Mohon tunggu...
Retno Septyorini
Retno Septyorini Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan, sering jalan ^^

Content Creator // Spesialis Media IKKON BEKRAF 2017 // Bisa dijumpai di @retnoseptyorini dan www.retnoseptyorini.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Rekomendasi ''One Day Trip'' Menarik di Sekitar Candi Borobudur

9 Januari 2018   19:02 Diperbarui: 9 Januari 2018   21:54 2387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oles dan Pijat Kaki Ibu dengan Geliga Krim (dokumentasi pribadi)

Pada dasarnya saya merupakan penikmat wisata, begitu pula dengan ibu, bapak dan adik. Kalau dulu jalan-jalan berempat istilahnya cuma modal motor saja bisa, sekarang ceritanya sedikit berbeda karena harus mempersiapkan beberapa hal secara lebih terperinci mulai dari penyesuaian jadwal cuti, pilihan destinasi wisata yang sesuai hingga detail itinerary yang akan dijalani.

Altar Pemujaan di Wihara yang Berada di Dekat Candi Mendut (dokumentasi pribadi)
Altar Pemujaan di Wihara yang Berada di Dekat Candi Mendut (dokumentasi pribadi)
Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, kemanapun destinasi wisatanya, mau sekedar menikmati deburan ombak pantai, menghirup sejuknya udara di lembah pegunungan, asyiknya jelajah desa wisata ataupun menelusuri jejak sejarah nusantara, pada akhirnya one day trip menjadi pilihan wisata favorit kami. Biasanya kami mulai piknik dengan berangkat pagi-pagi lalu pulang di sore atau malam harinya. Selebihnya, sisa waktunya kami gunakan untuk bersilaturahmi ke rumah saudara, wisata kuliner  atau sekedar leyeh-leyeh di rumah. 

Jadi selain meluangkan waktu untuk jalan bersama teman, acapkali kami juga melakukan family trip. Meski putera-puteri ibu dan bapak kini sudah beranjak dewasa, namun family trip tetap menjadi agenda yang penting untuk direalisasikan. Bagi kami, selain dapat merekatkan jalinan kekeluargaan, family trip juga dapat menjadi ajang refreshing bagi ibu dan bapak yang kini terbilang sudah tidak muda lagi.

Family Trip di Awal Tahun

Perjalanan one day trip kami di tahun ini dimulai dari Magelang, sebuah kota berjuta pesona yang terletak di sebelah utara Jogja. Mumpung saya masih di Jogja dan adik juga belum merantau ke ibukota, jadilah paket liburan diskonan yang saya dapati di group Whats Up Kompasiana Jogja (K-Jog) menjadi pilihan flash trip yang menarik untuk dicoba.

"Yang namanya rejeki itu bukan hanya nominal yang tertera di slip gaji. Mendapatkan paket liburan separuh harga pun sejatinya merupakan bagian rejeki yang sangat patut untuk disyukuri".

Jumat pagi, 05 Januari 2018 lalu cuaca di Jogja terbilang bersahabat. Tepat pukul 08.00 pagi, saya beserta keluarga bergegas meluncur ke meeting point yang kami sepakati dengan pihak penyedia jasa wisata. Cuaca cerah tanpa macet membuat perjalanan Jogja Magelang terasa begitu menyenangkan. Sesampainya di dekat area Candi Mendut, destinasi pertama liburan kali ini, kami menjemput Emka, guide muda yang akan menemani hingga sore nanti.

Beberapa menit kemudian, sampailah kami di parkiran Candi Mendut. Sebelum melangkah menuju candi, Emka menyarankan untuk mampir dulu di wihara yang terletak di sebelah Candi Mendut. Tanpa berfikir panjang, kami pun bergegas menuju wihara. Tak disangka-sangka, kami adalah rombongan pertama yang menikmati indah dan sejuknya wihara di pagi itu. Wah, senangnya!

