Alamak, apa ada toilet umum di sini? Lha, ini di gunung kayak begini, hayooo, musti gimana buang air kecilnya? Urusan buang hajat pun kami lakukan di belakang tenda. Air siraman diganti dengan tisu basah dan tisu kering sebagai pembersihannya. Sampah tisu tidak diabuang sembarangan. Semua rapi dan sadar untuk menjaga kebersihan. Emak-emak 'LT' pasti siap dong perabotan 'urusan ke belakang' beginian.
Semakin larut di lokasi perkemahan Gunung Prau semakin bikin galau dan hati kecut. Bagaimana enggak? Yang namanya hawa dingin, luar biasa rasanya. Menyelusup ke dalam tenda, jaket, sarung tangan, kaos kaki, ransel, carrier, sleeping bag ... semua jadi sedingin es batu. Rasanya semua membeku. Malah air minum pun perlahan tapi pasti berubah seperti air es. Waduuuhhhh ...
Ketidaknyamanan semakin bertambah. Kaki saya mulai terasa keram. Bergerak sedikit saja, rasanya lumayan sakit. Untuk meredakannya saya tahu banget yaitu harus rileks dan tidak tegang atau kaku. Tapi apa mau dikata, terbungkus sleeping bag malah makin membuat tubuh ini terasa semakin membujur tegang, sulit untuk relax dan enjoy.
Meski sudah coba tidur nyenyak, tapi rasanya mata ini sulit kompromi. Badan lelah sekalipun, tidur lelap masih saja tak bisa. Angin kencang berkali-kali menggoyang tenda, malah kadang seperti 'menggebuk-gebuk' sisi luar tenda. Dingin kian menusuk-nusuk. Entah berapa kali saya baru merasa bisa sedikit nyenyak, tapi kemudian terbangun lagi.
Jam 04.00 pagi. Kami cukup terkaget dengan suara-suara dari luar tenda. Ada suara orang banyak bertepuk tangan. Kedengarannya seisi lokasi perkemahan ini semua orang bertepuk tangan, saking rame-nya di telinga. Kami bertiga pun bangun dengan raut wajah yang sama-sama keheranan. Ada apa gerangan?
Belum juga terjawab rasa penasaran ini, kami merasa ada cahaya yang mulai masuk ke dalam bilik tenda. Warna sinar oranye dari luar tenda. Tak perlu berlama menahan kepo, kami bertiga langsung mengintip dari 'jendela' tenda. Sambil sebisa mungkin menahan hawa dingin yang tiada habis.
Woooowwww, ternyata ... suara tepuk tangan semua orang yang berada di lokasi camping ground di bukit ini adalah wujud rasa kegirangan karena mulai bersiap menyaksikan matahari terbit, sunrise!
Tapi, demi menyaksikan keindahan alam saat matahari baru kembali dari peraduan, kami pun memaksakan diri untuk bergegas segera keluar dari tenda. Tutup kepala saya kenakan, demi menahan dingin yang menerpa dahi dan utamanya telinga. Syal terlilit rapat di leher. Sedikit pakai lipstick supaya bibir tidak terlalu kering, dan tidak lupa mempersiapkan kacamata hitam.