Mohon tunggu...
Retno Septyorini
Retno Septyorini Mohon Tunggu... Administrasi - Suka makan, sering jalan ^^

Content Creator // Spesialis Media IKKON BEKRAF 2017 // Bisa dijumpai di @retnoseptyorini dan www.retnoseptyorini.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Cerita dan Harapan untuk Ruang Publik Kota Gudeg

30 September 2015   11:09 Diperbarui: 30 September 2015   15:56 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andai ruang publik bisa menyapa, dalam benak saya sapaan seperti inilah yang mungkin akan kerap dilontarkan, “Non, jadi datang ke sini kan?”. Namun sebaliknya, jika ada banyak generasi muda atau bahkan eksekutif muda Indonesia yang akhirnya jatuh hati untuk berdiskusi di beragam ruang publik tersebar di berbagai sudut nuantara, sudah siapkah “dia”? "Dia", si ruang publik itu sendiri.


[Peringatan HDD 2010, Solo (ada di kamera pribadi)]

Hari Habitat Dunia (HDD) merupakan wujud kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan perumahan dan pemukiman yang layak untuk semua lapisan masyarakat (Buku Panduan Hari Habitat Nasional 2015). Setiap tahunnya peringatan HDD sendiri jatuh pada hari Senin di minggu pertama bulan Oktober. Tahun ini peringatan HDD jatuh pada Senin, 5 Oktober 2015 yang mengambil tema "Public Spaces for All". Karena saya tinggal di Jogja, saya akan bercerita beberapa ruang publik yang ada di kota cantik ini. 

Jika saya merasa mulai merasa terkungkung dengan beragam aktivitas harian, maka pesan di atas seolah-olah mampir dengan sendirinya ke benak saya. Bagi saya pribadi, ruang publik terdeskripsikan sebagai tempat yang dapat diakses dengan mudah oleh siapa pun, baik warga lokal ataupun wisatawan yang sedang menikmati liburan. Sebagai warga Jogja, saya memiliki beberapa sarana pilihan menikmati ruang publik yang tersedia. Cerita dimulai dari ruang publik yang bebas biaya masuk dulu ya. Jika saya sedang ingin berolahraga, Jogja menawarkan beberapa opsi ruang publik yang cukup menarik. Alun-alun Kidul salah satunya. Kata kidul sendiri diambil dari bahasa Jawa yang berarti selatan. Karena hal inilah Alun-alun Kidul dikenal pula dengan nama Alun-alun Selatan Jogja.


[Alun-Alun Kidul (dokumentasi pribadi, 2015]

Tempat ini cukup ramai dikunjungi warga, baik di pagi, sore ataupun di malam hari. Di pagi dan sore hari, Alun-alun Kidul menjelma menjadi tempat olahraga massal. Berbeda dengan ruang publik lainnya, Alun-alun Kidul seolah memiliki daya tarik tersendiri, baik bagi warga Jogja ataupun wisatawan yang sedang berkunjung ke kota cantik ini. Salah satunya alasannya tidak lain karena ingin mencoba aktivitas unik bernama Masangin.


[Masangin di Alun-alun Kidul Jogja (dokumentasi pribadi, 2015)]

Masangin merupakan salah satu aktivitas turun-temurun yang begitu populer di Jogja. Sejatinya Masangin dilakukan digunakan untuk  mengasah fokus seseorang. Meski demikian, aktivitas unik ini tumbuh menjadi urband legend yang tidak lekang dimakan jaman. Konon katanya, siapa saja yang mampu melewati area diantara dua pohon beringin di Alun-alun Kidul, maka harapan orang tersebut dapat terwujud. Untuk mencobanya, Anda hanya memerlukan penutup mata saja. Jika tidak membawanya, Anda dapat menyewa penutup mata dengan harga Rp 5.000 saja. Permainan ini dimulai dari ujung utara alun-alun, tepatnya berada di diantara dua pohon beringin. Selanjutnya Anda cukup berjalan ke arah selatan dengan mata tertutup. Meski terkesan sepele, namun tidak jarang orang akan berjalan ke arah timur ataupun barat. Kalau tidak percaya, Anda dapat mencobanya saat berkesempatan berkunjung ke Jogja.