Dari pintu utama wihara, pengunjung akan dihadapkan pada jalan utama yang kiri kanannya berhias stupa. Di ujung jalan utama tersebut terdapat stupa pemujaan terbesar yang ada di area wihara, juga gong raksasa di sisi kanan stupa yang biasa dibunyikan pada waktu-waktu tertentu. Selain dikelilingi taman yang indah, di wihara ini juga terdapat beberapa patung Buddha dalam berbagai pose, mulai dari pose duduk, berdiri hingga pose tidur menyamping.

Patung Sidharta Gautama di WIhara (dokumentasi pribadi)
Patung Sidharta Gautama di WIhara (dokumentasi pribadi)
Dari sekian patung Budha yang ada, patung Budha berperawakan kurus berpose duduk menyila cukup menyita perhatian saya. Pasalnya patung Buddha yang demikian terbilang jarang dijumpai di berbagai wihara lainnya. Jadilah sesaat sebelum melanjutkan perjalanan ke Candi Mendut saya mengabadikannya dalam beberapa kali jepret. 

Sewaktu sedang memotret, kami bertemu seorang warga yang tanpa diminta langsung menjelaskan keberadaan Pohon Sala. Pohon yang dalam keyakinan umat Buddha dipercaya sebagai tempat lahir, juga tempat tutup usia Sidharta Gautama.

"Sampai saat ini, Pohon Sala di dekat gong itu terhitung baru tiga kali berbunga", terang  bapak yang kami temui pagi itu.

Berfoto di Pohon Sala (dokumentasi pribadi)
Berfoto di Pohon Sala (dokumentasi pribadi)
Jadilah saya dan rombongan putar balik ke belakang untuk mengabadikan pohon langka ini. Sewaktu beranjak keluar wihara, sayup-sayup terdengar suara tabuhan gong. Wah, beruntungnya kami!

Menelisik Kisah Jataka di Candi Mendut

Perjalanan pagi ini kami lanjutkan menuju Candi Mendut, sebuah Candi Buddha berukuran 10x10x13,3 meter yang terletak di dekat Candi Borobudur. Candi yang berada dalam satu garis lurus dengan Candi Borobudur dan Candi Pawon ini ternyata merupakan candi yang digunakan sebagai titik awal upacara Waisak lho! Diawali dari Candi Mendut, lalu ke Candi Pawon baru nanti puncak upacara Waisak digelar di Candi Borobudur.

Candi Mendut (dokumentasi pribadi)
Candi Mendut (dokumentasi pribadi)
Salah satu hal menarik yang terdapat di Candi Mendut adalah penyajian ajaran kebaikan Buddha dalam bentuk cerita fabel yang dikenal dengan nama Jataka. Cerita dua burung yang berada dalam satu tubuh misalnya. Alkisah suatu hari salah satu kepala burung yang badannya meyatu satu sama lain itu mendapatkan makanan yang enak. Meski berada dalam satu tubuh, si burung tadi enggan berbagai dengan saudaranya. 

Suatu ketika, kepala burung yang satunya mendapat makanan yang terlihat begitu enak. Karena tempo hari saudaranya tidak berbagi, ia pun enggan membagi tangkapan enaknya itu. Sayang beribu sayang, tangkapan burung kedua tadi ternyata mengandung racun hingga pada akhirnya dua burung dalam satu tubuh itu akhirnya mati. 

Padahal kalau dibagi, siapa tahu saudara si burung itu tahu bahwa makanan yang diketemukan tadi bukanlah makanan enak, melainkan racun yang mematikan. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari kisah ini ya teman. 

Selain terdapat berbagai cerita fabel yang menggambarkan ajaran kebaikan, dalam relief Candi Mendut juga menceritakan lima ajaran kebijaksanaan Wisnusarma dalam mendidik ketiga puteranya yang tertuang dalam Pancatantra.

Usai berkeliling candi, kami sempat melihat sekaligus memotret reruntuhan bangunan candi yang ditemukan di sekitar Candi Mendut. Ternyata mengambil stok foto candi dari sini oke juga lho! Selanjutnya, kami melangkahkan kaki ke arah Pohon Bodhi berukuran besar yang terletak di seberang candi.

Mengusir Pegal Kaki dengan Geliga Krim (Dokumentasi pribadi)
Mengusir Pegal Kaki dengan Geliga Krim (Dokumentasi pribadi)
Karena kaki saya mulai terasa pegal karena bolak-balik memotret berbagai sudut candi yang menarik hati, saya pun berbegas mengoleskan krim pembebas pegal andalan saya yakni Geliga Krim. Cukup dioles secukupnya lalu dipijat sebentar saja, khasiat krim otot berbahan menthol dan methyl salicylate ini terbukti efektif meredakan pegal kaki, pun tanpa menimbulkan rasa panas yang berlebihan. Tak berapa lama kemudian, saya dapat kembali melanjutkan aktivitas tanpa pegal kaki lagi. Yeay!

Menariknya lagi, meski dipatok dengan harga yang begitu ramah di kantong, hanya Rp 8.500 untuk Geliga Krim ukuran 30 g, krim otot geliga ini juga berkhasiat meredakan nyeri pada punggung, pundak, persendian, keseleo, kram dan masalah otot lainnya. Sudah murah, praktis karena dikemas dengan kemasan yang plastik dan tutup flip yang tahan banting dan aman dari kebocoran, Geliga Krim ternyata tidak lengket, juga tidak menimbulkan noda pada pakaian. Bangga benar pakai produk karya anak negeri yang satu ini!

Souvenir Lukisan Candi Borobudur di Atas Daun Boddhi (dokumentasi pribadi)
Souvenir Lukisan Candi Borobudur di Atas Daun Boddhi (dokumentasi pribadi)
Sebelum beranjak ke destinasi wisata selanjutnya, yakni Candi Pawon, saya menyempatkan diri untuk membeli kaos dan souvenir berupa lukisan Candi Borobudur yang digambar di atas daun Bodhi yang dikeringkan. Lukisannya keren-keren banget lho! Must have item lah pokoknya!

Mendengar Cerita Kinara dan Kinari di Candi Pawon

Candi Pawon terletak tidak jauh dari Candi Mendut. Dalam waktu sekitar lima menit saja, kami sudah sampai di pelataran Candi Pawon, Candi Buddha yang diperkirakan didirikan oleh Dinasty Syailendra antara abad ke-VIII sampai IX Masehi. Dikutip dari website Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Menurut ahli epigrafi, J, G. de Casparis, Candi Pawon merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Raja Indra, yang tidak lain merupakan ayah dari Raja Samarrattungga.

Dalam hal penamaan, Casparis menafsirkan bahwa nama Pawon yang berasal dari kata "awu", yang dalam Bahasa Jawa berarti "abu", sedangkan awalan pa- dan akhiran -an menunjukkan keberadaannya pada suatu tempat. Dalam Bahasa Jawa, kata pawon yang berarti dapur ini diartikan oleh Casparis sebagai 'perabuan' alias tempat abu. Uniknya, candi ini memiliki juga ventilasi udara seperti dapur pada umumnya.

Relief Candi (dokumentasi pribadi)
Relief Candi (dokumentasi pribadi)
Selain sisi sejarah, bagi saya relief Candi Pawon menawarkan daya tarik tersendiri. Salah satunya terletak pada relief sepasang burung penjaga pohon kehidupan (Kalpataru) bernama Kinara dan Kinari. Kedua burung ini tidak seperti burung pada umumnya, karena meski berbadan burung, Kinara dan Kinari memiliki kepala layaknya manusia. 

Kopi Luwak (dokumentasi pribadi)
Kopi Luwak (dokumentasi pribadi)
Entah sudah banyak yang tahu atau belum ternyata di dekat Candi Pawon itu terdapat coffe shop yang menjual kopi luwak. Selain dapat mencicipi kopi legendaris itu, tanpa perlu diminta, karyawan coffe shop ini ternyata begitu antusias menjelaskan proses pembuatan kopi luwak lho!

"Kalau mau lihat luwaknya, bisa ke kebun belakang Mbak", ucap Mbak Eny.

Terima kasih banyak Mbak! Kita jadi tahu banyak tentang kopi luwak!

Membatik di Griya Dewi Wanu

Perjalanan kami siang itu masih berlanjut menuju Griya Dewi Wanu. Sebuah griya batik yang menyediakan aneka produk batik lengkap dengan pelatihan yang ditujukan untuk wisatawan maupun calon wirausahawan yang tertarik di bidang seni pembuatan batik.

Perkenalkan ini Batik Tulis Motif Stupa (dilihat dari atas) Khas Desa Wisata Wanurejo (dokumentasi pribadi)
Perkenalkan ini Batik Tulis Motif Stupa (dilihat dari atas) Khas Desa Wisata Wanurejo (dokumentasi pribadi)
“Dewi Wanu artinya apa Bu?”, tanya saya pada Bu Yayuk, salah satu pengrajin batik yang saya temui siang itu.

“Kepanjangan dari Desa Wisata Wanurejo, Mbak”, jawabnya ramah. 

Ditemani Bu Yayuk dan Bu Lucy, kami mempraktekkan rangkaian proses pembuatan batik. 

Workshop Batik di Griya Dewi Wanu (dokumentasi pribadi)
Workshop Batik di Griya Dewi Wanu (dokumentasi pribadi)
Usai mencanting kain, ibu mengeluh kalau kakinya mulai terasa pegal. Tak perlu menunggu waktu lama, saya langsung sigap mengoleskan Geliga Krim pada kaki ibu.
Oles dan Pijat Kaki Ibu dengan Geliga Krim (dokumentasi pribadi)
Oles dan Pijat Kaki Ibu dengan Geliga Krim (dokumentasi pribadi)
Geliga Krim ini manjur banget Nduk. Baru dipakai pijit sebentar saja, pegal di kaki ibu berangsur berkurang”, ujar ibu sembari tersenyum.

Lega rasanya melihat senyum bebas pegal ala ibu. Geliga Krim memang krim otot andalan keluarga!

Workshop Keramik di Nujiwa

Menu Masakan Desa Ala Kedai Nujiwa (dokumentasi pribadi)
Menu Masakan Desa Ala Kedai Nujiwa (dokumentasi pribadi)

Agenda kami selanjutnya adalah makan siang di Kedai Nujiwa. Sebuah kedai makan di ruang terbuka yang menyajikan kuliner enak berbalut pemandangan yang menakjubkan! Selain dikelilingi sawah dan perbukitan, eloknya Candi Borobudur juga terlihat dari sini. Asyik deh!

View Candi di Kedai Nujiwa (dokumentasi pribadi)
View Candi di Kedai Nujiwa (dokumentasi pribadi)
Selesai makan, kami melanjutkan praktik membuat keramik. Sekitar satu jam kemudian, kami bergerak menuju sebuah Balai Perekonomian Desa (Balkondes) yang dibangun di sekitar Borobudur untuk membeli cinderamata, kopi dan juga cokelat khas Borobudur. 

Workshop Keramik di Belakang Kedai Nujiwa (dokumentasi pribadi)
Workshop Keramik di Belakang Kedai Nujiwa (dokumentasi pribadi)
Berkat Geliga Krim, kami sekeluarga jadi bebas pegal saat menjalani one day trip di Magelang. Perjalanan keluarga di awal tahun ini semoga menjadi kado manis di hari ulang tahun ibu. 

Buah Tangan dari Salah Satu Balai Perekomian Desa (Balkondes) di Kecamatan Borobudur (dokumentasi pribadi)
Buah Tangan dari Salah Satu Balai Perekomian Desa (Balkondes) di Kecamatan Borobudur (dokumentasi pribadi)
Bagaimana dengan pengalaman treveling bebas pegal teman-teman semua? Ditunggu ceritanya ya ;)

Salam hangat dari Jogja

-Retno-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun