Inilah kekuatan gotong-royang yang dimiliki oleh BPJS. Bahwa iuran bulanan yang disetorkan setiap pengguna BPJS akan dikelola sedemikian rupa sehingga ketika ada pelanggan yang sedang tidak menggunakan layanan kesehatan, maka iuran yang dibayarkan dapat dimanfaatkan oleh membantu pengguna layanan BPJS lain yang sedang membutuhkan. Tidak terkecuali pada mereka yang tidak Anda kenal sekalipun! Luar biasa bukan?
Ada banyak alasan mengapa asuransi kesehatan kini mutlak diperlukan, tidak terkecuali untuk “orang kecil” sekalipun. Asuransi kesehatan ibarat perlindungan tatkala seseorang sedang mengalami gangguan kesehatan agar nantinya dapat segera dilakukan tindakan yang dapat meringankan hingga memulihkannya seperti sedia kala. Berbicara soal layanan kesehatan, kini ada angin segar bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang dikenal luas dengan singkatan BPJS Kesehatan. Berkat BPJS Kesehatan, kini asuransi kesehatan dapat dimiliki oleh siapa saja, bahkan "kaum papa" sekalipun.
Menariknya, ada hal unik ketika membicarakan tentang asuransi kesehatan yang satu ini. Mengapa? Karena BPJS Kesehatan merupakan asuransi kesehatan berbasis gotong-royong. Suatu hal yang sudah sangat melekat dalam budaya bangsa kita. Meski terkesan begitu sederhana, namun gotong royong jutaan orang ini ternyata memiliki efek yang luar biasa besar. Kebetulan saya dan seorang temanmengalami pernah mengalaminya.
Bulan lalu saat berjalan menuju ke halaman belakang rumah, ternyata ada paku yang menancap di sandal saya. Karena dulu pernah mengalami hal serupa, saya langsung membersihkannya dengan air mengalir. Karena luka terbilang sangat kecil dan posisinya sudah malam, usai membersihkan saya pun melanjutkan aktivitas seperti biasa. Keesokan harinya, saya periksa di Puskesmas Kasihan II, yang berjarak cukup dekat dari rumah. Puskesmas tersebut merupakan puskesmas rujukan yang saya pilih saat mendaftarkan menjadi anggota BPJS Kesehatan setahun yang lalu.
Kasus terkena paku merupakan momok tersendiri bagi keluarga besar saya. Pasalnya dulu simbah kakung saya meninggal karena kena paku. Saat itu simbah tidak langsung ditangani oleh pihak medis. Ketika sudah ditangani, kaki simbah sudah infeksi. Beberapa tahun yang lalu Om saya juga pernah mengalami kejadian serupa. Kakinya terinfeksi karena paku. Beruntung setelah menjalani perawatan yang cukup panjang, kini Om sudah sehat kembali. Hal inilah yang menyebabkan paku menjadi hal yang begitu ditakuti di keluarga kami.
Setelah diperiksa, saya baru mengetahui sebuah informasi yang membuat saya cukup cemas. “Kalau kena paku, kawat atau benda sejenisnya, apalagi yang kotor, sebaiknya segera diperiksakan ke rumah sakit atau dokter yang dipercaya. Kenapa? Karena kinerja vaksin anti tetanus saat tubuh terkena paku memiliki tenggat waktu yang singkat. Maksimal 6 jam dari waktu kejadian, dalam hal ini kecelakaan akibat benda seperti yang saya sebutkan tadi (paku, kawat atau yang lainnya). Dan kalau dihitung-hitung, tentu saya sudah sangat terlambat untuk mendapat suntikan anti tetanus tersebut. Kalaupun disuntik, hasilnya akan sia-sia belaka.
Karena itulah waktu itu akhirnya kaki saya hanya dibersihkan kemudian diberi obat berupa antibiotik dan paracetamol. Karena menggunakan BPJS Kesehatan, saya tidak membayar perlu membayar sepeserpun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ini.
Sayangnya, kejadian ini terulang lagi di saat halaman belakang rumah sedang direnovasi. kejadiannya baru beberapa jam yang lalu. Saat berjalan, ada paku yang menancap di potongan pagar bambu yang terinjak oleh sandal saya lalu menembus ke kulit kaki. Setelah saya keluarkan darahnya di bawah air mengalir, saya langsung menuju ke urmah sakit swasta terdekat. Saat itu yang terfikir di benak saya hanyalah berpacu dengan waktu. Pokoknya sebelum 6 jam harus sudah selesai.
Setelah diperiksa kemudian saya disuntik antite tanus. Karena saya cukup takut pada jarum suntik dan pinset, tadi sempat menolak saat kaki hendak dibersihkan. Namun mengingat kejadian yang menimpa simbah kakung saya serta untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti infeksi pada kaki, akhirnya tindakan pembersihan pun dilakukan. Ini juga berkat kesabaran dokter dan perawat yang ada di sana. Tentu usai kaki selesai dibersihan, saya tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih. Tak lama kemudian saya pun menuju ke kasir untuk menebus obat dan membayar pelayanan kesehatan yang telah dilakukan.
Sayangnya, kejadian yang saya alami ini tidak masuk dalam golongan emergency sehingga tidak masuk klaim BPJS Kesehatan. Karena itulah saya harus membayar penuh sebesar 233 ribu. Jauh berbeda ketika menggunakan kartu sakti bernama BPJS Kesehatan bukan? Memang, saat di Puskesmas saya tidak disuntik anti tetanus. Namun dari segi harga, tentu Anda dapat melihat perbedaan yang cukup mencolok bukan?
Kali ini saya akan bercerita tentang kisah persalinan seorang teman kuliah yang kini telah menyandang status sebagai mamah muda. Sebut saja ia dengan nama Mawar, bukan nama sebenarnya. Saya masih ingat betul obrolan di group WA kami. Saat itu, ada seorang teman saya, sebut saja Melati (bukan nama sebenarnya) yang sedang survei biaya kelahiran.
Melati: Kalau melahirkan, kira-kira berapa besar anggaran yag harus dipersiapkan ya?
Kamboja: Kalau aku dulu habis sekian puluh juta, tapi ditanggung kantor.
Anggrek: Kalau aku sekian juta, tapi ditanggung kantor suami.
Kemudian Mawar pun bercerita kalau dulunya ia memiliki Fasilitas Kesehatan (fakes) 1. Fakes 1 ini perawatannya lengkap, mulai dari dokter umum, dokter gigi dan bidan. Dalam proses melahirkan, bidan yang bekerja sama dengan BPJS bisa melayani persalinan yang normal (tidak ada tindakan). Layanan persalinan normal dengan bidan yang bekerjasama dengan BPJS ini gratis untuk anggota BPJS. Dan sepanjang bisa melahirkan normal, Mawar memang berencana untuk memanfaatkan fasilitas gratis tersebut.
Namun, jika nanti ada sesuatu hal yang tidak bisa ditangani bidan, maka bidan tersebut harus merujuk ke Rumah Sakit. Karena dulu Mawar sudah cukup lama melewati masa HPL, dan waktu periksa terakhir tidak ada bidan, melainkan dokter umum, oleh dokter tersebut Mawar langsung diberi rujukan untuk periksa di Rumah Sakit. Berbekal rujukan tersebut, periksalah Mawar ke Rumah Sakit.
Karena tidak ada kontraksi, Mawar sudah diancer-anceri dokter untuk diinduksi. Setelah diperiksa, Mawar langsung masuk di ruang bersalin lalu dilakukan tindakan. Karena jatah BPJS Mawar kelas 1, ia memutuskan untuk naik kelas ke kelas VIP. Jadinya Mawar harus nombok. Menariknya, yang harusnya ia membayar 5 juta sekian, ia hanya perlu membayar 800 ribu sekian. Selain fleksibel, biaya untuk menikmati layanan kesehatan dengan BPJS Kesehatan menjadi cukup terjangkau bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H