Mohon tunggu...
Lisdiana Sari
Lisdiana Sari Mohon Tunggu... Administrasi - Kompasianer

Terus Belajar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kusta Bukan Nista, Empati Jangan Stigmatisasi

23 Oktober 2022   16:24 Diperbarui: 25 Oktober 2022   02:05 1897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas Bank Sampah di PerMaTa Sulsel. (Foto: permatasulsel.com)

Seperti diakui pula oleh Wakil Menteri Kesehatan, pencapaian target eliminasi kusta 2024 dihadapkan sejumlah tantangan yang tidak ringan. Salah satunya, akibat masih maraknya stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penderita kusta beserta keluarganya.

Untuk itu, penulis mengusulkan, melakukan pengendalian penyakit kusta sama seperti yang dilakukan saat penanganan pandemi COVID-19, yaitu menerapkan strategi 3T (testing, tracing dan treatment). Meskipun, penulis juga menyadari, pengendalian dan pencegahan kusta justru lebih dari sekadar 3T itu. 

Karena, seperti disampaikan Wakil Menteri Kesehatan, penderita kusta juga harus mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sosialnya. Dukungan ini penting, guna meningkatkan kepercayaan diri penyandang kusta sehingga mereka tetap bisa berdaya, aktif juga produktif. Penderita kusta dan keluarganya, jangan malah justru distigmatisasi.

Di sinilah penulis memberi saran, agar patut kiranya ditambahkan satu 'T' lagi guna pengendalian dan pencegahan kusta sehingga menjadi '4T' atau testing, tracing, treatment, tepis. Maksudnya, tepis semua stigma terkait kusta.

Media Gathering
Media Gathering "Stigma dan Mental Wellbeing pada Kusta" di Radio KBR Jakarta, (23/8/2022). (Foto: kbr.id)

Memangnya apa saja stigma yang dilabelkan terkait kusta?

Communications Officer Netherlands Leprosy Relief (NLR) Indonesia, Paulan Aji saat Media Gathering membahas topik "Stigma dan Mental Wellbeing pada Kusta" di Acara Ruang Publik Radio KBR Jakarta, 23 Agustus 2022, memaparkan sejumlah stigma itu. NLR Indonesia adalah sebuah LSM non pemerintah yang didirikan di belanda pada tahun 1967 yang bergerak dibidang penanggulangan dan pengendalian kusta.

"Kusta distigmatisasi sebagai penyakit yang sangat mudah menular. Publik menangkap stigma kusta yang mudah menular. Sehingga, penderita kusta yang masih berobat pun tetap saja dibilang menular. Kusta disebut-sebut tidak dapat disembuhkan. Padahal kenyataannya dapat disembuhkan. Ada obatnya dengan periode proses penyembuhan tertentu. Kusta hanya menyerang lansia, padahal faktanya siapa saja dan segala umur bisa saja terinfeksi," tutur Paulan.

Selain itu, yang sering distigmatisasi adalah kusta merupakan penyakit kutukan. Sehingga penderitanya dianggap sebagai pendosa, empunya aib dan sebagainya.

"Kusta juga dianggap sama dengan diisolasi. Penderita kusta justru dijauhi dari rumah, bahkan ada yang sengaja dibuatkan "kandang" tersendiri di belakang rumah.

Kusta adalah penyakit orang miskin, padahal tidak juga, karena siapa saja bisa terkena infeksinya, bila kontak erat dalam jangka waktu lama dengan orang berpenyakit kusta yang belum berobat. Ingat, ada penekanan yang belum berobat," urainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun