Pada topik terorisme, pemandu menanyakan strategi "Prabowo-Sandi" guna melaksanakan program pencegahan terorisme dan deradikalisasi. Prabowo membedah terorisme, yang katanya banyak juga hasil penyusupan dari luar (negeri). Sedangkan yang dari dalam, terorisme muncul akibat rasa ketidakadilan dan keputusasaan.
"Saya sangat mendukung usaha deradikalisasi, untuk itu "Prabowo-Sandi" manakala kita memimpin pemerintahan, kita akan benar-benar investasi besar-besaran pada pendidikan, kesehatan, untuk membantu rakyat paling bawah, paling miskin. Kita akan membantu pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, guru-guru dimana-mana harus kita perbaiki, kapasitasnya, kualitas hidupnya ..," tutur Prabowo.
Masih kurang, Sandiaga Uno pun menambahkan.
"Banyak sekali masyarakat yang tidak bisa merasakan masa depan yang cerah, akhirnya terpapar karena kebutuhan ekonominya. Oleh karena itu Prabowo-Sandi akan melihat peta-peta di mana risiko ini timbul berdasarkan ideologi, motivasi,dan psikologinya. Kita harus hadir untuk mereka memastikan tidak terjerumus ke terorisme ..," urai Sandi.
Giliran Ma'ruf Amin yang tampil bicara tentang terorisme dan radikalisme. Ma'ruf tahu benar, memanfaatkan momentum sesuai kapabilitas dirinya. "Deradikalisasi itu dari mereka yang sudah terpapar mengembalikan ke jalan yang lurus. Oleh karena itu, caranya apa yang menyebabkan dia radikal. Kalau itu karena paham keagamaan yang menyimpang. Maka yang harus kita doktrinkan bagaimana meluruskan paham keagamaannya yang menyimpang itu. Kalau itu disebabkan faktor ekonomi, sosial maka pendekatannya adalah melalui pemberian lapangan kerja dan santuan yang bisa mengembalikan mereka ke jalan lurus ..," urai Ma'ruf.
Prabowo masih berapi-api menanggapi. Tapi sebenarnya substansi materi sudah boleh dikatakan selesai, ketika point pentingnya disampaikan Ma'ruf Amin.
Sebagai gambaran, acapkali bicara korupsi, Prabowo itu garang! Pernah ia bilang, praktik korupsi di Indonesia, sudah seperti penyakit kanker stadium empat. Lalu di bukunya yang berjudul "Paradoks Indonesia", Prabowo juga sangar kalau bicara korupsi. "Tugas Kita: Kejar dan Tangkap Koruptor", begitu judul kecil dalam bukunya, ketika mengulas korupsi di negerinya sendiri.
Prabowo menulis, korupsi di Indonesia sudah kelewatan. Kalau bangsa Indonesia tidak mampu mengurangi korupsi yang sudah merajalela, pasti bangsa ini akan gagal. Ini ajaran sejarah. Tidak usah kita ragukan lagi. Dengan korupsi, semua aparat pemerintah akan rapuh. Dengan korupsi, tidak ada uang untuk menyelenggarakan jasa-jasa, kepada rakyat. Dengan korupsi, negara ini tidak punya cukup uang untuk membeli dan memproduksi pesawat terbang untuk membeli dan memproduksi pesawat terbang untuk angkatan udaranya. Tidak cukup anggaran untuk mengadakan kapal patrol untuk angkatan lautnya. Tidak bisa sediakan peluru untuk angkatan daratnya. Tidak mampu memberikan alat-alat yang diperlukan polisi-polisinya. (hal. 115) Â
Nah, pada debat pertama Pilpres 2019 kemarin, Jokowi mengingatkan rivalnya, Prabowo, terhadap komitmen pemberantasan korupsi. Tapi uniknya, Jokowi nyinyir kepada Prabowo, tentang Caleg Partai Gerindra yang merupakan bekas koruptor.
Pancingan Jokowi termakan. Prabowo terkesan emosionil dan menjawab, "Saya seleksi Caleg-caleg tersebut. Kalau ada bukti, silakan laporkan kepada kami. Lebih baik diumumkan saja daftar Caleg eks koruptor. Jika rakyat tidak menginginkan, maka rakyat tidak akan memilih. Yang jelas, kalau kasus itu sudah melalui proses, dia sudah dihukum, kalau hukum mengizinkan dan rakyat menghendaki dia, karena dia memiliki kelebihan-kelebihan lain, mungkin korupsinya enggak seberapa. Kalau curi ayam, benar itu salah. Tapi kalau merugikan rakyat triliunan, itu yang harus kita habisi di Indonesia ini," tegas Prabowo.