Memasuki tahun 1820, Hindia Belanda kembali berkuasa, dan keempat pulau ini dibangun lagi, antara lain dengan memprioritaskan pembangunan Benteng Martello di semua pulau. Tapi untuk saat ini, seperti yang saya dan rombongan Kompasiana blogtrip saksikan sendiri, sisa Benteng Martello hanya ada di Pulau Kelor dan Pulau Bidadari. Apalagi, pada 1883, keempat pulau diterjang tsunami sebagai dampak letusan super volcano Gunung Krakatau, yang mengakibatkan sebagian benteng menjadi rusak berantakan.
Selain itu, referensi dari Museum Kebaharian Jakarta menyebutkan, memasuki abad ke-20, selain menjadi barak karantina haji dan rumah sakit haji pada 1911 – 1933, Pulau Onrust juga dijadikan sebagai tempat tahanan-tahanan kalangan pergerakan Nasional non koperatif sampai Belanda bertekuk lutut pada Jepang tahun 1942.
Pada babak Jepang berkuasa inilah, Pulau Onrust, Cipir, Kelor dan Bidadari dijadikan sebagai tempat para tahanan Jepang. Orang-orang Belanda dan Eropa yang bermusuhan dengan Jepang ditahan di empat pulau ini, lagi-lagi sampai Jepang menyerah kalah pada 14 Agustus 1945.
Sejarah masih berlanjut. Pada era Kemerdekaan, keempat pulau ini sempat dijadikan tempat penampungan pasien penyakit Kusta yang kemudian ditutup pada 1960. Tapi kemudian, diubah menjadi tempat latihan perang untuk melaksanakan Operasi Pembebasan Irian Barat.
Pulau Bidadari, The Heritage and Nature
Rombongan Kompasiana blogtrip menginap di Pulau Bidadari, tepatnya di Bidadari Eco Resort. Saya dan tiga Kompasianer wanita lainnya mendapat jatah kamar di Cendro 2. Di pulau ini, terdapat sisa Benteng Martello juga. Selain itu, ada juga Patung Bidadari, Monumen Elang Bondol, dan Pohon Sejuta Cinta yang akarnya saling menjuntai untuk kemudian melilit menjadi satu. Ada juga rusa-rusa bertanduk yang sangat jinak. Tapi, hewan bukan hanya rusa, ada juga biawak yang ukurannya lumayan super. Maklum di pulau ini terdapat pembibitan tanaman bakau/mangrove (rhizophora).