Bagi saya kegiatan ini terbilang cukup menarik. Dimana ruang publik mampu menjelma sebagai perantara lestarinya sebuah urband legend yang sekaligus mampu menjadi daya tarik wisata yang begitu kental dengan nuansa Jogja. Sebuah simbiosis mutualisme yang begitu baik. Di satu sisi melestarikan sebuah tradisi, di sisi lain berguna menjauhkan pergeseran fungsi yang bisa saja terjadi pada ruang publik itu sendiri. Selain di Alun-alun Kidul, masih ada beberapa ruang publik lain di Jogja yang bisa digunakan untuk berolahraga. Area di sekitar Gedung Grha Sabha Pramana (GSP) misalnya. GSP merupakan sebuah gedung serbaguna yang berada di kompleks kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).

 


[Suasana Olahraga Sore di GSP (dokumentasi pribadi, 2015)]

Anda bisa memasuki kawasan ini  dari arah Bundaran UGM. Di sini Anda dapat berolahraga gratis kawula muda Jogja yang memiliki hobi serupa. Sekedar jogging ataupun jalan santai di sore hari. Tiga hingga lima putaran mengitari gedung serbaguna ini sudah membuat keringat bercucuran. Tak jarang pula rasanya kawasan di sekeliling GSP ini menjadi pilihan tempat digelarnya perhelatan akbar suatu acara. Mulai dari acara kampus seperti Gelanggang Expo sebagai ajang perkenalan beragam komunitas di UGM hingga acara bernada kerjasama kebudayaan seperti Jogja Japan Week yang digelar belum lama ini. Kalau di Jogja, usai berolahraga Anda bisa bersantai sejenak menikmati suasana angkringan yang banyak terdapat di berbagai sudut kota. Selagi beristirahat, angkringan akan menawarkan pesona teh leginastel (legi panas kentel) yang tersohor itu. Selain menjadi salah satu roda perekonomian warga, ruang publik yang satu ini dapat menjadi alternatif tempat bersantai yang murah.

[Lomba Pacuan kuda (Ria Riezky T. A, 2014)]

Sebenarnya bukan itu saja, masih ada beragam ruang publik yang ada di seantero Jogja. Di kabupaten Bantul misalnya. Ada sebuah sebuah stadion besar bernama Stadion Sultan Agung atau yang dikenal pula dengan nama Stadion Pacar. Di sisi luar stadion ada banyak fasilitas menarik. Mulai dari tempat pacuan kuda, area yang bisa digunakan untuk jogging, bersepeda hingga tempat untuk berlatih mengendarai mobil. Selain bersepeda, saya pun pernah menikmati lomba pacuan kuda bergengsi bernama Hamengkubuwono X Cup VI yang memperebutkan piala dari Sri Sultan Hamengkubuwono X.


[Perpustakaan Kota Jogja (dokumentasi pribadi, 2015)]

Lain halnya jika saya sedang rindu membaca atau lebih tepatnya mencari buku bacaan gratisan. Beralihlah pandangan saya menuju ke Perpustakaan Pusat Kota Jogja atau yang dikenal luas dengan sebutan Perpus Kota. Perpus Kota merupakan salah satu ruang publik di Jogja yang terbilang sangat nyaman. Selain tersedia beragam bacaan menarik seperti berbagai buku populer seperti novel, catatan para traveller hingga biografi berbagai tokoh ternama Indonesia dan dunia, perpus kota juga menawarkan fasilitas wifi gratis. Desain perpus Kota pun terbilang cukup menarik. Colourfull dan nyaman untuk dijadikan tempat berdiskusi menyelesaikan tugas sekolah ataupun kuliah. Tak jarang saya menemui orang yang sedang menjalani les privat lho! Jadi jangan kaget jika ada aktivitas ekonomi di sini, tepatnya aktivitas ekonomi edukatif. Sebagai salah satu penikmat Perpus Kota, saya sangat mengapresiasi kinerja pengelola dan berbagai pihak yang bekerjasama serta berpartisipasi dalam pengelolaan ruang publik Jogja yang satu ini.

Selain itu masih ada berbagai ruang publik yang ada di Jogja. Salah satunya adalah Plaza Ngasem. Sebuah ruang pertunjukan menarik yang di tahun 2014 lalu didaulat sebagai tuan rumah event tahunan Jogja bertajuk Festifal Kesenian Yogyakarta ke-26. Pada hari-hari biasa, di sekitar kawasan Plaza Ngasem Anda dapat berburu aneka kudapan lezat hingga beragam kain tradisional yang menawan. Tempat ini juga cukup dekat dengan pemandian Taman Sari. Selain itu, di sekitar Plaza Ngasem Anda juga dapat menemukan beberapa rumah warga yang menjelma menjadi kios kaos ataupun kedai yang menjajakan minuman atau cemilan pengisi perut. Menjelajah kawasan ini seperti menikmati dimensi waktu yag berbeda. Unik dan kental dengan nuansa masa lalu yang begitu menarik perhatian. Inilah sisi lain yang menarik dari ruang publik di Jogja.

Kalau ditanya soal harapan, jawaban saya mungkin kelewat sederhana. Saya ingin punya taman kota yang “hidup”, layaknya Perpus Kota ataupun Alun-alun Selatan Jogja. Yang hidup dari ketertarikan warga untuk menghabiskan sebagian waktunya disana. Yang hidup pula dari kebutuhan warga akan tempat rekreasi umum yang dapat diakses dengan begitu mudah. Jika akhir pekan tiba, warga tak perlu pusing lagi memikirkan, “Mau kemana?”. Jawabannya mudah, ke taman kota atau ruang publik saja. Dan tentu saja, ruang publik yang tetap hidup meski tidak ada event tertentu yang sedang dihelat.

Lalu ruang publik seperti apa yang kamu inginkan Retno? Saya ingin taman-taman cantik nan rindang yang tersebar di berbagai sudut strategis kota Jogja. Soal luas dan lokasinya terserah saja, yang penting pilihannya beragam, memiliki ruang parkir yang memadai serta mudah diakses bagi siapa saja, termasuk orang berkebutuhan khusus. Bagaimanapun juga setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam menikmati ruang publik, termasuk taman kota bukan?

Oiya, kalau bisa, taman ini juga dilengkapi dengan tamanan asli Indonesia yang habitatnya sesuai dengan iklim Jogja. Selain menyejukkan dan menjadi tambahan kawasan hijau di area Jogja, taman ini dapat dimanfaatkan sebagai ajang pengenalan keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya bagi generasi muda ataupun wisatawan yang tertarik berkunjung ke taman kota itu sendiri. Selain itu, bagi saya pribadi memiliki taman kota akan menambah rasa percaya diri dan rasa memiliki. Bahkan sekedar berfoto bersama saat berkunjung ke taman pun mampu menambah rasa bahagia.

Karena tujuan pribadi saya datang ke taman untuk rehat sekaligus menikmati suasana taman, saya tidak memerlukan koneksi wifi. Namun karena ada kemungkinan bahwa fasilitas wifi ini diperlukan berbagai pihak, tidak ada salahnya jika taman-taman tersebut difasilitasi dengan koneksi internet gratis yang memadai. Lebih jauh lagi, ada baiknya juga berbagai taman kota impian saya tersebut dilengkapi pula dengan wahana permainan anak yang standar keamanannya terjamin.


[GL Zoo (Riska M Amsar, 2014)]

Jogja juga memiliki beragam ruang publik yang cocok dijadikan destinasi wisata keluarga edukatif seperti Taman Pintar, Museum Anak Kolong Tangga, Gembira Loka Zoo (GL Zoo) dan yang lainnya. Hingga kini GL Zoo masih menjadi tempat favorit wisata keluarga, khususnya mereka yang masih memiliki anak kecil. Menariknya, kini GL Zoo juga dilengkapi dengan berbagai wahana baru seperti Bird Park dan aneka permainan anak. Selain itu Kebun binatang kebanggaan warga Jogja ini juga dapat diakses bagi pengguna kursi roda. Bahkan kini transport keliling di GL Zoo ada yang dirancang khusus sehingga dapat diakses bagi pengguna kursi roda. Ini sepenggal cerita dari Jogja, bagaimana dengan cerita dan harapan ruang publik di kota Anda? 

Tulisan ini belum pernah dipublikasikan dan sedang diikutkan dalam blog competition Ruang Publik Kota untuk Semua.

 

Salam hangat, 

Retno 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun