dalil-dalil, sedangkan fiqh merupakan hasil (produk) dari ushul fiqh yang dituangkan ke dalamnya. Fiqh tidak akan pernah ada jika produk ushul fiqh tidak berkerja. Dengan demikian, fiqh sangat bergantung dan berhubungan dengan ushul fiqh, sedangkan ushul fiqh awal proses dan dapat melihat keputusan-keputusan lama yang ada di dalam fiqh. 

C.Tujuan USHUL FIQIH

Tujuan yang akan dicapai ilmu fiqh ialah penerapan hukum syariat pada semua amal perbuatan manusia. Ilmu fiqh merupakan tempat pengembalian seorang qadhi/hakim dalam memutuskan perkara, seorang mufti dalam memberikan fatwa dan setiap orang mukalaf dalam mengetahui hukum-hukum syariat pada segala tindak dan tutur katanya. Sementara itu, tujuan ilmu ushul fiqh ialah penerapan kaidah-kaidahnya dan pembahasan-pembahasannya pada dalil-dalil yang terperinci untuk mencapai hukum-hukum syariat yang ditunjuknya. Dengan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan ini, maka nash-nash syariat dapat dipahami dengan sempurna dan hukum-hukum yang ditunjuk oleh nash-nash itu dapat diketahui dengan saksama. Bahkan, peristiwaperistiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam nash dapat ditetapkan hukumnya melalui qiyas, istihsan, istishhab atau yang lain dan dapat dibandingkan hasil ijtihad pada mujtahid satu sama lain. Hal-hal semacam ini tidak akan dapat dicapai secara sempurna jika tidak mengetahui ilmu ushul fiqih.

D.SEJARAH USHUL FIQIH

Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu menyusun ilmu fikih sesuai dengan Alquran, hadis, dan ijtihad para Sahabat. Setelah Islam semakin berkembang, dan mulai banyak negara yang masuk kedalam daulah Islamiyah, maka semakin banyak kebudayaan yang masuk, dan menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru ini yang tidak ada di zaman Rosulullah. Maka para Ulama ahli Usul Fiqh menyusun kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai dengan dalil yang digunakan oleh Ulama penyusun ilmu fikih.[2]

Usaha pertama dilakukan oleh Imam Syafi'i dalam kitabnya Arrisalah. Dalam kitab ini ia membicarakan tentang Alquran, kedudukan hadis, ijma, qiyas, dan pokok-pokok peraturan mengambil hukum. Usaha Imam Syafi'i ini merupakan batu pertama dari ilmu ushul fiqih yang kemudian dilanjutkan oleh para ahli ushul fiqih sesudahnya. Para ulama ushul fiqih dalam pembahasannya mengenai ushul fiqih tidak selalu sama, baik tentang istilah-istilah maupun tentang jalan pembicaraannya. Karena itu maka terdapat dua golongan yaitu; golongan Mutakallimin dan golongan Hanafiyah.[3]

Golongan Mutakallimin dalam pembahasannya selalu mengikuti cara-cara yang lazim digunakan dalam ilmu kalam, yaitu dengan memakai akal-pikiran dan alasan-alasan yang kuat dalam menetapkan peraturan-peraturan pokok (ushul), tanpa memperhatikan apakah peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan persoalan cabang (furu') atau tidak. Di antara kitab-kitab yang ditulis oleh golongan ini adalah:

  1. Al-Mu'tamad oleh Muhammad bin Ali
  2. Al-Burhan oleh Al-Juwaini
  3. Al-Mustashfa oleh Al-Ghazali
  4. Al-Mahshul oleh Ar-Razy

Golongan Hanafiyah dalam pembahasannya selalu memperhatikan dan menyesuaikan peraturan-peraturan pokok (ushul) dengan persoalan cabang (furu'). Setelah kedua golongan tersebut muncullah kitab pemersatu antara kedua aliran tersebut di antaranya adalah;

  1. Tanqihul Ushul oleh Sadrus Syari'ah
  2. Badi'unnidzam oleh As-Sa'ati
  3. Attahrir oleh Kamal bin Hammam
  4. Al-Muwafaqat oleh As-Syatibi

Selain kitab-kitab tersebut di atas, juga terdapat kitab lain yaitu, Irsyadul Fuhul oleh Asy-Syaukani, Ushul Fiqih oleh Al-Chudari. Terdapat juga kitab Ushul fiqih dalam bahasa Indonesia dengan nama "Kelengkapan dasar-dasar fiqih" oleh Prof. T.M. Hasbi As-Shiddiq

E.MANFAAT USHUL FIQIH

1.Menjadi pondasi dalam berijtihad

Ilmu ushul fiqh merupakan dasar yang digunakan para ulama dalam berijtihad. Yakni memutuskan hukum syara' atau perkara-perkara yang tidak ada dalilnya dalam Al-quran dan Al-hadist. Tentunya dalam berijtihad tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Sebab nantinya hasil ijtihad ini akan digunakan oleh masyarakat sebagai landasan hukum.

2.Memperluas wawasan tentang islam

Manfaat mempelajari ilmu ushul fiqh yang pertama adalah untuk memperluas wawasan tentang islam yang berkenaan dengan hukum-hukum syariat. Dengan demikian, apabila ada perkara tertentu maka kita bisa mencari dalil-dalil yang benar.

3.Sebagai Metodologi untuk Melakukan Ijtihad Bagi mujtahid, Ushul Fiqih berfungsi sebagai sebuah metodologi untuk melakukan ijtihad. Proses ijtihad sendiri dilakukan melalui proses pemahaman yang argumentatif atas sumber-sumber hukum Islam. Tujuannya adalah untuk menjawab setiap problematika kehidupan manusia dengan mengembangkan Syariat Islam menjadi Yurisprudensi Islam aplikatif (Fiqih). Ijtihad sendiri memiliki posisi penting sebagai sumber hukum setelah Quran dan Sunah. Ijtihad wajib dilakukan oleh mujtahid disetiap zaman. Sebuah proses yang harus terus-menerus dilakukan oleh seorang mujtahid untuk menjawab persoalan yang terus berkembang

4.Memahami Maksud/ Tujuan Disyariatkannya Hukum Islam Dalam Ilmu Ushul Fiqih kita mempelajari bahwa pembuat syariat (Allah) menetapkan hukum kepada manusia tidaklah dengan main-main / sia-sia. Maksud dan tujuan Allah menetapkan hukum kepada manusia tidak lain adalah untuk keselamatan/kebaikan manusia itu sendiri, baik keselamatan di dunia maupun akhirat. Diharamkan meminum minuman keras misalnya, adalah dalam rangka memelihara akal (hifzh al-'aql), karena minuman keras dapat menyebabkan hilangnya akal.

5.Memahami bagaimana proses suatu hukum ditetapkan Bagi kita yang tidak berada di level mujtahid, Ushul Fiqih berfungsi untuk memahami bagaimana proses suatu hukum ditetapkan. Dengan mempelajari Ushul Fiqih kita tidak hanya sekedar mengetahui hukum wajib atau sunnah terhadap suatu hal, tetapi juga mengetahui latar belakang dan sebab-sebab ditetapkannya hukum tersebut. Kita memahami kekayaan metodologi dalam mengambil hukum Islam. Menetapkan hukum terhadap suatu hal tidaklah sembarangan. Ada berbagai teori dalam Ushul Fiqih yang yang dapat digunakan dalam Ijtihad dan Istinbath.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun