Cerita Tentang Jukung dan Klotok
“Kegiatan belajar mengajar di sini itu baru akan dimulai setelah semua murid sampai di sekolah”, cerita Bu Susilowati kemudian.
“Selain memanfaatkan klotok layanan antar jemput sekolah seperti yang saya naiki tadi, ada pula murid-murid yang pergi ke sekolah naik jukung. Sebutan untuk perahu kayu pergerakannya didayung secara manual dengan tenaga manusia”.
“Kalau anaknya masih kecil biasanya diantar orang tua. Setelah dinilai mahir menggunakan jukung, mereka dibekali jukung sebagai alat transportasi menuju sekolah. Satu jukung berukuran kecil dapat dinaiki tiga anak.”, tambahnya kemudian.
Saya pun mengangguk tanda mengerti.
Saat berada di sungai saya pun sempat mengamati kerjasama yang apik yang terjalin antar penumpang jukung. Kalau jukungnya buat bertiga, dua anak yang ada di depan dan di belakang perahu bertugas mendayung jukung. Sedangkan yang berada di tengah bertugas membuang air yang masuk ke dalam perahu.
Satu lagi, jika ada penumpang klotok maupun jukung yang belum datang, mereka tidak akan ditinggal lho! Jam pelajaran pun akan dimulai setelah semua murid hadir di sekolah!
“Wah, keren sekali anak-anak ini! Kecil-kecil sudah pandai berempati dan berkolaborasi! Jhoss bener!”, pekik saya dalam hati.
Sayangnya, karena keterbatasan waktu, selang satu setengah jam kemudian klotok kami mulai meninggalkan sekolah keren ini.
***