Mohon tunggu...
lisa puspa karmila
lisa puspa karmila Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas indonesia

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melacak Jejak: Bagaimana Budaya Patriaki di Tempat Kerja Mempengaruhi Kesehatan Mental

11 Juni 2024   20:30 Diperbarui: 11 Juni 2024   21:05 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Penulis : Lisa Puspa Karmila

Manusia adalah makhluk sosial, saling bergantung satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam kehidupan pastinya kita akan berinteraksi satu sama lain, begitu pula dalam dunia pekerjaan pastinya kita akan saling berinteraksi. Di tengah dinamika dunia kerja yang terus berkembang, aspek yang sering kali diabaikan adalah dampak budaya patriaki terhadap kesehatan mental individu di lingkungan kerja. Budaya patriaki di tempat kerja dapat menciptakan lingkungan yang tidak hanya menekan produktivitas, tetapi juga berdampak negatif pada kesejahteraan mental individu yang menjadi sasaran atau menyaksikan perlakuan diskriminatif.

Dalam kutipan buku Perempuan, Masyarakat dan Budaya Patriaki Pendapat Ft Walby (2014) seorang Profesor Sosiologi dan Direktur Violence and Society Center di City, University of London, yang menyatakan bahwa patriarki adalah sebuah sistem struktur sosial dan praktik-praktik yang memposisikan laki-laki sebagai pihak yang mendominasi, menindas dan mengeksploitasi kaum perempuan.

Lalu bagaimana budaya patriaki di tempat kerja mempengaruhi kesehatan mental seseorang? Salah satu yang sering terjadi didunia pekerjaan adalah diskriminasi karena adanya budaya patriaki. Terjadinya diskriminasi tersebut mengakibatkan kecemasan yang berlebih, di lingkungan kerja yang didominasi oleh laki-laki dan di mana norma-norma patriarki masih berlaku, seorang perempuan mungkin menghadapi diskriminasi atau kesulitan dalam naik jabatan atau mendapatkan pengakuan profesional yang seharusnya. Ini bisa membuatnya merasa tidak dihargai, tidak setara, dan bahkan meragukan kemampuannya sendiri. Hal ini dapat memicu perasaan rendah diri dan kecemasan akan masa depan karirnya.

Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pengalaman diskriminasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat meningkatkan risiko stres, kecemasan, depresi, dan bahkan menyebabkan gangguan kesehatan mental yang serius. Penelitian oleh Pascoe dan Richman pada tahun 2009 yang terbit di jurnal “American Journal of Public Health” menemukan bahwa pengalaman diskriminasi terkait dengan budaya patriaki meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi pada individu yang menjadi sasaran diskriminasi. Temuan tersebut menunjukkan bahwa diskriminasi dapat mempengaruhi kesehatan mental melalui mekanisme seperti penolakan sosial, perasaan tidak aman, dan tekanan psikologis yang berkelanjutan.

Tantangan yang dihadapi dalam mengubah budaya patriaki meliputi banyak orang mungkin tidak menyadari atau tidak sepenuhnya memahami dampak negatif budaya patriarki terhadap kesehatan mental, sehingga sulit untuk memotivasi mereka untuk mendukung perubahan dan beberapa individu atau kelompok mungkin menentang perubahan menuju lingkungan kerja yang lebih inklusif serta setara karena mengancam posisi atau keuntungan yang mereka miliki dalam hierarki yang ada.

Oleh karena itu, penting bagi organisasi dan individu untuk bersama-sama berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, di mana semua orang merasa dihargai, didukung, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Dengan mengatasi budaya patriaki, kita dapat mempromosikan kesehatan mental yang baik di tempat kerja dan memastikan bahwa setiap individu dapat meraih potensi mereka secara penuh

Perjalanan melacak jejak dampak budaya patriaki di tempat kerja terhadap kesehatan mental membutuhkan penelusuran yang teliti terhadap berbagai faktor yang memengaruhi interaksi dan dinamika di lingkungan profesional. Dalam hal ini, penting untuk mempertimbangkan bagaimana budaya organisasi, kebijakan perusahaan, dinamika interpersonal, serta peran individu dalam membentuk dan mempertahankan norma-norma serta sikap terhadap keberagaman di tempat kerja. Dengan demikian, kita dapat lebih memahami kompleksitas hubungan antara budaya diskriminasi dan kesehatan mental di tempat kerja.

Mengatasi budaya diskriminasi di tempat kerja adalah penting untuk menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan semua anggota tim. Langkah-langkah untuk mendorong kesetaraan gender dan mengurangi diskriminasi akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan mendukung bagi semua individu. Langkah-langkah mengurangi budaya patriaki adalah dengan kebijakan anti-diskriminasi yang kuat, pelatihan kesadaran dan sensitivitas, serta mempromosikan budaya kerja yang menghargai keragaman dan memberdayakan semua anggota tim.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun