“Gimana ya Mbak, aku juga serba salah. Jauh-jauh ke Jogja buat penelitian. Kalau ditinggalkan begitu saja kan sayang datanya Mbak. Alhamdulillah-nya sebelum meletus, aku sudah dapat boncengan buat ngungsi ke bawah”.
Meski selamat dari bencana, semoga peristiwa ini dapat dijadikan pembelajaran yang baik di kemudian hari. Apapun alasannya, urusan keselamatan tidak dapat ditolerir. Pasalnya terlambat sebentar saja, bisa terjadi hal-hal yang mungkin di luar kendali manusia. Di sinilah peran penting edukasi penanggulangan bencana mulai “berbicara”.
Mengapa Memilih Media Radio?
Pemilihan radio sebagai media edukasi penanggulangan bencana oleh BNPB tentu dilakukan dengan berbagai pertimbangan yang matang. Belajar dari pengalaman gempa Jogja 2006, radio merupakan satu-satunya alat komunikasi yang dapat diakses dengan mudah. Meski waktu itu kami hanya mendengarkan radio bertenaga baterai, namun kini aplikasi radio dapat dengan mudah ditemukan di berbagai jenis ponsel maupun smartphone yang beredar di Indonesia. Selain itu, menikmati radio melalui ponsel tidak memerlukan sinyal internet sehingga keterjangkauan pemakaiannya terbilang sangat luas. Karena tidak tergantung sinyal internet, asal ponsel atau smartphone Anda masih ada baterainya, siaran radio pun dapat langsung dinikmati. Tinggal pasang headset lalu pilih frekuensi sesuai selera, beres!
Dengan berbagai alasan inilah sangat masuk akal apabila BNPB memutuskan untuk melakukan pendekatan edukasi terkait penanggulangan bencana melalui drama radio berjudul “Asmara di Tengah Bencana”. Apalagi drama radio ini ditulis oleh seniman kawakan yang telah menghasilkan berbagai drama radio fenomenal di tanah air.
Selain itu drama radio ini akan disiarkan di puluhan stasiun radio di berbagai kota di Indonesia, dimana beberapa kota diantaranya termasuk kawasan rawan bencana. Selain dapat menghibur masyarakat, ke depannya serial drama ini diharapkan mampu memberi gambaran yang jelas pada masyarakat luas tentang berbagai tanda bencana alam yang patut diwaspadai.
Bencana memang tidak dapat diduga, namun berbagai edukasi terkait penanggulangan bencana dapat dilakukan jauh hari sebelumnya. Kalau tanda bencana bisa dipelajari, untuk apa ditunda lagi? Bukankah keselamatan menjadi hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi?
Salam hangat dari Jogja,
-Retno-
Artikel ini diikutkan dalam [Blog Competition] Siaga Bencana melalui Media Sandiwara Radio yang diselenggarakan oleh Kompasiana dan BNPB.